sedekah ngentas dateng siti
dermaipun ……… .
Itulah sepenggal bacaan mantra yang diucapkan sang dukun Suku Tengger. Entas-entas adalah sebuah acara adat untuk mengentas leluhur yang sudah meninggal. Di acara tersebut rangkaiannya antara lain rakan tawang, mohon ijin kepada yang akan ditempati. Kedua, merniti (menghitung leluhur yang akan diswargakan atau yang akan dientas). Esok dilanjutkan ngelukat sebagai acara puncak atau pembersihan leluhur. Sedangkan urutan acara resepsi entas-entas, yang pertama mepek, artinya ubarampe yang akan dihaturkan, berarti sudah komplet. Setelah mepek, baru dihaturkan oleh yang namanya dukun.
Yang dihaturkan sesajen yang berupa dandanan. Usai mepek, didoakan bersama-sama, pihak keluarga menghaturkan sesaji untuk persembahyangan. Setelah itu baru acara ramah tamah atau makan bersama. Esoknya, ngelukat, artinya melabuh sesaji. Tempat leluhur dilabuh nantinya, di sungai terdekat, Sungai Mandrim. Yang dilabuh pitra yadnya-nya, seperti foto atau gambar-gambar orang yang sudah meninggal.
Hari ketiga di Wonokitri. Kami tidak lagi menjalankan proker di hari ketiga ini. Kami diberi kesempatan untuk berwisata di Gunung Bromo. Kegiatan kami mulai pagi hari pukul 3 pagi dengan mobil jeep. Kami berangkat pagi petang karena mengejar sunset di Gunung Bromo. Sunrise Bromo yang sangat indah sehingga dijuluki Golden Sunrise yang dapat disaksikan dengan sedikit usaha dan pengorbanan. Kami sudah menyiapkan diri masing-masing, double jacket, sarung tangan, kupluk, apa pun yang bisa membuat kita merasa hangat di udara yang dingin menusuk.
Mobil L300 bak terbuka sudah menanti kami di depan rumah. Selain kami, ternyata sudah banyak juga group yang akan berangkat ke puncak Penanjakan Bromo untuk melihat kemunculan si ‘gagah’ mentari pagi, layaknya fans yang sedang menunggu kemunculan artis pujaannya. Bedanya, mereka naik jeep-jeep yang menjadi transportasi favorit mengitari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini. Jalan berkelok-kelok, udara dingin menusuk, dan embun-embun pagi berubah percikan air serasa merayap di wajah saya menambah dinginnya saat itu. Lama dari pos menuju puncak Penanjakan Bromo sekitar 30 menit.
Setibanya disana, kami langsung ditawari penyewa-penyewa jaket hangat sekitar 25 ribu. Ternyata penggemar matahari terbit itu sudah banyak membludak. Mereka ada dimana-mana, mencari posisi yang strategis sebelum ‘acara’ dimulai. Kami pun menemukan posisi melihat sunrise yang butuh perjuangan untuk naiknya. Namun tempat ini strategis untuk melihat sunrise. Tak lama, sunset mulai terlihat. Memang benar adanya sungguh indah sunset di Gunung Bromo. Tak henti-hentinya kami berkata “Wahh” untuk mengungkapkan keindahan ini. Bahkan setelah matahari telah terbit pemandangan tetap begitu indah.
Perjalanan ke Bromo ini kami lanjutkan dengan mengunjungi beberapa lokasi yang masih berada disekitar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini. Ada bukit teletubies dengan padang savana, gundukan pasir berbisik menjulang, hingga tujuan akhir ke Kawah Bromo. Mobil melaju begitu kencangnya, belok sana-sini kayak bajaj seenak supirnya. Kapan pun gelombang di jalan, kami harus selalu siap sedia. Hingga akhirnya mobil bak terbuka itu berhenti dan mesin dimatikan.
“Horee…!”, teriak saya dalam hati.
Akhirnya kami berhenti di satu-satunya tenda kecil penjual jajanan gorengan, teh manis hangat, dan lainnya. Inilah bukit teletubbies. Sebuah pemandangan bukit yang berwarna hijau dengan hamparan pasir serta rumput hijau ke kuning-kuningan. Singkatnya di tempat ini kami manfaatkan untuk beristirahat, berfoto dan mengambil konten.
Singkat cerita kami melanjutkan perjalanan menuju ke gundukan pasir dan kawah bromo. Di destinasi ini sama halnya begitu indah seperti destinasi-destinasi lain sebelumnya. Di destinasi ini kami menjumpai banyak turis mancanegara. Kami sempat berbincang dengan James dan Bianca seorang backpacker yang berasal dari Australia.