Keempat, mendorong kolaborasi dan saling mendukung menjadi kunci utama dalam tim. Pemimpin tim dapat memainkan peran penting dengan menetapkan contoh perilaku positif, seperti menghargai kontribusi anggota tim dan menyelesaikan konflik secara adil. Kelima, melibatkan diri dalam pelatihan soft skills, seperti manajemen konflik dan empati, juga dapat memperkuat hubungan kerja. Keenam, penciptaan kebijakan yang mendukung lingkungan kerja inklusif dan bebas dari diskriminasi. Ketujuh, aktif mempromosikan nilai-nilai kerja yang mendukung kolaborasi dan kesejahteraan karyawan.
Oleh karena itu, sebelum menyalahkan lingkungan kerja yang toxic, penting bagi kita untuk bertanya pada diri sendiri: "Apakah saya menjadi bagian dari solusi atau masalah?" Refleksi sederhana ini dapat membantu mengidentifikasi peran kita dalam menciptakan atau mengatasi suasana kerja yang tidak sehat. Dengan kesadaran diri, kita dapat mengambil langkah konkret untuk memperbaiki perilaku, mendukung rekan kerja, dan berkontribusi pada budaya kerja yang lebih positif.
Harapan akan dunia kerja yang lebih positif dan produktif terletak pada komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang menghargai kolaborasi, komunikasi terbuka, dan memberi kesejahteraan. Dengan mengatasi perilaku toxic dan membangun budaya saling mendukung, setiap individu dan organisasi dapat berkontribusi pada tempat kerja yang tidak hanya efisien, tetapi juga menyenangkan untuk tumbuh dan berkembang. Lingkungan kerja yang sehat adalah kunci menuju keberhasilan bersama dan kunci perubahan tersebut dimulai dari diri sendiri.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H