Mohon tunggu...
Salsa Amalia
Salsa Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - UMJ

Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fear Of Missing Out, Bagaimana FOMO Membentuk Opini Politik Gen-Z di Era Media Sosial

19 November 2024   23:56 Diperbarui: 20 November 2024   03:40 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salsa Amalia                          
Ilmu Komunikasi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Kec. Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten, 15419.
sallsacy17@gmail.com
 

Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) atau "Takut ketinggalan" telah menjadi aspek penting dalam perilaku digital, khususnya di kalangan Generasi Z, yang tumbuh dengan ketergantungan pada media sosial. Artikel ini mengkaji bagaimana FOMO memengaruhi pembentukan opini politik di kalangan Gen Z di era media sosial melalui pendekatan studi literatur. 

Berdasarkan tinjauan berbagai penelitian dan teori yang ada, ditemukan bahwa FOMO berperan dalam mempercepat keterlibatan Gen Z dalam isu politik, namun seringkali mereka terjebak dalam fenomena permukaan tanpa pemahaman mendalam mengenai isu yang dibahas. 

Di satu sisi, FOMO memotivasi partisipasi politik yang lebih aktif, tetapi di sisi lain, dapat memperburuk polarisasi dan disinformasi. Artikel ini menyimpulkan bahwa FOMO adalah faktor kunci dalam membentuk sikap politik Gen Z, yang perlu diwaspadai dalam upaya meningkatkan literasi politik dan kesadaran kritis di kalangan mereka.
 
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, adalah kelompok pertama yang sepenuhnya terintegrasi dengan dunia digital sejak usia dini. Dengan akses mudah dan konstan terhadap internet, media sosial menjadi platform utama mereka untuk berinteraksi, berbagi informasi, serta membentuk identitas. 

Di antara berbagai fenomena yang muncul di dunia maya, Fear of Missing Out (FOMO) menjadi salah satu yang paling banyak dibahas. FOMO merujuk pada perasaan cemas karena merasa tertinggal dari tren, informasi, atau percakapan yang sedang berlangsung di sekitar individu, terutama di media sosial.
Fenomena FOMO semakin mendalam dalam konteks politik di kalangan Gen Z. Media sosial, yang menyediakan ruang untuk diskusi politik yang luas, tidak hanya memungkinkan mereka untuk mengakses informasi dengan mudah tetapi juga memengaruhi cara mereka membentuk opini politik. 

Banyak dari mereka yang merasa terdorong untuk mengikuti percakapan politik, meskipun mereka tidak sepenuhnya memahami isu tersebut. Oleh karena itu, FOMO dapat mempercepat partisipasi politik, tetapi juga berisiko mengarah pada pembentukan opini yang tidak didasarkan pada pemahaman yang mendalam.

FOMO dan Keterlibatan Politik Gen Z, Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, ditemukan bahwa FOMO memiliki pengaruh signifikan terhadap keterlibatan politik Gen Z di media sosial. Menurut penelitian oleh Przybylski et al. (2013), FOMO meningkatkan kecenderungan individu untuk terlibat dalam percakapan yang sedang viral, termasuk dalam isu politik. 

Di era media sosial, di mana informasi berkembang sangat cepat, Gen Z cenderung merasa tertekan untuk mengikuti pembicaraan tentang politik, meskipun mereka tidak selalu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang topik tersebut. Penelitian oleh Olfman (2017) menunjukkan bahwa FOMO mendorong Gen Z untuk lebih aktif mengikuti tren politik yang ada, tetapi sering kali hanya berdasarkan kesadaran sosial dan bukan pemahaman substansial.

Dampak FOMO terhadap Pembentukan Opini Politik

FOMO tidak hanya mendorong partisipasi politik, tetapi juga berpotensi membentuk opini politik yang lebih superficialis dan konformis. Gen Z yang terpengaruh oleh FOMO cenderung mengadopsi pandangan populer yang sedang berkembang di media sosial tanpa memverifikasi kebenarannya. 

Dalam banyak kasus, opini politik mereka lebih dipengaruhi oleh teman-teman, influencer, dan algoritma media sosial yang menonjolkan topik-topik tertentu, daripada didasarkan pada analisis kritis terhadap isu tersebut (van Dijck, 2013). Hal ini berisiko memperburuk polarisasi politik, di mana individu semakin terjebak dalam kelompok pemikiran yang sempit, dan mengabaikan perspektif yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun