Mohon tunggu...
Salwa Callista
Salwa Callista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Katolik Parahyangan

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Ekonomi Islam vs Ekonomi Konvensional, Apakah Terdapat Disimilaritas Antar Keduanya?

14 Desember 2022   08:30 Diperbarui: 14 Desember 2022   08:35 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ekonomi islam saat ini sudah menjadi sistem ekonomi Indonesia yang bersanding kuat dengan sistem ekonomi konvensional. Berdasarkan pada penerapan sistemmnya, ekonomi islam dapat menjadi salah satu alternatif bagi penerapan praktik ekonomi di Indonesia. 

Perkembangan ekonomi islam sendiri ditandai dengan munculnya tiga perisitwa berbeda, yang pertama adalah pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), kedua, pencanangan Jakarta menjadi sentra ekonomi dan keuangan Islam secara global, dan ketiga adalah penerapan aliran baru perekonomian Indonesia yang ditopang oleh ekonomi syariah. 

Ekonomi Islam sendiri diartikan sebagai suatu konsep ekonomi yang berdasarkan penerapannya merujuk pada prinsip-prinsip dan pengaturannya yang di terdapat dalam ketentuan Al-Qur'an. Penerapan konsep ekonomi Islam di Indonesia memang tidak bisa dipisahkan dari aspek politik dan hukum. 

Bahkan, negara Indonesia pun mengatur ketetapakn akan hukum ekonomi Islam dalam undang-undangnya, yang mencakup pengaturan akan faktor berbeda, yaitu uang, investasi, dan perbankan. Hingga saat ini, pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, yang ditetapkan pada tanggal 16 Juli 2008. 

Selain itu, pada awal tahun 2002, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) juga menerbitkan Rencana Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan masukan serta arahan kepada stakeholders perbankan Syariah dalam mengembangkan sistem perbankan Syariah di Indonesia. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun diberikan tugas untuk mengemban dan merumuskan fatwa yang menjadi faktor pemicu dan diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi syariah.

Penambahan unsur-unsur ekonomi Islam ke dalam hukum ekonomi Indonesia tidak semata-mata bertujuan untuk menyebabkan perubahan total sistem ekonomi negara ke arah ideologi agama tertentu, namun alasan terbesarnnya adalah karena ekonomi syariah telah lama hidup dan berkembang tidak hanya di Indonesia, tetapi dibelahan dunia lain. Pemikiran ekonomi Islam telah lama dibangun bahkan lebih dari 14 abad yang lalu sejak lahirnya Islam itu sendiri. Al-Quran (sebagai Firman Allah yang diiturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.) dan Sunnah menjadi satu-satunya acuan penting bagi perkembangan ekonomi Islam. Al-Qur'an. Bagi Muslim, Al-Quran juga merupakan rujukan konseptual fundamental bagi setiap pemikiran tentang cara hidup komunal yang meluas ke tingkat budaya dan sosial, (juga ekonomi) 

Untuk mengenal lebih jauh mengenai ketetapan yang diyakini oleh ekonomi islam, berikut merupakan 6 prinsip dasar ekonomi dan keuangan Islam yang berlandaskan pada aturan/hukum syariah, yang berhasil dirangkum oleh Bank Syariah:

  1. Pengendalian Harta Individu

Harta dari setiap individu harus diawasi dan dikendalikan agar tetap harta tersebut dapat terus mengalir secara produktif dan tidak boleh ditimbun. Hal tersebur semata-mata dilakukan agar harta yang dimiliki sseeorang dapat mengalir secara produktif ke dalam kegiatan ekonomi yang dapat berguna bagi masyarakat secara umum. Aliran aset yang dikeluarkan pun dapat berupa investasi produktif di sektor riil berupa zakat, infaq, sedekah dan wakaf.

  1. Distribusi Pendapatan yang Inklusif

Menurut prinsip ini, pendapatan dari  orang yang kekayaannya melebihi nisab harus mampu untuk didistribusikan melalui zakat kepada delapan kelompok yang berhak menerima (mustahik), yakni golongan fakir miskin, amil, mualaf, hamba Sahaya, Ghorimin, Fiisabilillah dan Ibnu sabil.

  1. Optimalisasi Bisnis (Jual Beli) dan Berbagi Risiko

Ekonomi Islam menganjurkan para pelaku bisnis untuk menegakkan keadilan dan menekankan pembagian risiko.

  1. Transaksi Keuangan Terkait Erat Sektor Riil

Transaksi keuangan hanya terjadi apabila terdapat transaksi sektoral riil yang dapat difasilitasi oleh operasi keuangan dan implementasinya tidak boleh mentolerir kegiatan ekonomi non-riil seperti perdagangan uang, perbankan riba dan lain-lain.

