Hamparan lahan luas peternakan sapi perah di Poso, Sulawesi Tengah, diberdayakan sebagai lahan produktif. Sekitar 3.500 hektar lahan ini menjadi sorotan dengan masuknya investor dari Vietnam. Disamping itu, sekitar 1.500 hektar tanah akan dikembangkan sebagai bagian dari pemberdayaan sumber daya agraria dan mendorong masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi. Warga Poso yang mendapatkan manfaat pengolahan lahan bisa menggunakannya untuk pakan ternak sapi perah seperti rumput gajah.
Sampai saat ini, luasan tanah dengan Hak Pengelolaan (HPL) lahan di Poso tersedia sekitar 6.647 hektar. Pada tahun 2025 ini, sekitar 3.000 hektar akan direalisasikan kembali  sehingga bisa dimanfaatkan sebagai lahan agraria untuk kepentingan masyarakat.Â
Sementara itu, Ibu Kota Nusantara (IKN) saat ini dalam tahap pembangunan, dan menarik pihak lain yang tidak berkepentingan dengan mendirikan pondok-pondok nonpermanen, tenda, warung serta pemukiman tidak resmi. Kehadiran oknum tersebut sangat mengganggu ketertiban dan keamanan di IKN.Â
Oknum atau mafia tanah yang mendirikan bangunan tidak resmi diatas kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), mendapatkan langkah-langkah penerbitan baik melalui pendekatan kekeluargaan maupun tindakan persuasif. Tindakan mafia tanah yang mengklaim tanah milik negara tentu saja sangat merugikan negara dan masyarakat.Â
Sebaliknya, warga yang ingin memanfaatkan lahan secara legal dan benar, dan telah terdaftar di kelurahan dan kecamatan sebagai calon penerima Hak Pengelolaan atas tanah tersebut sehingga bisa memanfaatkannya.Â
Desa Malaka, Lombok Utara terkenal dengan keindahan pantai dan destinasi wisata. Disinilah terletak tanah Hak Pengelolaan (HPL) sekitar 1,26 hektar, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang telah memiliki izin. Dengan hak pengelolaan tersebut, masyarakat pun dapat memanfaatkan lahan sekaligus merasakan manfaat ekonomi.Â
Ketiga daerah tersebut merupakan wilayah yang memiliki lahan dengan hak pengelolaan yang dikelola langsung oleh Badan Bank Tanah (BBT), dibawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).Â
Badan Bank Tanah, Perang Melawan Mafia Tanah
Seperti di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Daerah Khusus Jakarta serta daerah lain, mafia tanah berusaha menguasai tanah dengan mendirikan bangunan non permanen di atas tanah tak berpemilik atau tanah negara. Selama bertahun-tahun, kemudian tidak memiliki hak kepemilikan ataupun sertifikat tanah, namun diperjualbelikan atau dipindahkan kepemilikan. Dan, pada saat diambil kembali oleh pemerintah, kemudian tidak bisa menunjukan surat kepemilikan tersebut.Â
Selain itu, dari kasus artis Nirina Zubir, menurut Kompas.com, salah satu modus yang biasa dilakukan oleh mafia tanah adalah memalsukan dokumen resmi kepemilikan tanah. Menurut Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum dan Litigasi Iing Sodikin menyatakan bahwa perlu diketahui adalah alas haknya ditiru, mafia tanah menggunakan alas hak yang sebelumnya tidak benar menjadi benar.Â
Dari kasus-kasus tersebut, peran pengelolaan dan pemanfaatan tanah dengan baik harus diperhatikan. Hal ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja, jika tanah tidak dimanfaatkan selama 2 tahun, akan dicabut hak kepemilikannya. Â Â
Untuk pengelolaan pemanfaatan tanah dan penjaminan ketersediaan tanah tersebutlah  Badan Bank Tanah hadir dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021. Â
Menurut Kompas.com, pada tahun 2024, total aset lahan Badan Bank Tanah adalah sekitar 33.115,6 hektar dan tersebar di 45 kabupaten/kota di Indonesia. Dari kuantitas tersebut, angka aset lahan meningkat sekitar 194 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan, dari total 45 kabupaten/kota, setidaknya 13 kabupaten/kota telah dilakukan pemanfaatan tanah.
Memasuki 2025, Badan Bank Tanah menargetkan sekitar 140.000 hektar tanah dilakukan pengelolaan dengan status Hak Pengelolaan (HPL). 120.000 hektar lahan diambil dari pelepasan hutan dan sisanya diambil dari tanah terlantar, tanah bekas tambang, tanah timbun reklamasi, hingga tanah yang tidak berkepemilikan.Â
Peran Badan Bank Tanah, Swasembada Pangan Untuk Indonesia Sejahtera
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan komitmen dalam mengoptimalkan peran Badan Bank Tanah sebagai bagian dari visa besar Presiden Prabowo Subianto, yaituÂ
Menopang Swasembada Pangan
Menopang Swasembada Energi
Mendukung program hilirisasi
Menyediakan pemukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah.Â
Pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan (HPL) pada tahun 2024 di 13 Kabupaten/Kota di Indonesia menunjukan rasio 28,89 persen telah dimanfaatkan tanah untuk kepentingan umum, perkebunan, perikanan, pertanian, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pariwisata, pelabuhan serta pusat logistik.Â
Rasio ini akan bertambah dengan peningkatan tanah berstatus Hak Pengelolaan (HPL) dengan jumlah 140.000 hektar pada tahun 2025. Artinya sekitar 42.000 hektar lebih akan dimanfaatkan untuk kepentingan reforma agraria yang telah dicanangkan.Â
Dalam 5 tahun kedepan, pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan (HPL) akan mencapai puncaknya dengan naik berkali-kali lipat sehingga diharapkan sekitar 150.000-200.000 hektar tanah akan dimanfaatkan untuk swasembada pangan, swasembada energi, program hilirisasi dan menyediakan pemukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Â
Program Badan Bank Tanah pun perlu didukung oleh masyarakat dengan beberapa tindakan seperti mendata tanah atas Hak Pengelolaan (HPL) melalui Kelurahan dan Kecamatan, melaporkan mafia tanah, dan lainnya. Dengan peran ini, Badan Bank Tanah menjadi salah satu badan strategis untuk mewujudkan tata kelola tanah yang lebih baik sehingga bisa dimanfaatkan untuk masyarakat, mengurangi praktek ilegal, serta mendukung pembangunan yang lebih berkeadilan.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI