Kebutuhan daging sapi sebagai sumber protein hewani semakin meningkat, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keseimbangan gizi.Â
Untuk memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat, upaya yang dilakukan yaitu meningkatkan populasi, produktivitas maupun reproduksi ternak tersebut. Dalam upaya peningkatan populasi ternak sapi, sering ditemukan gangguan-gangguan yang dialami oleh ternak tersebut,salah satunya adalah gangguan reproduksi seperti prolapsus uteri.
Prolapsus uteri atau sering juga disebut dengan broyong merupakan kasus gangguan reproduksi dimana uterus induk sapi keluar dari tubuh melalui vagina dan menggantung di vulva, kondisi keluarnya uterus bisa sebagian atau seluruh organ uterus. Kasus prolapsus uteri ini biasa terjadi pada stadium tiga kelahiran.Â
Dari banyak kasus yang sudah ditemui, prolapsus uteri terjadi beberapa jam setelah beranak (pengeluaran fetus), bahkan dapat juga terjadi setelah beberapa hari melahirkan. Sapi yang paling beresiko mengalami prolapsus uteri adalah induk sapi yang sudah beberapa kali melahirkan dibandingkan dengan sapi dara.
Kasus prolapsus uteri disebabkan oleh berbagai faktor seperti  tingginya hormone estrogen, kelainan genetik, tekanan intra abdominal saat berbaring, dan ternak sering di kandangkan.Â
Namun, fektor penyebab prolapsus uteri yang paling sering diakibatkan karena bentuk kandang dan kesulitan saat beranak (distokia). Kondisi lantai kandang yang terlalu miring, dimana lantai kandang dibagian belakang lebih rendah daripada bagian depan. Perejanan yang berlebihan yang diakibatkan karena distokia juga mengakibatkan prolapsus, hal ini menyebabkan kesakitan dan ketidaknyamanan saat beranak serta terjadi iritasi pada saluran reproduksi.
Hal lain yang menyebabkan prolapsus uteri adalah kekurangan nutrisi saat induk sapi bunting. Kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan ligamenta penggantung uterus menjadi kendor, lemah, dan lambat untuk kembali pada posisi semula setelah partus. Pada sapi perah, kasus prolapsus uteri ini juga disebabkan karena rendahnya calcium dalam darah, karena calcium dimaksimalkan pada produksi susu untuk anak sapi yang akan dilahirkan.
Kasus prolapsus uteri dapat menyebabkan kematian yang diakibatkan karena pendarahan internal dari pembuluh darah arteri yang putus saat tertarik oleh keluarnya organ uterus. Selain menyebabkan kematian, dapat pula mengakibatkan infeksi dan pengerasan pada endometrium ternak.
Tanda-tanda yang terlihat pada kejadian prolapsus uteri yaitu induk sapi terlihat gelisah, biasanya induk akan berbaring atau juga berdiri dengan kondisi uterus menggantung dibelakang.Â
Selaput fetus atau selaput mukosa akan terbuka serta terkontaminasi oleh feses, jerami, kotoran dan gumpalan darah. selain itu, uterus akan membesar dan oedematous apabila kondisi tersebut telah berlangsung selama 4-6 jam atau lebih.
Penanganan yang dilakukan untuk kasus ini yaitu pengembalian organ ke posisi semula oleh pertolongan tim medis dengan cara mencuci uterus seluruahnya menggunakan air hangat yang dicampur dengan antiseptik agar uterus tetap basah dan tidak mengalami kekeringan.Â
Uterus diangkat perlahan agar tetap sejajar  vulva, hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan pada ligamentum lata dan buluh-buluh darah balik pada uterus serta mengembalikan sirkulasi pada keadaan normal.Â
Kemudian, uterus direposisi dengan cara vulva dikuakkan dan pertama bagian ventral kemudian dorsal uterus dimasukkan, mulai dari pangkalnya dibagian servik yang terdekat pada vulva.Â
Sesudah uterus direposisi dan kembali secara sempurna, ternak disuntikan anastesi untuk mengurangi perejanan dan antibiotik untuk menghindari adanya infeksi setelah penanganan, ternak juga dijahit dengan jahitan vulva flexa. Setelah penanganan dilakukan, sebaiknya ternak ditempatkan pada posisi belakang lebih tinggi dibandingkan bagian depan.
Pencegahan untuk prolapsus dapat dilakukan dengan cara mengatur posisi kandang tempat ternak di pelihara. Kondisi kandang sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan reproduksi ternak. lantai kandang biasanya dibuat dengan kemiringan 5 derajat, dimana lantai kandang bagian belakang lebih tinggi dibandingkan bagian depan, oleh karena itu bentuk kandang harus diatur sedemikian rupa. Pemberian nutrisi yang cukup pada saat ternak bunting juga perlu dilakukan untuk menghindari hypocalcemia (kekurangan calcium) untuk induk sapi perah. Pemilihan semen saat dilakukan inseminasi buatan (IB) juga perlu, jenis semen yang dipilih harus disesuaikan dengan kondisi tubuh induk untuk menghindari terjadinya kasus distokia (kesulitan beranak) yang kemudian dapat memacu terjadinya prolapsus uteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H