Mohon tunggu...
Salman Imbari
Salman Imbari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bicara Yang Baik Atau Diam Sama Sekali (Baca dan Lawan)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyo’al Dana Saksi Dari APBN; Polemik Me(numbal)kan BAWASLU

11 Februari 2014   04:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Salman Imbari

(Sekdjen Lembaga Studi Pembangunan Purwakarta/ LSPP)

Munculnya usulan alokasi APBN untuk dana saksi partai politik dalam pemilu mengungkapkan suatu persoalan yang jauh lebih mendasar, yang selama ini menghantui keberadaan parpol. Di antaranya, gagalnya kaderisasi parpol dan sistem pelaksanaan pemilu yang buruk.

Secara pribadi saya berpendapat bahwa partai politik hadir dengan tugas mendekatkan diri ke pemilih. Meminta dana saksi parpol pada APBN, memperlihatkan bahwa jika pembiayaan parpol jadi beban negara, akan menunjukkan bahwa parpol tidak mandiri.

Kehadiran saksi yang harus diongkosi duit negara juga menunjukkan gagalnya pendidikan politik dan kaderisasi parpol. Kalau kelembagaan partai jalan, saksi tidak perlu dicari dan dibiayai. Ini menunjukkan kelembagaan parpol tidak berjalan.

Di sisi lain, usulan ini memperlihatkan pelaksanaan pemilu tidak berjalan dengan baik, sehingga parpol merasa khawatir dicurangi dalam pemilu, dan merasa harus ada instrumen pengawasan melekat saat pemilu berlangsung. Ini menunjukkan ada kekhawatiran luar biasa dan ada persoalan serius dalam pemilu kita yang rentan dicurangi, seharusnya partai politik mengemban tugas besar untuk mencerahkan para pemilih lewat pendidikan politik, di mana identitas partai melekat pada anggotanya, dan para anggotanya berbangga sebagai bagian dari partai politik tertentu, Jika kaderisasi parpol berjalan dengan baik, parpol dapat mengutus kader-kadernya untuk menjadi saksi-saksi di TPS, dan negara tidak perlu direpotkan sampai harus membiayai saksi untuk kepentingan parpol.

Pemerintah harus tegas membenahi sistem pelaksanaan pemilu yang menjamin hak suara pemilih terjaga. Terutama soal sistem penghitungan suara yang bisa menjamin aspek transparansi dan mengurangi  praktek kecurangan pemilu di TPS, sehingga data-data di TPS bisa dijamin keasliannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus mahir merancang sistem pelaksanaan pemilu baik dari aspek penggunaan teknologi informasi, atau justru memperkuat sistem dengan metode manual, intinya, KPU harus mengarah ke pembangunan dan perbaikan sistemnya.

Sebenarnya, dana saksi bagi parpol juga tidak lantas menjamin kecurangan tersapu bersih di tingkat TPS. Adanya saksi dari negara belum menjamin tiadanya kecurangan dalam perolehan pungut hitung.

“MENUMBALKAN” BAWASLU

Usulan dana saksi parpol juga menuai kontroversi karena Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ditunjuk sebagai penanggungjawab dana. realita ini membuat bias fungsi pengawasan Bawaslu dan menambah kerja Bawaslu di luar tugas dan fungsi pokok yang diembannya.

Seharusnya, pemerintah dan DPR mendukung KPU dan Bawaslu lewat kebijakan dan anggaran yang memperkuat peran dan fungsi keduanya hingga mampu menjadi lembaga yang profesional, kredibel, dan mandiri dalam menghelat dan mengawal pelaksanaan pemilu.

Di samping itu, resiko kendala teknis pendistribusian dana saksi juga menanti Bawaslu. Bisa jadi ini jadi titik lemah kalau Bawaslu gagal mendistribusikan dana saksi. Ini akan jadi bumerang bagi Bawaslu untuk ditekan parpol.

Kalau arahnya semacam ini, sejak penganggaran sudah ilegal. Mengacu pada UU No. 17 menyalahi, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara juga menyalahi, UU Pemilu sendiri juga bertentangan. UU Penyelenggaran Pemilu berkata bahwa Bawaslu bukan bagian dan tupoksinya untuk mengurus dana saksi parpol. Karena, saksi parpol ini bukan struktur yang ada dalam Bawaslu, ’Ibaratnya, sakit yang mana, digaruk yang mana’.

Penolakan tentang dana saksi parpol juga terus mengalir. Hari Kamis (6/2), Harian KOMPAS memberitakan dana saksi parpol dicoret dari rancangan Peraturan Presiden, karena akan dibuat terpisah. Tekanan publik di ruang media sosial dan internet juga makin membesar.  Salah satunya adalah petisi onlineyang dialamatkan pada Presiden SBY untuk membatalkan dana saksi parpol, yang dipelopori warga masyarakat biasa. Di beragam media sosial, Twitter juga mewarnai lalu lintas lini masa.

Penolakan usulan dana saksi partai politik (Parpol) yang akan dibiayai oleh negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2014 sebesar Rp 658,03 miliar. Setidaknya ada enam permasalahan mengenai keputusan pemberian dana saksi parpol diantaranya dana saksi tidak jelas dasar hukumnya, melanggar prinsip pengelolaan keuangan negara, parpol adalah peserta pemilu legislatif, maka wajib membiayai lewat sumber yang sah menurut Undang Undang.

Selain itu hal ini akan melegalkan korupsi APBN, mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu dan menjerumuskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam pelanggaran Undang Undang.

Maka dari itu seharusnya Pemerintah Republik Indonesia agar tidak mengeluarkan kebijakan yang melegalkan pemberian dana saksi bagi parpol, Bawaslu harus tegas menolak menjadi tumpangan penyaluran dana saksi parpol, dan meminta kepada masyarakat untuk mengawasi dan mengawal anggaran pemilu dengan menelan biaya tinggi yang berpotensi “ dibelokkan” untuk kepentingan pragmatis parpol.

Purwakarta, Februari 2014

Kantor Lembaga Studi Pembangunan Purwakarta

LSPP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun