Mohon tunggu...
Salim Darmadi
Salim Darmadi Mohon Tunggu... Profesional Sektor Publik -

Profesional Sektor Publik, Penulis Buku "Serpihan Inspirasi: Hikmah dari Negeri Seberang", Mentor & Mentee, Narablog, STAN (2001-2006), University of Queensland (2008-2010), salim-darmadi.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Diaspora di Negeri Asing

26 Juli 2018   15:25 Diperbarui: 26 Juli 2018   15:29 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Hi, how are you?" seseorang mendekati saya ketika saya menyudahi rangkaian ibadah shalat Jumat di kampus University of Queensland (UQ) St Lucia, Brisbane.

Ternyata orang itu adalah Arif, tutor saya di UQ setahun sebelumnya. Saya segera menyalami lelaki berkacamata asal Bangladesh itu. "Arif, how are you? I'm good. Are you still teaching at Bond University?"

Ketika masih bekerja sebagai tutor di UQ, Arif memang sibuk mencari posisi sebagai dosen penuh di Negeri Kanguru ini. Terakhir, saya mendengar kabar bahwa ia diterima bekerja di Bond University, sebuah universitas swasta yang terletak di Gold Coast, delapan puluh kilometer selatan Brisbane.

"I'm now a lecturer at UQ," jawabnya.

"Wow, congratulations..." saya memberi selamat. Ia tersenyum sumringah, tampak binar bangga di kedua matanya.

Saya mengenal Arif sebagai sosok yang pintar dan ambisius. Ia memegang ijazah doktor dari Monash University dan telah memublikasikan karya-karya ilmiah di berbagai jurnal internasional terkemuka. Entah karena ingin mengembangkan potensinya di Australia atau karena tidak melihat masa depan yang jelas di negeri kelahirannya, ia memutuskan untuk menetap dan bekerja di Benua Kanguru ini.

Kisah Arif sebenarnya juga saya dapati pada rekan-rekan kuliah saya yang sebagian besar berasal dari Negeri Tirai Bambu. Banyak dari mereka menempuh studi pascasarjana di Australia sebagai lompatan untuk mencari peruntungan di tanah ini. 

Beberapa mahasiswa Indonesia, khususnya yang berasal dari disiplin ilmu sains dan teknik, juga memiliki rencana serupa. Saya pernah menerima undangan makan malam dari seorang kawan setanah air sebagai syukuran atas keberhasilannya memperoleh status pemukim tetap (permanent resident).

Di kota-kota besar Australia dan Selandia Baru yang sempat saya singgahi seperti Sydney, Melbourne, Brisbane, Auckland, dan Wellington, sangat mudah menemukan diaspora keturunan asing. Sebagian memang berstatus pelajar dan mahasiswa, namun sebagian yang lain telah bekerja atau sedang mencari pekerjaan di kedua negeri tersebut. Mayoritas diaspora tentu berasal dari Tiongkok dan India. Terlebih lagi, pemerintah Australia dan Selandia Baru membuka pintu yang relatif lebar untuk datangnya tenaga profesional asing, terutama untuk bidang-bidang profesi yang masih kekurangan tenaga terampil dan ahli.

Saya merenungkan perjuangan yang ditempuh oleh para diaspora dari berbagai penjuru bumi, yang sangat mudah saya jumpai di kota-kota besar tersebut. Mereka memutuskan untuk bermukim dan mencari penghidupan di sebuah negeri asing, jauh dari tanah kelahiran mereka. Tentulah ada bermacam-macam motivasi yang melatarbelakangi keputusan mereka, sebagaimana pernah saya dengar dari beberapa teman kuliah saya di UQ. 

Ada yang berniat mencari tantangan baru, ada yang ingin mengembangkan keahlian dan potensi di tengah dukungan sumber daya yang melimpah di negara maju, ada yang mengikuti suami, dan ada juga yang ingin mengubah nasib karena kondisi di tanah rantau ini lebih mendukung dibandingkan di negara asal yang masih centang perenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun