Mari kita kupas, contohnya Pelit atau minim empati misalnya. Pada orang dewasa, itu hanyalah 1 sisi dari cideranya ego. Sisi lainnya? Tidak enakan, mengutamakan perasaan orang lain dibanding dirinya. Mengapa? Karena terbiasa dikendalikan. Dipaksa memberi sebelum merasa "cukup" ataupun dibujuk untuk mengutamakan orang lain.
Padahal anak2 yang terlihat pelit, tak mau berbagi itu hanya sebentar. Mereka sedang mengenali kebutuhannya, maka bantu mereka. validasi kebutuhannya "Oh, kakak belum bisa pinjamkan, Dek. Kakak sedang pakai mainannya."
Lalu netijen berkata "kan harus diajarin berbagi"
Begini-begini, "Ngajarin" anak itu bukan berarti dikasih tau ini itu, didikte harus begini harus begitu. Tahukah, ada banyak metode yang lebih efektif yang bisa dilakukan orangtua dalam menanamkan value ataupun mengajarkan adab-adab.
Menanamkan value bisa melalui bercerita, ngobrol, bermain peran, mencontohkan, mendiskusikan apa yang dilihat, membahas apa yang diajarkan di sekolah atau hal-hal yang sedang terjadi di sekitar, dll. Apa masih kurang banyak ngajarinnya? Ya capeklah "diajarin" terus, kapan prakteknya.
Ingin menang sendiri pada orang dewasa yang memiliki ego lebih kuat sejak kanak-kanak, ego yang cidera itu muncul dalam sikap "ingin menang sendiri", merasa superior. Apa sisi lain dari ego yang tak tumbuh? mental korban, merasa tak berguna. Padahal anak-anak yang masih ingin menang sendiri, hanya sedang mengidentifikasi dirinya dan apa yang dipikirkannya. Maka bantu mereka mengenali dirinya dulu, baru perluas perspektifnya.
Bunda : Oh kamu maunya yang ini ya
Anak : Iya, ini kan lebih bagus
Bunda : Kecewa ya memang kalau tidak sesuai yang kita mau
Anak : Iyaa, Deliang maunya yang ini. Acall yang itu aja (Beri waktu sampai anak cukup tenang)
Bunda : Sudah tenang, Nak?