Mohon tunggu...
Salis Nuraysiah
Salis Nuraysiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - belajar

your life is as good as your mindset.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Masyarakat Madani dan Kerukunan Umat Beragama

9 Desember 2021   12:36 Diperbarui: 9 Desember 2021   15:06 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SALIS NURAYSIAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Dosen Pengampu : Siti Rohmah M.HI


Abstrak

Menjadi masyarakat wajib untuk bisa sadar dengan bagaimana hak-hak sebagai warga. Bahkan tidak hanya sadar kepada hak sebagai warga Negara, namun juga harus paham akan kewajiban yang harus dilakukan sebagai masyarakat. 

Dimana harus menjadi orang yang saling menghargai, menghormati sesama masyarakat, mempunyai adab berbicara yang baik dan sopan, selalu menjunjung dan mengamalkan sikap kemanusiaan, dan juga berpikiran maju atau kedepan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah yang dimaksudkan dengan masyarakat madani. Apalagi sebagai Negara Indonesia yang menjunjung tinggi akan keberagaman dan sikap toleransi yang tinggi. 

Masalah masyarakat madani ini masih saja menjadi isu yang marak untuk dijelajahi dalam dunia ini. Disinilah sebuah demokrasi harus ditetapkan untuk membangun Negara yang berpedoman madani. 

Dengan ini sangat diperlukan keikutsertaan masyarakat untuk bisa sadar akan pentingnya menghargai sesama manusia. Diharapkan dengan saling kerja sama dalam kerukunan akan membawakan kehidupan yang senantiasa berwarna.

Abstract

Being a community is required to be aware of how the rights as a citizen. In fact, they are not only aware of their rights as citizens, but also must understand the obligations that must be carried out as a community. 

Where they must be people who respect each other, respect fellow people, have good and polite speaking manners, always uphold and practice humanitarian attitudes, and also think forward or forward in terms of science and technology. This is what civil society means. 

Moreover, as an Indonesian state that upholds diversity and a high tolerance attitude. This is where a democracy must be established to build a civilly guided country. This is where a democracy must be established to build a civilly guided country. With this, it is very necessary for the participation of the community to be aware of the importance of respecting fellow human beings. It is hoped that mutual cooperation in harmony will bring a life that is always colorful.

Pendahuluan

Di Indonesia masih banyak kasus yang tejadi antar umat beragama yang terjadi. Seperti contohnya pada kasus yang terjadi di Ambon dan Maluku yang menimbulkan perpecahan antar umat beragama. 

Bahkan telah menjadi kerusuhan spiradi yang melibatkan etnis tertentu lainnya. Kasus antara Ambon dan Maluku ini merupakan pertikaian antara agama Islam dan Kristen. Masalah ini terjadi antara supir angkot dengan pemuda keturunan Bugis. 

Supir angkot yang beragama Kristen dan seorang pemuda keturunan Bugis ini beragama Islam. Dimana dalam kasus ini suasana yang membara menyelimuti masyarakat. Dilihat dari sinilah pemahaman akan kerukunan umat beragama harus diperhatikan betul-betul agar terpicunya kehidupan yang lebih damai. Jika tidak diperhatikan seserius mungkin bisa jadi akan lebih terciptanya masalah hingga menuju efek pada bidang politik. 

Tidak hanya politik saja, bahkan bisa merambat pada permasalahan ekonomi, budaya, bahkan juga social. Dengan ini, seharusnya pemahaman akan kerukunan antar umat beragama seharusnya lebih diperhatikan agar terciptanya persatuan dan kesatuan (Ahsan, 2015).

Apalagi sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial agar terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dimana persatuan yang dimaksudkan disini adalah tidak adanya konsep membeda-bedakan antara masyarakat dalam aspek ras, agama, suku, dan golongan. 

Dengan itulah Negara Indonesia ini sangatlah cocok menggunakan konsep masyarakat madani dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat madani ini pernah terjadi pada masa awal pemerintahan Islam terbentuk. 

Pada zaman ini kebebasan untuk berpendapat, kebebasan mendapatkan hak asasi manusia, kebebasan untuk mendapatkan keadilan yang sama rata, maupun keadilan dalam bersosialisasi (Ahsan, 2015).

Dengan mewujudkan masyarakat madani seperti ini, diperlukan system Islam yaitu baldatun toyyiban warobbun gofur. Makna system ini sangatlah luas, dulunya pernah digunakan pada Negeri Saba'. 

Konsep ini sangat mewadahi ilmu mengenai pemaparan akan masyarakat madani yang bisa diteladani, bahkan konsep Negara untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan agar tidak terpecahkan hanya karena perbedaan, dan bagaimana perwujudan Negara yang baik agar terciptanya kerukunan antar sesame masyarakatnya. 

Konsep masyarakat madani sendiri mempunyai kata kunci yang bisa diterapkan yaitu term ummah dan term madinah. Kedua kunci ini sangat penting dalam pelaksanaan masyarakat madani di Negara Indonesia ini. Nilai ini menjadi dasar, instrumental, dan juga pandangan hidup yang bisa dipelajari untuk penerapan kehidupan sehari-hari. Pandangan hidup yang dimaksudkan disini seperti bagaimana bentuk aturan, adab, dan norma (Elkarimah, 2016).

Dalam mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan pendidikan yang baik untuk bisa membangun kesadaran, keterbukaan, kepahaman pada masyarakat. Pendidikan ini sangat memiliki peranan besar, disinilah dapat memahami tantangan yang akan dirasakan masyarakat. 

Dengan adanya tantangan ini justru akan melatih untuk lebih siap dalam pemberlakuan masyarakat madani Dengan adanya masyarakat yang lebih siap akan membuat masyarakat berpikir luas akan kemampuan maupun motivasi untuk bisa aktif dalam peranan masyarakat madani ini. 

Masyarakat madani sebenarnya memiliki sifat universal yang berarti pemberlakuan masyarakat yang dibebaskan, tidak dibatasi dalam keadaan apapun. Sehingga sangat memerlukan cara adaptasi untuk bisa bertahan hidup. Islam termasuk agama yang memperhatikan kehidupan manusia. 

Tidak hanya berpacu pada kegiatan ibadah seperti sholat, puasa, sedekah, dan haji, melainkan juga menyangkut akan cara sosial untuk melahirkan manusia yang unggul dengan daya saing yang lebih sopan. Tidak terlepas dari adab, tata krama, norma, tata cara bermasyarakat, dan masih banyak lainnya yang diatur dalam agama Islam. Semua aspek dalam kehidupan ini diatur dalam Islam tidak hanya hal yang paling berat bahkan juga hal sepele atau kecil (Elkarimah M. F., 2017).

Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab menjadi yang pertama bersentuhan dengan Al-Quran. Masyarakat Arab Jahiliyah yang terbiasa berbuat tercela seperti zaman kebodohan, menyembah berhala, memuja Ka'bah yang sangat berlebihan, mabuk, dunia perdukunan, tidak mempercayai adanya Tuhan. 

Namun pada masa itulah terdapat karakteristik masyarakat yang positif seperti semangat, keberanian, perilaku dermawan, dan juga mengabdi bagi Negara nya. 

Saat itulah Al-Quran tiba dengan tujuan mengubah cara kehidupan masyarakat Arab jahiliyah menjadi khairul ummah, khairul qarn yang berarti sebaik-baiknya generasi untuk hidup kedepannya, dan ummatan wasatan yang berarti kehidupan masyarakat yang harmonis atau seimbang dalam mengatur keadilan yang dirasakan oleh masyarakat, tidak condong ke kanan maupun ke kiri. 

Menurut Robert, seorang sosiolog modern bahwa masyarakat Arab melakukan langkah dalam membentuk kompleksitas social agar lebih cukup maju, yang selanjutnya dikembangkan khalifah- khalifah dengan adanya persiapan organisasi yang bertujuan menyatukan dunia dalam satu pemerintahan yang sama. Disinilah adanya komitemen, partisipasi yang tinggi yang membuat majunya masyarakat menjadi modern (Elkarimah M. F., 2017).

Pembahasan

Masyarakat Madani

Madani berasal dari "madaniy" yang merupakan bahasa Arab dan berarti tinggal, atau mendalami. Selain itu juga berasal dari kata "madiniy" yang bermaksudkan paham akan masyarakat di kota. 

Namun secara istilah dipahami sebagai peradaban, masyarakat yang mendiami suatu kota dan paham akan adanya pluralism. 

Dikatakan masyarakat madani ini menjadi sebuah ciri khusus yang menjadi factor pembentuk akan tatanan masyarakat dalam berbangsa, dan bernegara. 

Dimana pada prinsipnya hanya menginginkan suatu kehidupan yang menjunjung tinggi nilai peradaban, keadilan, musyawarah, dan demokrasi. 

Memacu pada system yang terbuka pada masyarakatnya, menerima kritikan yang disampaikan masyarakat demi tercapainya kesatuan. 

Dalam pelaksanaan konsep masyarakat madani, pasti tidak luput dari prinsip dasar yang menjadi tunjangan dalam pembentukan masyarakat madani ini. Prinsip tersebut meliputi system muakhah atau biasa disebut persaudaraan, ikatan cinta dan iman, persamaan antara masyarakat tinggi dan masyarakat kecil, adanya toleransi antara umat beragama. 

Sikap saling menghargai pendapat atau pemikiran orang lain, menghormati perbedaan, dan saling tolong-menolong sangat diperlukan dalam membangun masyarakat madani ini (Ahsan, 2015).

Konsep Masyarakat Madani dan Civil Society

Menurut Dato Seri Anwar Ibrahim masyarakat madani juga sama seperti konsep civil society yang identic dengan Negara. Civil society sendiri dicetuskan oleh seorang yang berkebangsaan Yunani yaitu Cicero. Menurut Cicero, civil society sebagai sumber peradaban yang diteladani masyarakat, kebudayaan yang ditiru, dan juga konsentrasi penduduk yang lebih beradab. Jadi adanya civil society ini menjadikan masyarakat madani yang lebih lengkap dan saling terhubung satu sama lain. 

Selain itu dengan adanya masyarakat madani dan civil society akan lebih komprehensif untuk menghindari perdebatan yang terjadi. Karena dengan civil society akan lebih banyak makna yang didapatkan secara filosofis yang lebih luas. Kurangnya pengertian secara luas yang dipahami saat masyarakat hanya mengenal istilah masyarakat madani saja. 

Dengan ini akan sangat relevan untuk menjadi bahan kajian yang perlu diperhatikan lebih jelas dalam penangkapan ilmu masyarakat (Nursalim, 2016).

Pada 1990, rezim orde baru civil society menjadi konsep alur jalan global yang tidak bisa terpisahkan oleh kondisi bangsa. Apalagi pada saat itu sangat kurangnya penyediaan public space untuk menyuarakan pendapat. Kritikan yang seharusnya diungkapkan oleh masyarakat guna membangun Negara yang damai, malah menjadi perdebatan hingga suara masyarakat dibungkam. 

Dimana saat itulah kebijakan menyuarakan pendapat dianggap sama dengan melawan pemerintahan Negara sendiri. Seringkali hanya dinilai omong kosong yang bahkan tidak terjadi pada masyarakat. 

Berbeda dengan Negara Amerika Serikat, disana kekuasaan Negara sangat terbatas, namun sangat kuat dalam pelaksaan hokum yang berlaku agar mendapatkan keadilan yang dirasakan masyarakat lebih seimbang. Civil society juga seringkali diarahkan sebagai masyarakat sipil yang menjadi lawan masyarakat militer (Muslih, 2010).

Dikatakan masyarakat militer juga menjadi lawan masyarakat karena adanya bantuan oleh ABRI kepada masyarakat sipil, anggota rezim Soeharto yang pada tahun 1990 seringkali membungkam masyarakat yang menyuarakan pendapatnya dan kritis akan gaya pemerintahannya yang begitu otoriter. 

Dengan ini masyarakat merasakan kebencian dalam terhadap ABRI yang seharusnya membantu meringankan beban atau menyampaikan kritikan yang banyak dirasakan masyarakat dan mungkin banyak yang merasakan akibat ulat pemerintahan. ABRI menjadi senjata para masyarakat sipil untuk melakukan aksi teror kepada para pemimpin demokrasi yang berlanjut, bahkan dilakukannya penculikan kepada anggota yang ikut menyampaikan pendapat dalam demokrasi. 

Disinilah hilangnya rasa hati nurani para ABRI yang seharusnya ikut membela masyarakat agar dapat hidup dengan damai tanpa adanya paksaan yang berlebihan oleh pemerintah (Muslih, 2010).

Istilah masyarakat madani jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi mujtama' madani yang berarti peradaban oleh Prof. Naquib Attas, seorang sejarawan. Jika dilihat dari konsep budaya, sebenarnya antara masyarakat madani dan civil society adalah hal yang berbeda. 

Dimana pada masyarakat madani lebih terpacu pada kehidupan Arab- Islam, sedangkan civil society terpacu pada kehidupan tradisi pada Barat non-Islam. 

Konsep civil society secara tatanan berpacu pada kehidupan aspek social-politik. Civil society menjadi perambatan untuk tercapainya zaman yang modern. 

Sedangkan pada masyarakat madani merujuk pada masyarakat Madinah dalam konsep ummah. Pada pemberlakuan civil society ini mendapatkan masyarakat yang mempunyai jiwa kemandirian lebih tinggi, terutama saat berhadapat dengan Negara, pemberlakukan public speaking yang bebas guna menjadikan masyarakat lebih aktif, mempunyai pemikirian yang kritis dalam politik, menjadikan Negara yang mementingkan kepentingan sesama, tidak hanya memikirkan salah satu belah pihak saja. 

Terciptanya masyarakat yang tidak terkekang akan kurangnya kebebasan dalam berpendapat justru membuat masyarakat hidup dalam persatuan dan kesatuan yang utuh (Muslih, 2010).

Dalam konsep modernitas, terdapat perbedaan yang besar antara civil society dan masyarakat madani. Karena civil society rapuh, hilang akan kepercayaan adanya Tuhan, sedangkan pada masyarakat madani terlahir sudah dalam petunjuk Tuhan yang harus dimuliakan untuk keberlanjutan hidup yang lebih baik. 

Masyarakat madani bahkan seringkali dijuluki dengan masyarakat yang demokratis akan adanya kebebasan bersuara. Terdapat hubungan yang bisa disimpulkan yaitu semua orang dalam masyarakat madani ada hak dan kewajiban yang sama dan harus ditaati, kebijakan akan diambil dengan melibatkan campur tangan masyarakat, melakukan seleksi antara kritik yang telah diulaskan masyarakat agar memenuhi keinginan masyarakat yang lebih baik, melakukan keadilan yang sepada dengan apa yang diperbuat, hukuman yang diterima, diganjar akan sama dengan perlakuan/masalah/kasus apa yang sedang dilakukan. Melibatkan campur tangan manusia disini juga berlaku pada penetapan strategi yang akan dilakukan saat mau melakukan pertahanan, penyelesaian masalah, maupun strategi perang (Muslih, 2010).

Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Pertumbuhan dan perkembangan manusia di Indonesia sangatlah cepat. Oleh karena itu Indonesia menjadi laju Negara di dunia dengan jumlah yang sangat besar. 

Dari banyaknya pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat pesat, akan lebih bertambahlah keanekaragaman yang dirasakan, seperti ras, budaya, agama, dan kepercayaan. Namun ternyata masih banyak manusia yang tidak memeluk agama, tidak ada sumber kepercayaan pada ajaran agama dalam menjalankan kehidupan. Keberagaman inilah yang pernah terjadi hingga terpicunya konflik antar umat beragama. 

Apalagi agama menjadi persoalan yang sensitive jika dibahas. Padahal Negara Indonesia sudah membebaskan untuk memilih kebebasan beragama dan kepercayaan yang bisa dianut seperti pada pasal 29 yaitu UUD 1945 menjamin kebebasan memilih agama (Ahsan, 2015).

Apalagi dengan semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang telah tertancapkan pada bangsa ini untuk membebaskan pelaksanaan ajaran agama di bawah satu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Dalam menjalankan kerukunan umat beragama, terdapat 3 prinsip sebagai landasan yang bisa dilakukan untuk menambah wawasan tentang toleransi antar umat beragama. Prinsip dasar ini terdiri dari kerukunan intern, kerukunan antar, kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. 

3 prinsip dasar ini seringkali disebut Tri Kerukunan Beragama yang dikeluarkan oleh Menteri Agama no. 70 tahun 1978 tentang pedoman agama. Meskipun begitu masih saja ada yang tidak mematuhi aturan, tapi pelanggaran ini tidak terlalu membahayakan persatuan hingga terbelah. Aturan yang diberikan tidak jauh berbeda dengan Piagam Madinah, yang memang hanya mendasar pada kerukunan antar umat beragama, sama-sama membebaskan untuk menganut agama dan kepercayaan yang bisa dipilih (Marzuki).

Yang menjadikan perbedaan masuk dalam aspek penanganan masalah yang cepet. Nabi seringkali cepat dalam menangani permasalahan yang muncul, dari awal sudah didentifikasi bagaimana penyebabnya. 

Sedangkan pemerintahan Indonesia sangat kurangnya ketegasan aparatur dalam menangani masalah yang menjadikannya semakin timbulnya permasalahan baru yang datang dan semakin meluas hinggga waktu yang sangat panjang. 

Dengan aturan kerukunan antar umat yang beragama ini, seharusnya Piagam Madinah dijadikan sebagai teori atau landasan yang bisa dicontoh dalam menangani masalah yang datang agar lebih cepet teratasi dan tidak berkelarutan. Sikap Nabi perlu dijadikan pedoman atau cerminan diri yang harus dipedomani agar terciptanya sebagaimana masyarakat madani yang sesungguhnya dalam konteks permasalahan kerukunan antar umat beragama (Marzuki).

Dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama sangat dibutuhkan jiwa persaudaraan (ukhuwah) untuk menjamin kendala perpecahan akan terjadi. Perpecahan yang seringkali terjadi hanya menganut persoalan perbedaan yang seharusnya tidak dipikirkan bahkan menjadi masalah yang serius. 

Seperti perbedaan pemahaman dalam agama justru itu hal yang sepele dan semua manusia berhak merasakan karena sudah menjadi manusiawi, karena tidak termasuk konteks yang dapat memecah-belahkan ukhuwah islamiyah. Banyak sekali perpecahan yang terjadi antar umat beragama hanya disebabkan hal yang sepele, tidak perlu terpikirkan oleh orang lain, malah menjadi masalah yang seringkali dipikirkan hingga menjalur ke topik lain. 

Dan bukankah Allah Swt pernah memerintahkan untuk selalu menjaga perdamaian dunia muslim yang harus dijadikan landasan dalam kehidupan sehari-hari. Dicantumkan pada surah Al-Hujurat ayat 9 dan pada surah Ali Imron ayat 103 yang menjelaskan bahwa berpeganglah kamu semua, janganlah hidup sendiri-sendiri, dan jagalah kerukunan antar agama (Elkarimah M. F., 2017).

Ajaran Islam mengajarkan bahwa kerukunan antar umat beragama perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari lembaga masyarakat. Islam juga mengajarkan bahwa Islam bersifat universal, karena adanya Rasul yang diutus oleh Tuhan untuk menyampaikan kepada semua umat manusia yang ada di bumi. Islam diajarkan untuk percaya bahwa Tuhan itu hanya satu dan ada nyata. 

Dalam islam pun tidak ada pemaksaan untuk harus memilih agama Islam. Selain itu, Islam juga tidak melarang untuk umatNya berperilaku baik kepada sesama muslim bahkan juga kepada umat non muslim. Tidak ada yang menunjukkan sikap permusuhan antara muslim dan non muslim. 

