Keluarga kecil itu tidak terbiasa merayakan hari ulang tahun, lebih karena mereka keluarga religius yang tidak menganggap penting hal-hal seperti itu.
Tapi tahun ini, putri kecil mereka yang hampir berusia enam tahun meminta kue ulang tahun seperti teman-temannya sambil menangis tersedu-sedu. Jadilah malam ini, tepat sebelum usia gadis kecil itu enam tahun, keluarga kecil itu berjanji untuk memotong kue bersama, di ruang keluarga mereka setelah sang ayah pulang kerja.
Kue ulang tahun cantik berwarna merah muda itu sudah diletakkan sejak tadi di atas meja. Si empunya sudah tidak sabar menunggu sang ayang pulang ke rumah.
Waktu berjalan dengan sangat cepat.
Sudah pukul sepuluh malam. Seharusnya gadis kecil seusianya sudah tidur sejak satu jam yang lalu, tapi dia memaksakan diri menunggu ayahnya yang belum juga pulang. Dia masih tetap ngotot duduk di sofa ruang tamu, berjaga-jaga kalau ayahnya datang, ia ingin jadi yang pertama menyambut ayahnya.
“Adel, udah yuk, tidur dulu, sudah malam!” Ibunya merapat ke sofa, duduk di samping gadis kecil itu.
Si gadis kecil, Adel namanya, menggeleng kuat-kuat. Dia tidak ingin tidur, dia hanya ingin menunggu ayahnya yang tadi pagi berjanji akan pulang cepat untuk potong kue dan makan malam bersama. Gadis kecil berkuncir dua itu tidak peduli, dia bersikeras untuk menunggu.
Setengah jam berlalu lagi, kali ini hujan deras sudah turun, menjadi irama yang menemani gadis kecil yang terkantuk-kantuk itu. Sudah beberapa kali dia berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka, mengusir kantuk yang sejak tadi mengganggu matanya.
Setengah jam berikutnya, gadis itu akhirnya menyerah dan tenggelam di alam mimpi, lupa dengan tujuan awalnya menunggu sang ayah. Dia tidak peduli lagi, paling-paling jika ayahnya datang, ayahnya akan membangunkan dan mereka bisa makan malam bersama meski tahu persis bahwa jam makan malam sudah jauh tertinggal di belakang.
***
Oktober, sembilan tahun lalu