3.IRFANI
 Dalam konteks linguistik, paradigma ini menekankan pentingnya intuisinya terhadap makna yang tersembunyi di balik kata-kata atau teks. Para ahli tasawuf sering kali menggunakan simbol-simbol atau metafora yang tidak langsung agar pembaca atau pendengar bisa menangkap makna esoterik yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang sudah mencapai tingkat spiritual tertentu. Ayat ini mengajarkan bahwa taqwa (kesadaran akan Allah) harus tercermin dalam setiap kata yang kita ucapkan. Ucapan yang benar (qawlan sadidan) bukan hanya tentang kebenaran fakta, tetapi juga tentang keikhlasan hati dan kesucian niat dalam berbicara.
Taqwa: Mengingat Allah dalam setiap perkataan, berbicara dengan hati yang bersih dan tulus.
Kebenaran dalam Berbicara: Kata-kata yang benar mencerminkan kesucian jiwa dan mendekatkan kita pada Allah.
Bahasa sebagai Sarana Spiritualitas: Setiap perkataan yang benar menjadi sarana untuk pencerahan rohani dan kedamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H