Hal ini terlihat pula dari bahan atau alat yang digunakan dalam ritus tersebut yang menggambarkan simbol kesucian, kesehatan, kemudahan, dan kesejahteraan bagi kehidupan bayi tersebut nantinya. Di mana Air Santan Kelapa menggambarkan kesucian hidup yang kelak harus dijalani oleh sang bayi, lalu buah kelapa muda yang menggambarkan kesegaran, kemudahan, dan kesehatan bagi bayi. Emas, Kapas, dan Piring yang menggambarkan kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik bagi sang bayi nantinya. Dan Pisau sebagai perisai bagi bayi dalam menjalani kehidupannya kelak. Tentu saja, keberadaan benda-benda ini hanya sebatas simbol tentang pengharapan keberkahan dari Sang Maha Pencipta kepada makhluk ciptaan-Nya yang baru dilahirkan.
Tentu ritual ini dimaksudkan juga sebagai ungkapan terima kasih kepada para tetangga, kerabat, dan handai tolan yang telah meluangkan waktu untuk menjenguk serta memberikan doa dan perhatian kepada ibu dan bayinya. Selain itu juga, ritual ini menjadi ajang silaturahmi antar sesama sehingga terbangun suasana kekeluargaan di antara mereka.
Uniknya dalam pelaksanaan ritual ini, hanya melibatkan para perempuan saja, mulai dari pelaku ritual hingga tamu undangan yang hadir. Hal ini menunjukkan bahwa dalam budaya masyarakat Wandan yang patriarki masih memberikan ruang pada para perempuan untuk menjalankan ritual secara penuh tanpa harus melibatkan kaum lelaki. Ini sekaligus mengonfirmasi bahwa dalam budaya patriarki sekali pun, perempuan dapat memainkan perannya tanpa harus tergantung pada laki-laki.
Upaya Menjaga Ritus Tulak Ringin
Seperti yang penulis sampaikan pada awal tulisan ini, bahwa pada kenyataannya banyak ritual budaya yang mulai ditinggalkan oleh para pewarisnya akibat lajunya modernitas di tengah masyarakat Indonesia. Begitu pun yang terjadi pada masyarakat Wandan di Kepulauan Kei, banyak ritual budaya Wandan yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda, selain karena pengaruh modernitas, faktor lain yang memengaruhi adalah pemahaman generasi muda Wandan terhadap agama yang berdampak terhadap ritus budaya yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam. Â
Terlepas dari faktor yang memengaruhi, sehingga berbagai ritual budaya mulai ditinggalkan oleh para pewaris. Namun bagi Penulis yang terpenting saat ini adalah, terus menghidupkan nilai-nilai budaya tersebut sebagai bagian dari upaya menjaga serta melestarikan hasil karya para leluhur sebagai warisan budaya bangsa. Ritual Tulak Ringan adalah warisan budaya Wandan yang perlu terus dijaga dan dilestarikan hingga generasi mendatang
Menurut penulis, dalam konteks ritus Tulak Ringin ini, harapan untuk tetap menjaga kelestarian tradisi ini masih tetap ada selagi manusia Wandan masih ada, dan terus dilahirkan dari generasi ke generasi berikutnya. Selain itu juga, penting untuk membangun kesadaran kebudayaan di kalangan generasi bahwa salah satu bentuk identitas diri sebagai seorang Wandan terlihat dari kehidupan kebudayaannya, jikalau identitas diri itu memudar atau bahkan menghilang, maka dengan sendirinya identitas sebagai seorang Wandan pun ikut hilang dengan sendirinya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H