Penerapan paradigma integrasi antara Islam dan ilmu sosial humaniora, khususnya linguistik, memberikan pendekatan holistik dalam memahami bahasa, komunikasi, dan interaksi sosial. Dengan menggabungkan nilai-nilai agama dalam kajian bahasa, para ilmuwan dapat menyusun teori dan aplikasi linguistik yang tidak hanya bertujuan untuk memahami aspek teknis bahasa, tetapi juga untuk memperkaya kehidupan spiritual dan moral umat Islam. Integrasi ini memperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan, meskipun berkembang dalam kerangka rasional dan ilmiah, tidak harus terpisah dari dimensi keagamaan yang memberikan arah dan tujuan yang lebih luas.
terdapat dalam qs al ahzab ayat 70
QS. Al-Ahzab (33:70):
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar."
1.BAYANI
Dalam bahasa dan linguistik, pendekatan Bayani memfokuskan pada kekayaan bahasa, baik dalam arti leksikal, gramatikal, maupun gaya bahasa. Teori-teori linguistik dalam tradisi ini memanfaatkan prinsip-prinsip bahasa untuk mengeksplorasi makna yang terkandung dalam struktur kalimat dan ungkapan yang digunakan dalam teks-teks agama atau karya sastra Islam. Sebagai contoh, analisis gramatikal terhadap bahasa Arab yang digunakan dalam Al-Qur'an dapat menjadi bagian dari pendekatan Bayani ini. Ayat QS. Al-Ahzab 33:70 mengajarkan pentingnya berbicara dengan ucapan yang benar, yang tidak hanya berarti menyampaikan fakta dengan akurat, tetapi juga berbicara dengan kesadaran penuh terhadap nilai-nilai moral dan etika Islam. Dalam konteks linguistik, ini menuntut kita untuk menggunakan bahasa dengan kejelasan, kejujuran, dan kesadaran metalinguistik yang mendalam, memastikan bahwa komunikasi yang kita lakukan membawa kebaikan, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip agama.
2.BURHANI
Pendekatan Burhani sering mengandalkan argumen rasional dan analisis ilmiah dalam mempelajari bahasa dan teks-teks agama, menggunakan prinsip-prinsip logika formal dan filsafat untuk memahami makna yang terkandung dalam kata-kata dan kalimat. Dalam konteks tafsir, misalnya, paradigma ini mengedepankan kajian sistematis terhadap bahasa Arab Al-Qur'an, tatabahasa, dan kaidah-kaidah logika untuk menemukan tafsir yang sesuai dengan akal dan rasio. Ayat ini mengajarkan bahwa berbicara dengan kebenaran (qawlan sadidan) dan taqwa (kesadaran akan Allah) sangat penting untuk komunikasi yang efektif dan hubungan sosial yang sehat.
Komunikasi yang Jelas: Ucapan yang benar menghindari kesalahpahaman dan konflik.
Taqwa: Kesadaran akan Allah mendorong untuk berbicara dengan hati-hati dan bertanggung jawab.
Kejujuran: Kebenaran memperkuat kepercayaan dan kerjasama sosial.