Tuhan, sudah Ramadan lagi
dan aku masih hidup di sini
di gumulan jutaan nyawaÂ
di antara nafas-nafas titipanmu yang dilupakan
di antara sendi-sendi pada tubuh yang bergerak tidak sadar, tidak merasakan daya cipta yang Kau beriÂ
hanyut saja, melanjutkan ritual hari-hari dalam bualan keinginan diri
Tuhan, Ramadan ini masih melekatkan suasana Ramadan sebelum-sebelumnya
setiap azan mengiang di telinga menyelinap ke otak. menembus dimensi ingatan
setiap azan menggaung di dada mengiringi detak risau yang entah sebab apa
Tuhan, apakah Ramadan akan terus bersemayam dalam rindu yang menggelisahkan?
mengingatkan kematian dan kehidupan dalam ruang yang kekal dan penuh terkaan iman
Ramadan menjelma cuaca,Â
menjelma kesabaran
menjelma kehausan dan kelaparan
menjelma kampung halaman
menjelma masa kecil
menjelma kehangatan obrolan
menjelma pertemuan
menjelma perpisahan
Ramadan menjelma cinta dan kepercayaanÂ
detik jam menuju maghrib terasa berbunyi lebih keras dari jalan yang penuh kemacetan
menghilangkan ketakutan takhayul waktu peralihan
Â
Tuhan inilah Ramadan
ayat-ayat terbaca cepat penuh hasrat di mana-manag
gengsi pada iman dan kesempatan yang selalu menitik di dada di manapun jiwa iman berada
oh ..hasrat yang selalu menggerakkan lidah, hati, pikiran, dan tubuh yang berpuasa
penuhilah hasrat-hasrat itu dengan cintaMu TuhanÂ
jadikanlah hasrat itu sebagai jalan melepas diri dan dunia fana
agar sekalipun tidak bertemu lagi dengan Ramadan esok.Â
Syukur terlontar dalam nyawa yang beranjak mendekatiMu
tercatat baik di dalam hati; Ramadan ini sama dengan sebelum-sebelumnya, kebaikanMu memeluk erat hidup dan segala lemahku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H