Mohon tunggu...
Salma Putri Rany
Salma Putri Rany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Tetaplah hidup walaupun cobaannya awikwok:)

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Hukum Kewarisan Islam

17 Maret 2023   10:11 Diperbarui: 17 Maret 2023   10:38 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Bab X, penulis menyampaikan sembilan poin pembahasan mengenai Warisan Ahli Waris yang Statusnya diragukan yaitu warisan anak zina, warisan anak li'an, warisan orang hilang (mafqud), warisan orang yang mati serentak, warisan orang yang tertawan (asir), Khuntsa, Anak yang masih dalam Kandungan dan Pusaka anak pungut. Anak hasil zina hanya mempunyai hubungan darah nasab, waris, dan nafkah dengan ibunya dan keluarga ibunya. Lalu pada kewarisan anak li'an dari kerabat ibu adalah mereka dilahirkan dalam tempo sembila bulan (270) hari paling lama, dari tanggal mawaris kerabat ibunya wafat supaya dapat dipastikan bahwa anak itu telah ada diwaktu muwarisnya meninggal. 

Mengenai pembagian harta waris terhadap orang yang hilang (mafqud), para ulama sepakat menyamakan pembagiannya seperti pembagian waris dengan jalan perkiraan, seperti kewarisan Khuntsa dan anak yang berada dalam kandungan. Sedangkan warisan orang yang mati serentak para ahli hukum Islam seperti abu bakar, Zaid bin Abbas Auza'i Malik, Imam Syafi'i, Abu Hanifah, Ahmad berpendapat bahwa diantara mereka tidak boleh saling mewarisi. 

Penyelesaian hukum waris orang yang tertawan sangat dibutuhkan peranan hakim dalam memutuskan status dan keberadaannya setelah sebelumnya ditempuh upaya untuk mendapatkan informasi mengenai orang yang tertawan tersebut. Cara untuk menentukan bagian warisan seorang Khuntsa adalah dengan cara meneliti tanda-tanda kedewasaannya, sebagaimana biasanya tanda-tanda kedewasaaan seorang laki-laki dan perempuan berbeda. Anak yang masih dalam kandungan menurut pendapat Muhammad Ali Ash-Shabuni menyangkut kewarisan ini harus dipenuhi dua persyaratan yaitu : 1. dapat diyakini bahwa anak tersebut sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat pewaris meninggal dunia, 2. bayi yang terdapat dalam kandungan tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup, sebab hanya ahli waris yang hidup pada saat si pewaris meninggal yang berhak mendapat warisan. Menurut pendapat Umar bin Khatab, harta peninggalan anak pungut dimasukkan ke dalam Baitul Maal, namun sebagian ulama berpendapat bahwa hartanya itu diberikan kepada orang yang memungutnya. 

Pada Bab XI, penulis menyampaikan pembahasan mengenai Hukum Waris Islam dalam Hukum Positif Indonesia. Mengenai penjelasan penerapan hukum kewarisan islam secara khusus pasca kemerdekaan Indonesia, sebagai berikut : a. Periode sebelum lahirnya UU Nom7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, b. Periode UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, c. Periode UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Pada Bab XII, penulis menyampaikan pembahasan mengenai Hukum Waris dalam Kompilasi Hukum Islam. Kesimpulan pokok-pokok materi hukum kewarisan islam dalam kompilasi hukum islam yaitu : 1. Secara umum serupa dengan faraidh. 2. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketentuan mengenai hukum kewarisan yang diatur dalam KHI berpedoman pada garis-garis hukum faraidh. Penggunaan asas qath'i lebih mendominasi perumusannya, dan seluruhnya hampir didasarkan pada garis rumusan nash yang terdapat dalam al-Quran. 3. Wasiatt wajibah bagi anak angkat 4. KHI tidak mengadopsi ketentuan hukum Adat yang menyamakan hak dan kedudukan anak angkat dengan status anak kandung. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 171 huruf h. 5. Bagian anak laki-laki dan anak perempuan tidak mengalami reaktualisasi. Kepastian ini berpegang pada nash Al-Quran surat An-Nisa ayat 11.8 6. Penertiban warisan bagi anak yang belum dewasa. Mengantisipasi kejadian lenyapnya harta warisan saat sang ahli waris anak sudah dewasa maka KHI melalui Pasal 184 menggariskan suatu kepastian penegakan hukum :

1. Untuk menjamin terpelihara dan keutuhan harta warisan yang menjadi bagian anak yang belum dewasa diangkat wali.

2. Pengangkatan wali berdasarkan putusan hakim (pengadilan). 

3. Menurut Pasal 107 KHI perwalian berlangsung sampai anak berumur 21 tahun

4. Pasal 107 ayat (2), perwalian meliputi diri dan harta kekayaan anak. 

5. Pasal 107 ayat (4), wali sedapat mungkin dari keluarga anak.

6. Pasal 110 ayat (2), wali dilarang mengikat, membebani, mengasingkan harta orang yang berada di bawah perwalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun