Mohon tunggu...
Salam Rahmad
Salam Rahmad Mohon Tunggu... Jurnalis - brain food

be kind.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cat-Calling: Pelecehan Berkedok Candaan

18 Maret 2019   19:12 Diperbarui: 5 April 2019   07:57 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut pengamat psikolog alumni Universitas Indonesia sekaligus sebagai Head of Capability Planning di Mapan, Rr. Ayu Ratih Puteri, M.Psi menilai perilaku Cat-Calling ini sebagai sebuah tindak kejahatan. Berdasar sudut pandang psikologi, oknum-oknum yang melakukan Cat-Calling tersebut biasanya dilandasi keinginan untuk membuktikan sesuatu dalam hal ingin mendapatkan kontrol terhadap emosi dan hanya untuk iseng-iseng saja sehingga korban yang merasa diperlakukan seperti itu akan menjadi malu-malu atau justru di sisi lain pelaku merasa senang.

"Jadi sebenarnya dia ingin memberikan sense of control terhadap korban, sehingga dia (pelaku) merasa unggul dan terlihat seperti jagoan yang ingin membuktikan sesuatu, mengikuti apa yang sebenarnya tidak dia miliki," ujarnya saat di temui di Mall FX Sudirman, Jakarta, (Minggu, 17/03/2019).

Puteri juga menambahkan bahwasanya pelaku (umumnya laki-laki) ingin menunjukkan sesuatu dan perempuan dianggap lemah. Maka dari itu, banyak diantara mereka yang menjadi korban dan membuka peluang besar bagi pelaku untuk lebih banyak mencoba atau melakukannya.

Di samping itu, Puteri juga menuturkan ternyata gaya berbusana seseorang tak mempengaruhi apakah seseorang akan aman dari gangguan Cat-Calling atau tidak. Semakin seseorang tertutup pakaiannya membuat pelaku semakin penasaran dan muncul stereotip seperti "Oh, perempuan pakai jilbab orang baik-baik, ya. Kalau di apa-apain gak akan melawan, ya". Sehingga pelaku bisa menaklukkan korbannya dengan menakut-nakuti. Tidak menutup kemungkinan bahwa jika ada perempuan pakai kerudung menjadi korban Cat-Calling, bahkan orang yang di belakangnya yang tidak pakai kerudung-pun menjadi korban si pelaku.

"Sebenarnya nggak ada pengaruhnya. Mau orang itu pakai kerudung atau nggak itu gak berpengaruh. Biasanya orang yang pakai kerudung di godain "cewek" atau orang yang pakai kerudung "assalamualaikum cantik". Jadi, jelas gaya berbusana itu gak berpengaruh. Mau seseorang berpakaian seperti apa itu haknya, yang salah justru otak pelakunya yang bermasalah," imbuhnya.

Ada berbagai macam cara yang perlu dilakukan ketika merasa sedang di awasi oleh pelaku, hal pertama yang harus di lakukan adalah berjalan lebih cepat dan secepat mungkin berlari ke keramaian, gunakan masker saat berjalan kaki supaya wajah kita tidak terlihat.

"Ketika gue sadar diawasi oknum gue bakal balik mengawasinya, gue bakal memperlihatkan dia kalau gue lagi memantau orang itu. Dan bilang ke dia kalo "gue sadar loh lo ngawasin gue". Kalau di tempat rame siang hari cari tempat yg rame cowoknya karena bisa belain gue, atau cari yang banyak ibu-ibunya pasti kan berpihak sama perempuan," ujar FC.

Menurut AP, kita harus lebih berani untuk melawan oknum, jika takut atau hanya diam saja, kejadian tersebut bukan tidak mungkin akan terulang kembali.

"Spontan teriak "apa sih lo jaga mulut kek, punya sopan santun gak sih?!" kita harus berani ngomong "jangan Cat-Calling gue" lama-kelamaan mereka akan segan Cat-Calling ke kita. Kalau perlu, teriak di tempat umum supaya dia malu sendiri," tegas AP.

Berbeda dengan yang lainnya, IM justru trauma jika melihat keramaian di gerbong kereta api, takut jika hal yang pernah dialaminya akan terulang kembali. Sehingga ia lebih memilih untuk menggunakan moda transportasi lainnya.

"Saya tidak mau naik kereta yang penuh dan berdesakan lagi, lebih baik saya menggunakan jasa transportasi lain seperti ojek online, bisa juga dengan menggunakan kendaraan pribadi, atau jika memungkinkan menggunakan gerbong khusus wanita," ujar IM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun