Kebijakan yang dibuat oleh Amerika Serikat telah memberikan efek domino yang merugikan khususnya bagi negara-negara Eropa dan Amerika Serikat itu sendiri.Â
Para neokonservatis pembuat kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam menegakkan demokrasi ke negara-negara berkonflik selama dua dekade ini menunjukkan sifat ketidaksabaran dan cendrung terlalu berfokus kepada pendekatan militer dan melanggengkan perang.Â
Bentuk intervensi langsung seperti di Iraq dan Afghanistan menimbulkan masalah baru seperti fenomena "mati satu, tumbuh seribu" kelompok militan dan terorisme yang silih berganti setelah kejatuhan Saddam Hussein dan kembalinya Taliban kekancah pemerintahan dengan kekuatan militer berkali-kali lipat dibanding saat pertama kali Amerika Serikat Menumbangkan mereka Pada 2001 lalu.Â
Keterlibatan Amerika Serikat dalam mendanai Arab Saudi dalam berperang melawan Militan Houthi Yaman dibanding menggunakan kebijakan non-militeristik menghasilkan konflik berkepanjangan dan menunjukkan tidak ada itikad dari para pembuat kebijakan untuk menciptakan kedamaian dan perbaikan di negara konflik. Kebijakan ini selain merugikan negara yang berkonflik juga merugikan negara-negara Eropa yang dibanjiri oleh pengungsi-pengungsi dari negaranya.Â
Selain dari banjirnya para pengungsi yang memberi dampak kepada masalah ekonomi, pula krisis ini meningkatkan sentimen-sentimen rasisme dan membangkitkan gerakan-gerakan sayap kanan, baik dalam bentuk kelompok politis maupun kelompok ekstrimis untuk naik kepermukaan.Â
Di Amerika Serikat sendiri, Warga dan kalangan militer baik dari tentara aktif dan veteran menganggap kebijakan-kebijakan intervensi ini seharusnya tidak dilakukan. Kebijakan ini pula dilihat sebagai kebijakan yang menghambur- hamburkan uang yang seharusnya bisa dinikmati untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat Amerika Serikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H