Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dari berat abu yang dihasilkan diperkirakan hanya kurang dari 5% dari berat atau volume sampah semula sebelum dibakar. Di negara-negara maju abu sisa pembakaran ini dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku bangunan.
Biaya Pembangunan PLTSa
 Pembangunan diestimasi untuk yang membutuhkan lahan seluas 14 hektar, biaya pembangunannya Rp143 miliar atau kurang setengah dari biaya insinerasi dan biaya operasional yaitu Rp 25 miliar. Lama periode balik modal 4 tahun, dengan nilai IRR 28.6%. Biaya investasi awal bisa beragam sesuai dengan kapasitas produksi bahkan dari studi kelayakan di Banda Aceh estimasinya hanya menghabiskan Rp 40 milyar (Rachmad Ikhsan, 2014) berdasarkan berbagai perhitungan parameter. Namun bisa jauh lebih besar biayanya dari yaitu trilyunan.
Surabaya misalnya dengan kapasitas 10 MW, Surabaya akan menjadi kota pertama yang mengoperasikan pembangkit listik berbasis biomassa tersebut pada tahun 2019. Biaya investasi yang dikucurkan sekitar US$ 49,86 juta (Rp 709-an milyar) dan bisa menyerap volume sampah sebesar 1.500 ton/hari.
Masih di tahun ini, Lokasi PLTSa kedua berada di Bekasi, yang memiliki nilai investasi sebesar US$ 120 juta (Rp 1.7 t) dengan daya 9 MW. Meski demikian, PLTSa tersebut masih menunggu persetujuan studi kelayakan dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) sehingga ada kemungkinan beroperasi tahun 2021.
Sementara pada tahun 2021 bakal ada tiga pembangkit sampah yang berlokasi di Surakarta (10 MW), Palembang (20 MW) dan Denpasar (20 MW). Total investasi untuk menghasilkan setrum dari tiga lokasi yang mengelola sampah sebanyak 2.800 ton/hari sebesar US$ 297,82 juta (Rp 4.2 t).
Setahun kemudian, yakni tahun 2022, pengoperasian PLTSa akan serentak berada di lima kota dengan investasi, volume sampah dan kemampuan kapasitas yang bervariasi. Kelima kota tersebut antara lain DKI Jakarta sebesar 38 MW dengan investasi US$ 345,8 juta (Rp 4.9 t), Bandung (29 MW - US$ 245 juta, Rp 3.5 t), Makassar, Manado dan Tangerang Selatan dengan masing-masing kapasitas sebesar 20 MW dan investasi yang sama, yaitu US$ 120 juta (Rp 1.7 t).
Perbedaan biaya (investasi) itu tergantung teknologinya seperti apa, kapan dimulai pekerjaan, volume dan jenis sampah. Apalagi jika dipadukan dengan PLN yang sudak eksis sebelumnya sehingga tak perlu lagi membangun turbin, generator dan perangkat jaringan arus listrik ke konsumen. Sekali lagi proyeksi investasi pada skala kota sedang seperti Mataram masih bisa disesuaikan dengan sejumlah parameter teknis dan variable lokal lainnya. Pengembangan dalam skala besar tetap dimungkinkan mengikuti stok bahan sampah dan kebutuhan energi produksi.
Â
Potensi Daya Listrik
Jumlah potensi daya yang mampu dibangkitkan dari kandungan energi yang tersedia dari sampah bervariasi antara 500 KW sampai 10 MW. Bandingkan dengan PLTU berbahan bakar batubara dengan daya 40 MW sampai 100 MW per unit atau PLT nuklir berdaya 300 MW sampai 1200 MW per unit.