Sejak zaman Nabi pun, kerukunan antar umat beragama sudah terjadi dengan baik antara kalangan muslim dengan non muslim. Begitu juga dengan kalangan non muslim, banyak yang sudah menyadari akan toleransi kepada umat beragama lain tanpa meninggalkan kewajiban aktivitas (Ahsan, 2015).

Keterkaitan Masyarakat Madani dan Globalisasi

Madani sendiri memiliki 3 hal yang terkandung didalamnya yakni terdapat agama, peradaban, dan juga perkotaan. Dimana terdapat keterkaitan antara agama, peradaban dan perkotaan yaitu agama sebagai sumber, bahan, acuan. 

Peradaban disini sebagai proses yang akan dilalui dalam mewujudkan masyarakat madani, sedangkan perkotaan sebagai hasil yang terjadi saat perwujudan masyarakat madani telah terlaksana. 

Globalisasi sering kali diartikan sebagai bola bumi. Dimana penyebaran informasi akan tersebar luas dengan waktu yang sangat singkat dengan teknologi komunikasi informasi dan transportasi yang canggih hingga tersebarkan sampai pada semua belahan bumi. 

Berbicara dengan globalisasi sangat tidak pernah terlupakan untuk menjadi isu yang selalu dibicarakan. Namun dengan banyaknya kemajuan globalisasi, sangatlah merubah budaya yang dulu harus dilakukan hingga saat ini ditinggalkan, dan juga peradaban manusia (Nursalim, 2016).

Globalisasi tidak jauh dengan adanya modernisasi dan modernism. Dikatakan modernisasi karena tingkat berfikir, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan bagaimana sikap memanajemen waktu. 

Begitu juga dengan pendidikan Islam sangatlah menjadi hal yang mendasar untuk tercapainya globalisasi yang lebih meluas ke berbagai wilayah yang ada di dunia. Misal, pondok pesantren yang menyediakan untuk para mahasiswa yang banyak sekali dibutuhkan dan telah banyak menjadi trend yang mungkin hingga internasional. 

Ini menjadi hal yang mendasar dan penting untuk dimengerti agar trend pendidikan Islam lebih meluas dan lebih bersaing dengan dunia global lainnya. 

Tujuan lain adanya pondok pesantren yang berbasis menuju pada para mahasiswa adalah agar mahasiswa dalam menjadi penerus bangsa yang selalu taat pada aturan yang berlaku, atau mungkin dalam hal berpendapat mengenai politik yang menyangkut banyak masalah dengan masyarakat, agar lebih pahamnya akan solidaritas, kerukunan yang didasarkan pada masyarakat madani (Nursalim, 2016).

Apalagi globalisasi dengan alur saat ini yang begitu kencang dalama budaya yang banyak sekali membuat masyarakat melakukan perubahan untuk mengikuti zaman. 

Perubahan ini menjadi salah satu tantangan tersendiri untuk bisa mengikuti globalisasi namun tetap tinggal meninggalkan kewajiban yang harus dilakukan. Untuk menuju kedepan yang lebih leluasa, lebih mampu bersaing dalam global, lebih maju dibutuhkan modal yang diri sendiri harus dikuasai. 

Modal diri sendiri bukanlah uang namun sumber daya tersendiri pada manusia yang harus lebih unggul, berkualitas, dan daya saing yang diberikan tinggi. Inilah yang dikatakan tantangan tersendiri yang harus banyak dipelajari oleh masyarakat. 

Untuk menjadi seorang yang berkualitas diperlukannya pendalaman pendidikan agama, entah dalam sector pendidikan formal, maupun non-formal. 

Dengan pendidikan akan membuat kualitas pada diri ini menjadi lebih maju, pemikiran yang lebih logis, kritis, serta untuk meningkatkan kapasitas pada diri melalui wahana ini. Karena modal yang perlu dimiliki seseorang jika ingin lebih berkualitas hanyalah pendidikan (Widana, 2017).

Dengan pendidikan akan memberikan ruang seluas-luasnya untuk bisa berfikir kedepan, pemberlakukan penelitian bahkan eksplorasi agar lebih paham akan makna yang sangat penting dalam belajar. Dimana pengetahuan dapat dikatakan berasl dari pengalaman yang dilakukan. 

Dari sini bisa disimpulkan, bahwa pendidikan bukan hanya sebatas diterangkan masuk ke otak, melainkan sebuah perdiskusian untuk membentuk otak yang lebih memahami akan bagaimana kedepannya. Dengan adanya pendidikan akan membentuk siswa yang paham akan nilai akhlak, meningkatkan rasa ketaqwaan, menjadikan orang yang lebih beragama, mempunyai moral yang baik, dan berbudi pekerti yang jujur. 

Pendidikan yang telah terbentuk akan menjadikan manusia yang lebih kuat saat nanti menghadapi dunia yang lebih ekstrim seperti penghinaan, dan pengucilan. Dampak globalisasi sangatlah tidak main-main yang memberikan pengaruh dalam nilai kemanusiaan (Widana, 2017).

Tantangan Masyarakat Madani di Indonesia

Dalam mewujudkan masyarakat madani sangatlah berat pasti banyak tantangan yang harus dilewati untuk menuju kerukunan yang berbasis antar umat beragama. Inilah beberapa tantangan yang harus dilalui oleh masyarakat :

1.         Sikap demokratis

Demokratis seringkali dijuluki dengan pembentukan individu yang mempunyai harga diri tinggi, sikap berbudaya, dan pada persoalan identitas diri ini adalah bangsa Indonesia yang mempunyai semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang mempunyai makna berbeda-beda tetapi tetap satu jua, dan menumbuhkan sikap yang demokratis agar terdukung dalam diri kita. 

Dalam Indonesia ini sangatlah banyak penyelewengan yang tidak bersifat demokratis seperti hanya mementingkan sekelompok masyarakat tanpa melihat bagaimana kondisi, situasi yang menjadi dampak akan adanya cara tersebut. 

Proses pembelajaran sikap demokratis ini harus dimulai dari hal yang kebanyakan orang menganggap hal ini sepele yaitu mendengarkan pendapat orang lain, menghargai pendapat dan mencoba merundingkan atau melakukan musyawarah agar mendapatkan hasil yang tidak merugikan salah satu pihak. Itulah bagaimana sikap demokratis yang harus dilakukan dalam hal yang kecil (Suroto, 2015).

2.         Sikap toleransi

Dengan semboyan bangsa Indonesia "Bhineka Tunggal Ika" harusnya akan sadarnya sikap toleransi saat berhadapan dengan semua orang. Sikap toleransi mewujudkan masyarakat yang kompak, lebih memahami, lebih peka terhadap lingkungan sekitar, lebih mementingkan sikap musyawarah dengan melibatkan banyak masyarakat. 

Hal ini sangat penting untuk diperhatikan semua warga Indonesia mengingat semboyan kita yaitu "Bhineka Tunggal Ika". 

Secata etimologi, toleransi mempunyai arti sabar atau menahan diri terhadap hal yang tidak sejalan. Menahan diri yang dimaksudkan ialah menahan diri untuk tidak menghina orang lain, dan menahan diri untuk tidak membanding-bandingkan teman (Suroto, 2015).

3.         Saling pengertian

Sikap saling pengertian merupakan elemen utama yang harus ada pada diri masing-masing masyarakat demi hidupnya masyarakat yang berikatan, kompak, dan selalu bersama. 

Saling pengertian membuat suasana akan lebih berkelanjutan, dimana ikatan akan menjadi lebih sehat, dan mengurangi pemicu perpecahan. 

Karena perpecahan itu nyata dan benar ada. Untuk mencapai sikap saling pengertian, dibutuhkannya komunikasi antara satu sama lain yang bagus. Karena komunikasi menjadi pondasi utama dalam suatu kerukunan.

Dari sini akan membangun sikap yang lebih terbuka dari berbagai impian, tujuan, segala hal yang mungkin bisa dirasakan bersama. Sikap saling menghargai diwujudkan perlunya memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. 

Diharuskan untuk membuat diri lebih terbuka untuk memahami atau lebih peka akan masyarakat ini. Saling pengertian ini bisa ditumbuhkan dengan adanya kekompakan antar semua warga masyarakat (Suroto, 2015).

4.         Sikap berakhlak tinggi, beriman, dan bertaqwa

Manusia dikatakan beriman jika mempunyai jiwa akhlak yang baik karena telah pahamnya akan moral yang baik dan harus dijalankan. Bahkan saat ini pendidikan bermoral pun sudah diterapkan sejak kecil seperti TK hingga pada perguruan tinggi. 

Keragaman yang sangat banyak di Indonesia menuntut kita harus lebih memiliki sikap yang lebih peduli. Karena itulah betapa pentingnya pendidikan, yang dapat mewujudkan diri lebih mengerti akan toleransi dan peka. Akhlak yang baik sangat dapat mewujudkan keseimbangan dalam menyelesaikan masalah (Suroto, 2015).

5.         Manusia dan Masyarakat yang Berwawasan Global

Terbentuknya masyarakat yang berwawasan global seringkali dianggap niscaya yang tidak akan pernah terjadi. Untuk menjadi masyarakat yang berwawasan global aktif memanglah diperlukan ketelatenan dalam berkomunikasi, dalam menyelesaikan masalah yang muncul. Ini menjadi tantangan yang harus dilalui untuk menggapai kualitas manusia yang lebih terampil. 

Banyak sekali kerja sama yang dilakukan membawa keuntungan, namun juga pada malapetaka atau kerugian yang bisa saja terjadi. 

Oleh karena itu perlulah kita menghadapi untuk persiapan diri sebelum memulai suatu kegiatan agar tidak menjadi mangsa pihak lain. Inilah yang seringkali terjadi dan menyebabkan kemiskinan karena tertindas nya oleh pihak yang sewenang-wenang. 

Begitu juga pada pendidikan harus mempelajari akan cara memberdayakan masyarakat sehingga terjauh dari perubahan global yang terjadi. 

Dengan adanya pendidikan, diharapkan dapat lebih mempersiapkan masyarakat Indonesia agar lebih tahan, mampu menyelesaikan saat terjadinya tantangan-tantangan baru yang menyebabkan kerugian dalam bentuk apapun itu, lebih siap para masyarakat saat menghadapi tantangan khususnya pada lingkup global ini (Suroto, 2015).

Konsep Pendidikan Islam untuk Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam mewujudkan masyarakat madani diperlukan kondisi pendidikan yang rahmatan li al-alamin. Dimana mengatur konsep sosial yang bisa dilakukan oleh para masyarakat dalam berkehidupan antar umat beragama dalam pembelajaran yang logis. 

Terdapat pengertian mana yang termasuk hal buruk dan harus dihindari bagi agama, mana yang buruk bagi manusia, dan mana yang buruk berdasarkan pada hati nurani, akal, perasaan, dan pikiran dalam kehidupan berinteraksi. 

Pemahaman akan interaksi sosial sangatlah dibutuhkan dalam mewujudkan kehidupan menuju masyarakat madani untuk membangun sikap saling menghormati, menghargai, silaturahmi, dan sikap tolong- menolong. Berikut ini konsep pendidikan yang bisa dilaksanakan selama memenuhi perwujudan masyarakat madani:

Konsep Pendidikan Islam yang Berpacu pada Silaturahmi

Silaturahmi menjadi hal yang sangat mendasar untuk mewujudkan hubungan yang baik antar sesame masyarakat. Dengan silaturahmi diharapkan hidup akan menjadi lebih tenang, damai, rukun, saling menolong, saling mengasihi, dan sikap untuk lebih peka maupun toleran. Hal ini pernah dijelaskan dalam Al- Quran surah An-Nisa ayat 1 sebagai berikut

Ayat ini memiliki makna bahwa Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah. Bahwa Allah telah menciptakan Adan dan Hawa untuk hidup saling berpasangan dan mengembangkan benih anak. Dan juga menjelaskan bahwa dalam hidup selalulah bertaqwa kepada Allah, dengan meminta kepada-Nya, dan senantiasa memelihara hubungan kekeluargaan karena sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu (Arsyad & Rama, 2019).

Begitu tegasnya ayat ini dalam memerintahkan umat-Nya untuk selalu bertaqwa kepada Allah dan senantiasa memelihara hubungan silaturahmi yang baik antar sesame umat beragama. Perilaku silaturahmi ini akan mengantarkan kita pada kebaikan yang tidak terduga-duga. 

Terlebih pada keluarga yang masih terdapat hubungan nasab yaitu ibu, bapak, adik, kakak, tante, paman, budhe, pakdhe, dan juga semuanya yang masih memiliki hubungan darah dengan orang tua masing- masing. Begitu juga dengan para suami atau istri dari adik atau kakak. 

Berziarah pun juga termasuk cara menyambung silaturahmi agar tidak terpecah belah. Dengan melakukan silaturahmi sendiri akan membangun pahala yang menjadi ladang untuk bekal nanti masuk syurgaNya, dipanjangkan umurnya, dan diluaskan rezekinya oleh Allah. Allah pun menurunkan surah yang berbunyi orang yang berkeinginan merusak silaturahmi akan mendapatkan tempat yang buruk di akhirat nanti. 

Kandungan ini terdapat pada Surah Ar-Rad ayat 25. Itulah betapa pentingnya menjaga silaturahmi antar sesama umat yang mendapatkan keuntungan bahagia di dunia begitu juga kebahagiaan di akhirat nanti (Arsyad & Rama, 2019).

Konsep Pendidikan Islam yang Mengacu pada Kehidupan Tolong-menolong

Konsep tolong-menolong ini bukanlah soal menginginkan adanya bantuan datang, hanya memikirkan kapan pertolongan ini akan datang. Itu konsep yang salah dalam kehidupan tolong-menolong ini. Tidak diperbolehkan mengangan- angan agar muncullah suatu pertolongan untuk membantu permasalahan yang sedang dihadapi. 

Anggapan ini seringkali diremehkan dengan hanya mencari sumber bantuan, tanpa ia melakukan terlebih dahulu untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut. Tidak seharusnya manusia mengharapkan agar mendapatkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau bahkan lainnya. Ini banyak terjadi pada manusia yang seringkali menyelewengkan hak sewenang-wenang (Arsyad & Rama, 2019).

Prinsip tolong menolong sendiri terkait pada interaksi sosial masyarakat yang terjadi pada lingkungan. Dalam pembentukan jiwa yang tolong-menolong dibutuhkan pembinaan khusus yaitu pendidikan itu. Manusia harus bisa dituntut untuk memelihara sikap tolong-menolong antar sesame umat beragama. Allah memerintahkan umatNya untuk selalu menolong tidak hanya masalah material, namun juga masalah moral untuk kebaikan, larangan yang mungkin menjadikan manusia itu menjadi lebih baik agar tidak terjerumus dalam hal buruk. Bahkan dengan memberitahu akan kebaikan yang perlu dilakukan itu sudah termasuk ke dalam sikap tolong-menolong. Begitu juga jika memberitahu akan larangan berpacaran yang menimbulkan masyarakat sadar betapa pentingnya menjaga hingga halal juga termasuk ke dalam konteks tolong-menolong. Jadi itulah hal baik yang bisa dilakukan untuk mencapai sikap tolong-menolong (Arsyad & Rama, 2019).

Piagam Madinah

Nabi Muhammad membangun masyarakat Madinah yang memiliki prinsip bercita- cita dan mewujudkan bersama-sama. Dimana akan adanya suatu perjanjian untuk disetujui penduduk Madinah dan inilah yang dimaksudkan dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah ini sangat mencakup perjalanan politik dalam memimpin pada masa itu. 

Dalam piagam ini diberikan penjelasan bahwa kebebasan untuk memilih agama, dan kepercayaan, hubungan antar kelompok, bahkan suku, ras, dan agama yang bertujuan membangun persatuan dan kesatuan. Terdapat poin penting yang terdapat pada Piagam Madinah ini yaitu semua yang beragama Islam ini adalah satu komunitas. 

Meskipun berbeda suku, ras, dan kekuasaan. Namun tetap satu kesatuan yang sama. Poin selanjutnya adalah menjaga kerukunan antar umat beragama, membela siapapun yang teraniaya, membantu saat terdapat pertarungan atau perlawanan dari manapun, dan menghargai pendapat orang lain untuk bebas memilih agama sesuai kepercayaan masing-masing. Poin ini sangatlah berpegang teguh pada kemerdekaan kebebasan berpendapat dan menyerahkan semua urusan dengan campur tangan masyarakat.

Penutup

Kesimpulan yang bisa diambil untuk mewujudkan masyarakat madani dan kerukunan antar umat berbangsa sangat dibutuhkan tenaga yang harus dari niat hati sendiri. Masyarakat madani berarti peradaban, kebudayaan yang diteladani masyarakat. 

Dalam perwujudan ini tentu tidak terlepas dengan globalisasi, dimana seiring perkembangan zaman, globlasisasi semakin memuncak luas. Yang bisa saja merubah perilaku, budaya dulu yang seringkali ditinggalkan. Dalam perwujudan ini tidaklah jauh dari tantangan yang harus bisa diatasi oleh masyarakat.

Untuk mewujudkan sikap saling pengertian, peka, toleransi, demokratis, wawasan yang luas akan majunya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, akhlak mulia dan sikap beriman maupun bertaqwa. 

Untuk mewujudkan ini jelas tidak bisa jika tidak ada pemaparan dari pihak berwajib, dibutuhkannya tenaga pengajar yang paham akan moral, norma, adab, kesesuaian kehidupan sehari-hari, dan mengerti mana hal yang buruk dan harus ditinggalkan. Adanya Pendidikan berbasis Islam sangatlah mempermudah dalam mewujudkan masyarakat madani ini. 

Dimana dalam pendidikan akan mengacu pada sikap saling silaturahmi untuk menghindari perpecahan yang terjadi, lebih tenangnya hidup karena adanya komunikasi yang baik antar warga entah itu seagama maupun antar umat beragama lain, dan juga mengacu pada sikap untuk saling tolong-menolong yang tidak hanya pada masalah material, namun juga masalah moral untuk kebaikan agar tidak terjerumus dalam hal yang dilarang Allah. Sikap memberitahu akan kebaikan dan larangan pun termasuk dalam sikap saling tolong-menolong ini.

Daftar Pustaka

Ahsan, N. (2015, April). KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADANI (ANALISIS PIAGAM MADINAH DAN RELEVANSINYA BAGI INDONESIA). TASAMUH: JURNAL STUDI ISLAM, 7(1): 1. https://ejurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Tasamuh/article/view/25/20

Arsyad, M., & Rama, B. (2019, Januari-Juni). Urgensi Pendidikan Islam dalam Interaksi Sosial Masyarakat Soppeng:Upaya Mewujudkan Masyarakat Madani. Journal of Islamic Education and Teacher Training, 1(1): 5-9. Retrieved September 19, 2021

Elkarimah, M. F. (2016, November). MASYARAKAT MADANI; PLURALITAS DALAM ISYARAT AL-QUR'AN. Jurnal Edukasi, 04(02): 2.

Elkarimah, M. F. (2017). KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENUJU MASYARAKAT MADANI. TARBAWY, 4(1): 2-3.

Marzuki. (n.d.). KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA DALAM WACANA MASYARAKAT MADANI: ANALISIS ISI PIAGAM MADINAH DAN RELEVANSINYA BAGI INDONESIA.

Muslih, M. (2010, April). Wacana Masyarakat Madani: DIalektika Islam dengan Problem Kebangsaan. Jurnal Tsaqafah, 6(1): 2-3.

Nursalim, E. (2016). Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani di Era Globalisasi (Suatu Ikhtiar Menghadapi Tantangan Masyarakat Ekonomi Asean/MEA). Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam, 10(1): 2-3.

Suroto. (2015, Mei). KONSEP MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA DALAM POSTMODERN (SEBUAH ANALITIS KRITIS). Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 5(9): 6-8.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun