Dalam sejarah awal Islam, diyakini bahwa kapitalisme komersial sudah hadir di Mekah. Para elit Mekah yang berasal dari kelas pedagang membuat skema perintah yang diatur dengan sistem plutokrasi (suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang dimiliki oleh orang-orang tertentu). Rodinson (1966) menambahkan bahwa suku Quraisy merupakan salah satu suku yang memiliki hak istimewa atas dasar dalam mengakses kekuasaan di Mekah. Dan dapat disimpulkan pula bahwa saat itu, transaksi-transaksi finansial yang berbasis riba pun nyatanya terjadi di Mekkah. Ajaran Islam pada dasarnya turun untuk memperbaiki ahlak manusia pada jalan yang benar. Dalam konteks ini, islam menentang keras adanya penerapa sistem riba dalam proses transaksi dan berupaya untuk menggantikan sistem riba dengan sistem zakat yang berdimensi sosial. Faktor tersebutlah yang alasan mengapa Islam memiliki keterkaitan yang khas dengan sistem kapitalisme. Islam nyatanya melahirkan koreksi-koreksi etis atas sistem kapitalisme seakan keduanya berjalan secara beriringan. Sejalan dengan dibentuknya negara kekhalifahan pada zaman tersebut, negara tentunya turut andil alih untuk ikut serta melakukan intervensi dalam sistem ekonomi yang dicirkan dengan adanya kegiatan penarikan zakat dan pajak, pendirian griya arta (bait almāl), serta mengalokasikan menyediaan dana bagi pihak-pihak yang membutuhkan agar mereka mampu untuk melancarkan perdagangan.
Pada kesimpulannya, sistem ekonomi islam dan kapitalsime memiliki kerterkaitan yang unik walaupun dasar ilmu yang diyakini oleh keduanya sangat kontradiktif. Dalam ajaran islam sendiri, setiap manusia tidak hanya diperintahkan untuk turut beribadah sepanjang waktu kepada Allah SWT., namun juga diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia dengan berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh harta yang mampu mencukupi kebutuhan diri sendiri untuk memenuhi hidup yang pada dasarnya prinsip tersebut sejalan dengan prinsip kapitalisme yang dikemukakan oleh Ayn Rand, di mana sistem sosial dari kapitalisme pun didasarkan pada pengakuan hak-hak individu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H