  1. Partisipasi Sosial untuk Kepentingan Publik

Ekonomi Islam mendorong individu yang memiliki properti untuk berpartisipasi dalam penciptaan kepentingan bersama. Dalam ekonomi Islam, pencapaian tujuan sosial perlu dimaksimalkan  secara utuh dengan menggunakan sebagian dari kekayaan para pelaku ekonomi untuk kebaikan bersama, sebagaimana firman-Nya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS Al Hadid (57): 7). 

6. Transaksi Muamalat

Penegakkan keadilan, kerjasama dan keseimbangan dalam setiap transaksi muamalat (terutama dalam ekonomi perdagangan dan pertukaran) harus mengikuti aturan perdagangan yang ditetapkan langsung oleh Rasulullah, Nabi Muhammad SAW., di mana ketentuannya mengikuti aturan yang beliau ajarkan sebagaimana dengan proses perdagangan di pasar-pasar Madinah, yang esensinya masih dapat diadaptasi hingga saat ini.

Merujuk pada penuturan H. Agus Waluyo (2017), terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan antara  sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis. Beliau mengkritik sistem ekonomi kapitalis yang memiliki kelemahan yang sangat mencolok, yakni yang pertama adalah kapitalisme memposisikan kepentingan pribadi di atas kepentingan sosial. Kedua, kapitalisme mengesampingkan peran nilai-nilai moral dalam pemanfaatan atau alokasi dan juga distribusi sumber daya. Ketiga, kapitalisme melahirkan sifat materialisme. Untuknya, beliau menuturkan bahwa ekonomi Islam dapat menjadi alternatif lain yang dapat sebuah negara terapkan untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalisme mengingat terdapat banyak kelemahan dalam sistem ekonomi kapitalis. 

Dari segi tujuan, ekonomi Islam pun secara umum memiliki beberapa unsur yang bertolak belakang dengan sistem ekonomi kapitalis. Unsur yang pertama adalah penerapan kesejahteraan finansial dalam kerangka standar moral Islam. Tujuan ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an yaitu Q.S. al-Baqarah (2): 2, 168; al-Maidah (5): 87-88; dan al-Jumu'ah (62): 10. Kedua, membangun keadilan dan persaudaraan universal diatas kehidupan masyarakat dengan tatanan sosial yang kokoh. Tujuan tersebut berlandaskan pada Q.S. al-Hujurat (9): 13; al-Maidah (5): 8; dan ash-Syu'ara (26): 183. Ketiga, mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil serta merata. Tujuan ini pula merujuk pada Q.S. al-An'am (6): 165; an-Nahl (16): 71; dan az-Zukhruf (3): 32. Keempat, menciptakan kebebasan, kesejahteraan individu dan sosial, yang juga diatur dalam Q.S. ar-Ra'du (13): 36; dan Luqman (31): 22.

Di sisi lain, sebagaimana yang diketahui bahwa landasan filosofis pemikiran ekonomi kapitalis lahir dari pemikiran Adam Smith pada tahun 1776. Pemikiran tersebut pada hakikatnya sarat dengan gagasan tentang perilaku ekonomi umum di masyarakat dimasa kini. Filosofi dasar Adam Smith terkait kapitalisme kemudian digunakan oleh banyak negara diseluruh penjuru dunia untuk dijadikan sebagai sistem ekonomi utama yang kini ideologinya tengah mengakar kuat dimasyarakat. 

Adam Smith mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme: 1) pengakuan hak milik pribadi tanpa batas tertentu, 2) pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi, 3) pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin, 4) kebebasan melakukan kompetisi, 5) mengakui hukum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar (Iskandar, 2017). 

Motif utama yang digaungkan oleh kapitalisme pun dipandu oleh filosofi liberalisme dan melahirkan sistem ekonomi pasar bebas. Lebih tepatnya, sistem kapitalis dapat diartikan sebagai sistem yang mengakui kepemilikan individu secara positif dan membebas mereka dari kerangka nilai atau norma, sehingga praktiknya menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kecemburuan sosial. 

Perilaku ekonomi kapitalis ini pun cenderung mengabaikan moralitas manusia, yang pada akhirnya mengarah pada praktik monopoli, penimbunan dan penaikkan suku bunga. Kepentingan rakyat pun selalu dikorbankan, sehingga distribusi pendapatan dan kekayaan lagi tidak seimbang dan adil. Kapitalisme yang juga mengagungkan sistem pasar yang dapat menimbulkan dua hal, yakni keserakahan dan ilusi (greed and wishful thinking). Sistem ekonomi pasar dan nilai-nilai yang dianut kapitalisme diketahui mampu untuk terus menjauhkan nilai-nilai moral yang dianut masyarakat.

Ekonomi kapitalisme tentunya memiliki peran dalam memainkan kemajuan, terutama setelah Perang Dunia II. Namun, ekonomi kapitalisme dapat dikatakan gagal karena dua alasan utama,  yakni karena ketidakmampuannya untuk mengajukan mekanisme yang tepat bagi filterisasi, motivasi, dan restrukturisasi, serta ketidakmampuan masyarakat menerapkan mekanisme ekonomi yang efektif. 

Adanya kelemahan-kelemahan tersebut tentunya dapat menjadi celah bagi sistem ekonomi lain untuk maju dan menggantikan sistem ekonomi kapitalis, sehingga kehadirannya dapat menjadi solusi. Jika dilihat dari sudut pandang akan krisis ekonomi dan keuangan global yang terus berulang kali terjadi di negara-negara kapitalis, sistem neoliberal kini menjadi sudah kurang relevan untuk diterapkan. 

Seorang ekonom Islam (mantan diplomat Jerman, Murad Wilfried Hofman), pun merekomendasikan negara lain untuk mengubah sistem ekonomi yang mereka anut dan menggantinya dengan “islamis alternative”. Sistem ini memuat aspek-aspek ekonomi yang memanusiakan kembali manusia, mengatur dunia ini sesuai dengan fitrah penciptaan manusia serta membawa manusia pada kemuliaan. Ekonomi Islam juga dapat memberikan sistem yang dapat membangun perekonomian yang lebih beradab karena sistem ini memberikan aspek moral yang biasanya terabaikan dalam analisis ekonomi lain yang seringkali menimbulkan kerancuan ekonomi. Perbedaan utama antara ekonomi Islam dan ekonomi lainnya adalah bahwa ekonomi Islam menggabungkan ilmu dan etika yang tidak terpisah dari etika ilmu-ilmu  lain  seperti ilmu politik, teknik, antropologi, militer, kedokteran dll.

Dibalik fakta-fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat adanya kekhawatiran bahwa sistem ekonomi islam nyatanya memiliki keterkaitan dengan sistem ekonomi kapitalis walaupun keduanya dikenal sebagai sistem ekonomi yang bertolak belakang. Maxime Rodinson (seorang sejarawan, sosiolog, dan orientalis Marxis yang berasal dari Prancis) menyatakan bahwa sesungguhnya penerapan sistem ekonomi Islam justru sangat kental dengan kapitalisme. Pernyataan tersebut ia kutip dalam bukunya yang bertajuk “Islam and Capitalism.” Mengacu pada penyataan Rodinson (1966), kapitalisme dapat dibedakan menjadi dua kategori berbeda, yakni yang dikenal sebagai kapitalisme institusi dan kapitalisme mentalitas. Adapun jabaran mendalam dari kedua kategori tersebut, ia memaparkan bahwa kapitalisme memiliki tiga bentuk berbeda, yakni kapitalisme komersial, kapitalisme finansial, dan kapitalisme industrial. Menurutnya, masyarakat muslim (masyarakat Arab) mencerminkan pelaksanaan praktik kapitalisme komersial.

Dalam sejarah awal Islam, diyakini bahwa kapitalisme komersial sudah hadir di Mekah. Para elit Mekah yang berasal dari kelas pedagang membuat skema perintah yang diatur dengan sistem plutokrasi (suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang dimiliki oleh orang-orang tertentu). Rodinson (1966) menambahkan bahwa suku Quraisy merupakan salah satu suku yang memiliki hak istimewa atas dasar dalam mengakses kekuasaan di Mekah. Dan dapat disimpulkan pula bahwa saat itu, transaksi-transaksi finansial yang berbasis riba pun nyatanya terjadi di Mekkah. Ajaran Islam pada dasarnya turun untuk memperbaiki ahlak manusia pada jalan yang benar. Dalam konteks ini, islam menentang keras adanya penerapa sistem riba dalam proses transaksi dan berupaya untuk menggantikan sistem riba dengan sistem zakat yang berdimensi sosial. Faktor tersebutlah yang alasan mengapa Islam memiliki keterkaitan yang khas dengan sistem kapitalisme. Islam nyatanya melahirkan koreksi-koreksi etis atas sistem kapitalisme seakan keduanya berjalan secara beriringan. Sejalan dengan dibentuknya negara kekhalifahan pada zaman tersebut, negara tentunya turut andil alih untuk ikut serta melakukan intervensi dalam sistem ekonomi yang dicirkan dengan adanya kegiatan penarikan zakat dan pajak, pendirian griya arta (bait almāl), serta mengalokasikan menyediaan dana bagi pihak-pihak yang membutuhkan agar mereka mampu untuk melancarkan perdagangan.

Pada kesimpulannya, sistem ekonomi islam dan kapitalsime memiliki kerterkaitan yang unik walaupun dasar ilmu yang diyakini oleh keduanya sangat kontradiktif. Dalam ajaran islam sendiri, setiap manusia tidak hanya diperintahkan untuk turut beribadah sepanjang waktu kepada Allah SWT., namun juga diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia dengan berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh harta yang mampu mencukupi kebutuhan diri sendiri untuk memenuhi hidup yang pada dasarnya prinsip tersebut sejalan dengan prinsip kapitalisme yang dikemukakan oleh Ayn Rand, di mana sistem sosial dari kapitalisme pun didasarkan pada pengakuan hak-hak individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun