Mohon tunggu...
Salma Laila
Salma Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas muhammadiyah surakarta

mahasiswa ilmu quran tafsir universitas muhammadiyah surakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akankah Ada Hari Esok Untukku?

18 Mei 2024   19:40 Diperbarui: 19 Mei 2024   04:22 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika malam tiba pada hari itu seorang pria berbaju rapi masuk ke dalam kamarku, Itulah malam terakhir kegadisanku. Ayah tiriku menjual diriku dengan harga paling tinggi di rumah itu. Ah aku tak ingin mengingat hal kelam tersebut.

Ketika SMA aku bertemu seorang laki-laki yang sangat baik padaku. "bang Yusran, aku ini pelacur, aku ini pelacur." Ucapku sambil menangis tersedu-sedu setelah aku mengetahui bahwa ia berencana melamarku setelah aku lulus sekolah 3 bulan lagi. Ia orang yang taat agama, dia mengerti Islam dan ajaran ajarannya. Sungguh tak terduga jawabannya ketika aku jujur atas nasibku.

"Najma, itu bukan salahmu. Allah maha penerima Taubat. Lagi pula kau dipaksa melakukannya. Kau begitu karena keadaan. Aku tahu kau tidak akan berbuat demikian dengan sengaja. Benar kan?" katanya dengan lembut. Ia menerimaku apa adanya bahkan setelah mengetahui hal paling buruk yang pernah kulakukan. Aku terpesona dengan kalimatnya. Dia menerimaku dan memberiku harapan dalam satu waktu.

Hari wisudaku tiba. Hari itu pula bang Yusran melamarku. Aku menjadi istri sahnya tepat satu hari sebelum ia berangkat kuliah di Sudan.

"Abang, Najma enggak mau LDR." Rengekku pada bang Yusran. "maaf sayang, abang harus berangkat. Insyaallah suatu hari nanti abang bawa Najma ke sana ya?" ucap bang Yusran menenangkanku. Walau kami sudah menikah aku belum mau bang Yusran menyentuhku. Aku takut terkena HIV karena pekerjaanku sebelumnya. Walau sebenarnya kami sudah cek HIV dan hasilnya negatif namun tetap saja diri ini khawatir akan memberi hal buruk bagi sosok yang bisa menggantikan peran ayah kandungku yang telah lama tiada.

Aku tinggal jauh dari rumah orang tuaku. Sendirian di kos yang dipilihkan bang Yusran untukku agar aku bisa nyaman dan tidak di zalimi oleh kedua orang tuaku. Tak ada yang tahu tempat tinggalku kecuali keluarga bang Yusran karena aku tidak punya teman dan bang Yusran pun merahasiakannya dari keluargaku.

Aku selalu kontrol ke psikiater atas saran dan bujukan dari suamiku sejak aku mengeluh tentang halusinasi dan suara-suara yang terngiang dalam telingaku. Hari itu aku akan pergi kontrol ke psikiaterku. Mungkin ini sudah menjadi kontrol kelimaku. Ketika bercermin aku lihat wajah dan kulitku sangat tidak sehat, pucat dan lebih hitam. Entah sejak kapan sudah begini. Aku baru saja menyadarinya. Mungkin sebab kepalaku yang terus saja sakit dan sesak nafas yang sering kali terjadi.

Ketika aku memandang perubahan diriku saat ini, aku terbatuk hebat. Refleks tanganku menutup mulut agar ludah tak sembarang keluar. Bukan hanya ludah yang terlihat namun juga bercak darah. Aku tak lagi terkejut karena hal ini bukan kali pertama. Aku takut mengganggu proses pembelajaran bang Yusran bila memberitahunya akan hal ini. Batukku tak kunjung mereda dan justru berujung pada muntah darah. Tadinya aku sudah siap menuju psikiater dan sekarang aku harus mengganti baju yang penuh darah ini.

Aku tak menghiraukan seberapa banyak darah yang keluar sebelum berangkat kesini. Aku tak akan menyia-nyiakan kebaikan bang Yusran karena telah mengerti kondisiku. Kepalaku sangat pening hingga harus memegang dinding rumah sakit ketika menuju ruang psikiaterku.

"kuat! Aku pasti kuat!" ucapku pada diri sendiri.

[Bang Yusran sayang, Najma sudah berada di rumah sakit untuk kontrol psikiater. Terima kasih sudah sangat baik padaku sejak pertama kali kita bertemu. Semoga Allah jadikan kita berdua berjodoh hingga di akhirat.] Aku mengirimkan pesan teks padanya. Semoga ia membacanya agar tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun