Mungkin bagi beberapa orang, menghadapi adanya kerusuhan dan konflik yang dilakukan oleh kelompok etnis tersebut adalah dengan melaporkan ke polisi untuk ditangkap dan ditindak-lanjuti. Namun, bagi para narasumber kami itu mungkin cara 'cepat/simple'nya tapi kurang bijaksana. Kenapa? Mungkin jika mau diajak berpikir, kita harus ingat bahwa bagaimanapun mereka (kelompok etnis) tersebut adalah saudara kita sebagai sesama warga negara Indonesia. Kita paham bahwa apa yang mereka lakukan salah, tapi kurang bijaksana jika kita serta-merta menyalahkan mereka. "Mereka seperti itu bukan tanpa alasan, Mbak. Pasti ada faktor yang melatarbelakangi. Misalnya, budaya membawa parang/golok itu memang sudah menjadi budaya di lingkungan kampung halaman mereka. Salahnya memang, mereka membawa budaya mereka 'yang belum tentu bisa diterima' ketika mereka merantau ke daerah lain, terlebih kayak Jogja begini. Padahal hal tersebut, bisa jadi karna faktor pendidikan dari lingkungan atau orang tua mereka yang tidak mengajarkan untuk 'ber-etika' ketika masuk ke daerah lain, menghargai budaya lain dan sebagainya", tutur Pak Ari Ketua Keamanan Babarsari. Pak Ari juga menambahkan, bahwa tidak semua orang dari kelompok tersebut itu seperti itu (suka rusuh dsb), jadi ada faktor yang melatarbelakangi. Oleh karena itu, beliau-beliau ini (para narasumber kami) membuat strategi yang tepat dan bijaksana dengan cara 'merangkul' mereka, sebagai saudara dan keluarga yang menasehati dan menegur ketika mereka berbuat salah, serta menolong mereka ketika mereka kesulitan dan sebaliknya. "Untuk konflik di Babarsari, sebetulnya kampung kami ini aman, Mbak. Ketika banyak terjadi kerusuhan di kampung sebelah, kampung kita tetap aman. Karena senior mereka memberi pesan : "Jangan sampai kalian membuat onar di Babarsari, kalau sampai buat onar disana kubelah kepala kalian!" - mereka seperti itu, karena mereka kenal baik dengan kami. Hanya saja memang ada beberapa keributan yang terjadi di kampung lain, yang mungkin saja karena minimnya interaksi", tutur Pak Hari. Strategi-strategi bijaksana seperti inilah, yang dapat menjadi solusi untuk bisa diterapkan oleh para warga dari kampung lainnya yang menghadapi masalah yang sama.Â
Begitulah, cerita singkat fakta sebenarnya yang terungkap dari hasil wawancara kami kemarin. Bahwasannya, tidak semua dari kelompok mereka memiliki karakter seperti itu (suka mabuk-mabukan, nakal, tawuran), jikalau iya itupun pasti ada faktor yang melatarbelakangi. Dan tentunya ada faktor-faktor lain yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan remaja seperti itu, misalnya karena faktor sosial atau budaya dan sebagainya. Kita boleh mengatakan itu 'salah', tapi bukan berati kita kemudian mengolok mereka, menjauhi mereka, bahkan membiarkan mereka begitu saja ketika butuh pertolongan karena alasan 'tidak suka, takut dsb'. Mereka tetap manusia dan mereka juga warga negara Indonesia, kita keluarga dan kita sama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H