BUNUH DIRI DALAM PERSPEKTIF NILAI HIDUP: MENGAPA KITA HARUS BICARA TENTANG KESEHATAN MENTAL?
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Data yang dihimpun dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa 720 ribu jiwa meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Bunuh diri sendiri menjadi salah satu penyebab kematian paling tinggi di dunia dan ditemui pada remaja hingga dewasa dengan rentang usia dari 15 sampai 29 tahun. Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) menunjukkan seluruh kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang tahunnya. Angka kasus bunuh diri terus meningkat setiap tahun, bahkan bertambah hingga 60% dalam lima tahun terakhir. Bahkan sepanjang Januari Oktober 2024, angka kasus bunuh diri telah menyentuh angka 1.023 kasus.
Kasus bunuh diri kian menjadi sorotan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, dengan jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya. Fenomena ini mencerminkan krisis yang lebih mendalam, yaitu hilangnya rasa nilai hidup di tengah individu yang merasa terisolasi, tertekan, atau kehilangan harapan. Dalam masyarakat yang sering kali memandang bunuh diri sebagai tabu, banyak individu yang bergulat dengan kesehatan mental memilih untuk bungkam, terjebak dalam rasa malu dan ketakutan akan stigma sosial. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi beban yang mereka hadapi.
Situasi ini menuntut kita untuk merenungkan kembali makna hidup, khususnya dalam kaitannya dengan tantangan modern yang penuh tekanan, mulai dari ketidakstabilan ekonomi hingga ekspektasi sosial yang membebani. Lebih dari itu, kita harus menyadari bahwa kesehatan mental bukan sekadar isu personal, melainkan juga tanggung jawab kolektif. Untuk itu, penting bagi kita untuk berbicara secara terbuka tentang kesehatan mental, mengurangi stigma, dan membangun kesadaran akan pentingnya mendukung satu sama lain. Dengan memahami akar masalah ini dari perspektif nilai hidup, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih peduli, inklusif, dan penuh empati.
Berbagai ahli dari bidang filsafat dan psikologi telah memberikan pandangan mendalam tentang makna nilai hidup. Dalam filsafat, Viktor Frankl, seorang psikoterapis dan penyintas Holocaust, menekankan bahwa menemukan makna hidup adalah kebutuhan dasar manusia, terutama di tengah penderitaan. Frankl percaya bahwa manusia dapat menemukan nilai hidup melalui karya, hubungan cinta, dan keberanian menghadapi penderitaan.
Dalam psikologi, Abraham Maslow, menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar, seperti keamanan dan cinta, adalah fondasi untuk mencapai aktualisasi diri, di mana individu merasa hidupnya bernilai. Carl Rogers, seorang psikolog humanis, menambahkan bahwa nilai hidup berkembang melalui penerimaan diri dan lingkungan yang mendukung pertumbuhan pribadi. Pandangan para ahli ini menunjukkan bahwa makna nilai hidup bersifat multidimensi, melibatkan aspek spiritual, emosional, dan sosial, yang semuanya saling mendukung dalam membentuk persepsi hidup yang bermakna.
Nilai hidup merupakan fondasi yang memberikan makna dan tujuan bagi keberadaan manusia. Dari perspektif filosofis, nilai hidup sering dikaitkan dengan pertanyaan mendalam tentang alasan keberadaan, tujuan akhir, dan arti kebahagiaan. Sementara itu, dalam perspektif psikologis, nilai hidup terhubung erat dengan kebutuhan emosional dan motivasi, seperti rasa diterima, dihargai, dan memiliki tujuan yang jelas. Ketika seseorang kehilangan persepsi terhadap nilai hidup, mereka cenderung merasa hampa, terasing, dan rentan terhadap keputusasaan. Oleh karena itu, nilai hidup bukan hanya sekadar konsep abstrak, melainkan kekuatan mendasar yang dapat mengarahkan individu untuk tetap bertahan dan menemukan alasan untuk melanjutkan hidup, meskipun di tengah tantangan yang sulit.
Bunuh Diri sebagai Fenomena Sosial
Bunuh diri tidak hanya menjadi isu personal, tetapi juga fenomena sosial yang mencerminkan kompleksitas hubungan antara individu dan lingkungan. Faktor-faktor seperti tekanan ekonomi, isolasi sosial, stigma terhadap kesehatan mental, dan ekspektasi masyarakat berkontribusi terhadap meningkatnya kasus ini.
Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa faktor sosial-ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan mental masyarakat. Contohnya Status sosial ekonomi keluarga, kualitas lingkungan, dan kondisi pekerjaan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental individu. Misalnya, orang yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami gangguan mental emosional seperti depresi dan stres.
Di banyak budaya, bunuh diri sering kali dipandang sebagai tabu, sehingga individu yang membutuhkan bantuan cenderung bungkam dan merasa sendirian. Fenomena ini menunjukkan pentingnya pendekatan kolektif dalam memahami dan menangani masalah bunuh diri, termasuk melalui edukasi, dukungan komunitas, dan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan mental.
Kesimpulannya, kita dapat melihat bahwa pengaruh faktor sosial-ekonomi terhadap kesehatan mental masyarakat adalah sangat signifikan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih lanjut untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat, terutama melalui peningkatan status sosial ekonomi dan kualitas lingkungan.
Hubungan Antara Kesehatan Mental dan Nilai Hidup
Kesehatan mental dan nilai hidup memiliki hubungan yang sangat erat, di mana keduanya saling memengaruhi dalam membentuk kesejahteraan individu. Kesehatan mental yang baik memungkinkan seseorang untuk memahami dan mengevaluasi makna hidupnya, menemukan tujuan, serta menghadapi tantangan dengan sikap yang lebih positif. Sebaliknya, gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau stres kronis, sering kali merusak persepsi seseorang terhadap nilai hidupnya.
Dalam kondisi tersebut, individu mungkin merasa kehilangan arah, merasa tidak berarti, atau bahkan melihat hidup sebagai beban yang tidak lagi layak dijalani. Ketika seseorang kehilangan rasa memiliki tujuan atau koneksi dengan hal-hal yang memberikan nilai pada hidupnya, mereka cenderung terjebak dalam keputusasaan. Namun, sebaliknya, individu yang memiliki pemahaman mendalam tentang nilai hidup cenderung lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan, karena mereka melihat tantangan sebagai bagian dari perjalanan menuju tujuan yang lebih besar.
Oleh karena itu, mendukung kesehatan mental tidak hanya sebatas memberikan perawatan medis, tetapi juga mencakup membantu individu menemukan kembali makna dan nilai dalam hidup mereka melalui pendekatan yang holistik, seperti terapi, dukungan sosial, dan penciptaan lingkungan yang mendukung. Dengan demikian, memperkuat hubungan antara kesehatan mental dan nilai hidup dapat menjadi langkah penting dalam mencegah krisis yang lebih besar, termasuk tindakan bunuh diri.
Mengapa Kita Harus Bicara tentang Kesehatan Mental?
Berbicara tentang kesehatan mental adalah langkah penting untuk mengurangi stigma, meningkatkan kesadaran, dan menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi individu yang sedang berjuang. Kesehatan mental memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial, produktivitas, dan kualitas hidup seseorang. Namun, banyak individu enggan mencari bantuan karena takut dihakimi atau dianggap lemah. Dengan membuka dialog tentang kesehatan mental, masyarakat dapat lebih memahami bahwa gangguan mental adalah kondisi yang bisa ditangani, sama seperti penyakit fisik.
Selain itu, pembicaraan ini membantu meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental yang sering kali terbatas, terutama di daerah terpencil. Memecah kebisuan tentang isu ini bukan hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga membangun komunitas yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesejahteraan semua anggotanya.
Karena itu, perlu berefleksi diri untuk menghargai hidup sebagai kunci untuk mencegah bunuh diri, karena dengan memahami nilai hidup, seseorang dapat menemukan alasan untuk bertahan meskipun menghadapi kesulitan. Ketika individu merasa hidup mereka berarti, mereka lebih mampu menghadapi tantangan dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Refleksi terhadap makna hidup juga membantu menumbuhkan rasa syukur, koneksi dengan orang lain, dan keberanian untuk meminta bantuan. Menghargai hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tetapi juga tentang menyadari dampak positif yang dapat diberikan kepada orang lain dan dunia di sekitar kita.
Sudah saatnya kita membuka dialog tentang kesehatan mental untuk menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan inklusif. Dengan berbicara secara terbuka, kita dapat mengurangi stigma, mendukung mereka yang membutuhkan, dan mendorong akses lebih baik ke layanan kesehatan mental. Mari bersama-sama membangun lingkungan di mana setiap individu merasa didengar, dimengerti, dan diberdayakan untuk mencari bantuan tanpa rasa takut atau malu.
Dengan saling mendukung dan peduli, kita dapat membangun dunia yang lebih empatik dan penuh perhatian terhadap kesejahteraan setiap individu. Setiap tindakan kecil, seperti mendengarkan, memberikan dukungan, atau membuka ruang untuk berbicara tentang kesehatan mental, memiliki dampak besar dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik, serta mendukung satu sama lain untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih kuat dan penuh harapan.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI