Hubungan mu'amalah dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seringkali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yang lainnya. Oleh karena itu sesama manusia masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka antara manusia yang satu dengan yang lain, hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihan yang dimilikinya. Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban masingmasing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan.[10]
5. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)
Jika tidak ada kejujuran dalam perjanian atau kontrak, maka dapat merusak legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan diantara para pihak. Dalam QS. al-Ahzab (33): 70 disebutkan yang artinya, "Hai orang --orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar". Suatu perjanjian dapat dikatakan benar apabila memiliki manfaat bagi para pihak yang melakukan perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan perjanjian yang mendatangkan madharat dilarang.
6. Asas Tertulis (Al Kitabah)
Hendaknya ketika melakukan suatu perjanjian dilakukan secara tertulis agar dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila di kemudian hari terjadi persengketaan. Dalam QS.alBaqarah (2); 282- 283 dapat dipahami bahwa Allah SWT menganjurkan kepada manusia agar suatu perjanjian dilakukan secara tertulis, dihadiri para saksi dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perjanjian dan yang menjadi saksi tersebut. Selain itu dianjurkan pula jika suatu perjanjian dilaksanakan tidak secara tunai maka dapat dipegang suatu benda sebagai jaminannya.[11]
7. Asas Iktikad baik (Asas Kepercayaan)
Asas ini selaras dengan pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi, "Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik".[12] Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak dalam suatu perjanjian harus melaksanakan substansi kontrak atau prestasi berdasarkan kepercayaan atau keyakinan serta kemauan baik dari para pihak agar tujuan perjanjian dapat tercapai.
8. Asas Kemanfaatan dan Kemaslahatan
Asas ini mengandung pengertian bahwa semua bentuk perjanjian yang dilakukan harus mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan baik bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian maupun bagi masyarakat sekitar. Dengan maslahat dimaksudkan memenuhi dan melindungi lima kepentingan pokok manusia yaitu melindungi religiusitas, jiwa-raga, akal-pikiran, martabat diri dan keluarga, serta harta kekayaan.[13]
Adapun asas-asas perjanjian yang berakibat hukum dan bersifat khusus adalah:
1. Asas Konsensualisme atau Asas Kerelaan (mabda' arrada'iyyah)