Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengurai Benang Kusut Polemik Guru Besar dalam Dunia Kampus

21 Juli 2024   05:31 Diperbarui: 21 Juli 2024   08:17 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGURAI BENANG KUSUT POLEMIK GURU BESAR DALAM DUNIA KAMPUS

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Guru besar, atau profesor, adalah jabatan akademik tertinggi yang diberikan kepada seorang dosen di perguruan tinggi. Seorang guru besar diakui atas kontribusi signifikan mereka dalam bidang akademik melalui penelitian, publikasi, dan pengajaran. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang berkualitas kepada mahasiswa, tetapi juga memimpin penelitian yang inovatif dan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan melalui pembimbingan dan pengembangan, serta memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan strategis di institusi pendidikan.

Proses pengangkatan guru besar sering kali diwarnai oleh berbagai polemik yang kompleks dan beragam. Salah satu polemik utama adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi, di mana kriteria dan standar yang digunakan sering kali tidak jelas atau tidak konsisten.

Hal ini memicu ketidakpuasan dan kecurigaan di kalangan dosen. Selain itu, pengaruh politik dalam kampus juga menjadi isu serius, di mana kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dapat memengaruhi keputusan pengangkatan, mengesampingkan meritokrasi. Tekanan untuk meningkatkan jumlah guru besar, terkadang tanpa memperhatikan kualitas, juga menambah kompleksitas masalah ini. Semua faktor ini tidak hanya mengganggu proses seleksi yang adil dan objektif tetapi juga dapat merusak reputasi dan integritas institusi pendidikan tinggi.

Mengurai polemik dalam pengangkatan guru besar sangat penting demi kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. Polemik yang berlarut-larut dapat menghambat perkembangan akademik dan merusak kepercayaan terhadap institusi pendidikan. Dengan menyelesaikan isu-isu terkait transparansi, akuntabilitas, dan pengaruh politik, institusi pendidikan dapat memastikan bahwa pengangkatan guru besar didasarkan pada kompetensi dan meritokrasi. Hal ini akan meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian, serta menciptakan lingkungan akademik yang lebih sehat dan produktif.

Faktor-Faktor Penyebab Polemik Guru Besar

Pertama, transparansi dan akuntabilitas. Hal transparansi dan akuntabilitas merupakan dua elemen kunci dalam proses pengangkatan guru besar yang dapat memastikan keadilan dan integritas. Transparansi berarti semua tahapan proses seleksi, mulai dari kriteria penilaian hingga pengumuman hasil, dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. Ini mencakup publikasi persyaratan, proses penilaian, dan alasan di balik keputusan yang diambil. Akuntabilitas, di sisi lain, mengharuskan semua yang terlibat dalam proses pengangkatan untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka. Dengan adanya akuntabilitas, setiap penyimpangan atau ketidakberesan dapat ditelusuri dan diperbaiki. Kedua elemen ini penting untuk mencegah praktik-praktik tidak etis seperti nepotisme dan favoritisme, serta untuk memastikan bahwa hanya individu yang benar-benar memenuhi syarat yang diangkat sebagai guru besar. Implementasi transparansi dan akuntabilitas akan meningkatkan kepercayaan di kalangan dosen dan mahasiswa serta memperkuat reputasi institusi pendidikan.

Kedua, politik kampus. Hal ini sering kali menjadi faktor yang memperkeruh proses pengangkatan guru besar, menciptakan polemik yang merugikan lingkungan akademik. Pengaruh politik ini bisa datang dari berbagai arah, termasuk kelompok kepentingan internal dan eksternal yang memiliki agenda tersendiri.

Dalam beberapa kasus, keputusan pengangkatan guru besar tidak didasarkan pada kompetensi atau prestasi akademik, melainkan pada afiliasi politik atau kedekatan personal dengan pihak berpengaruh. Hal ini mengakibatkan proses seleksi yang tidak adil dan mengorbankan kualitas akademik. Oleh karena itu, penting untuk memisahkan pengaruh politik dari proses akademik guna memastikan bahwa pengangkatan guru besar dilakukan secara objektif dan berdasarkan meritokrasi.

Ketiga, kualitas dan kuantitas. Dalam proses pengangkatan guru besar, isu kualitas dan kuantitas sering kali menjadi sumber polemik yang signifikan. Beberapa institusi pendidikan menghadapi tekanan untuk meningkatkan jumlah guru besar dengan cepat, terkadang tanpa mempertimbangkan standar kualitas yang seharusnya. Akibatnya, proses seleksi mungkin menjadi lebih longgar, dan individu yang tidak sepenuhnya memenuhi kriteria kualitas akademik dapat diangkat sebagai guru besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun