Mohon tunggu...
Nasha UJ
Nasha UJ Mohon Tunggu... Penulis - Full-Time Learner

Lulusan MSDM. Mantan Kreatif. Memproses Sustainable Motherhood. Menulis jg di salamnasha.com

Selanjutnya

Tutup

Film

5 Hal tentang Produser, dari Seri Love is For Suckers

2 Desember 2022   16:56 Diperbarui: 2 Desember 2022   17:08 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak tayang perdana, drama ini dibuka dengan adegan interaksi lumayan kocak antara Lee De Hee yang berperan sebagai Gu Yeo Reum bekerja sebagai produser TV dan Choi Siwon yang berperan sebagai Park Jae Hoon adalah dokter di klinik kecantikan. Mereka berteman sejak kuliah dan sekarang jadi tetangga satu atap, Yeo Reum di lantai bawah, Jae Hoon di lantai atas. 

Garis besar ceritanya sih tentang hubungan kedua orang ini ya, dengan tokoh-tokoh lain sebagai pendukungnya. Konfliknya dimulai sejak Yeo Reum jadi produser acara kencan sensasional berjudul Kingdom of Love dan Jae Hoon jadi salah satu talentnya. Hubungan mereka ini bikin gregetan karena maju mundur dan ada aja halangannya.  Pembahasan artikel ini bukan pada sinopsisnya, namun bagaimana menjadi produser itu dari perspektifku sebagai mantan kreatif TV.

  • Pekerjaan Keren yang Jadi Dambaan

Pada episode-episode awal digambarkan bagaimana melelahkannya pekerjaan jadi kru televisi itu. Awalnya Yeo Reum adalah produser acara masak yang ratingnya rendah, akibatnya diremehkan orang lain sampai ke budget yang dipotong. Kerja yang begitu, ujung-ujungnya tidak terlihat hasilnya, padahal acara rating rendah bukan berarti kerjanya kurang keras. 

Adegan dan kalimat yang disampaikan Yeo Reum ini cukup membekas, "jadi produser dan kru acara TV tuh emang kelihatan keren ya diluar, kerja idaman banget rasanya dulu sebelum masuk, bisa bikin tayangan keren, bisa menghibur orang lain. Pas udah masuk, kok kayanya berat banget, dikritik, hubungan berantakan, berasa bangga dapat predikat produser tapi kerja kaya buruh juga, lelah ya. Tapi kita perlu bertanggung jawab sama kesempatan ini, bayangin diri kita dulu dan orang-orang yangpingin ada di posisi kita sekarang ini.  Bahkan penonton yang meskipun cuma 1% itu jumlahnya ratusan ribu, dan kita bakal bekerja keras buat ratusan ribu orang yang udah nonton itu."

sumber gambar Pixabay
sumber gambar Pixabay
  • Ujung-ujungnya tentang Rating

Yeo Reum disini digambarkan sebagai sebagai sosok orang yang punya punya nilai dan prinsip di tayangan yang dia bikin. Dia tidak memikirkan dan tidak mengejar degan yang sensasional yang bisa membuat rating melesat naik. Tayangannya aman, dirasa bermanfaat, dan tidak menyinggung orang lain. Tapi disisi lain dia juga punya tanggung jawab dengan hasil akhir tayangan, rating. Selalu dipertanyakan dengan tayangan dengan rating demikian, apalagi punya rekan angkatan yang punya acara dengan rating tertinggi.

Kenyataan emang tidak bisa bisa selalu seperti yang kita harapkan. Ingin menyampaikan sesuatu di tayangan, tapi tayangan yang 'bagus' aja tuh cenderung punya rating yang datar saja. Bukan berarti acara yang rating tinggi itu tidak bagus ya, kembali ke selera penonton. Bagus tidaknya kembali ke banyak sedikitnya orang yang menonton. Untuk tayangan dengan rating yang rendah besar resikonya bungkus. Rating yang tinggi punya daya jual tinggi, sedangkan tayangan dengan rating rendah tentu lebih sulit menarik pengiklan. Sedangkan biaya produksi tetap harus ditutupi. Karena sejauh ini, ternyata yang masyarakat kebanyakan mau (berdasarkan rating) adalah tayangan yag menghibur yang bisa dibicarakan dengan menggebu. 

Dalam drama ini,juga diperlihatkan untuk sampai tayangan punya rating tinggi dan jadi bahan pebicaraan masyarakat itu, adegan apa yang perlu dibuat, apa yang perlu diusahakan, apa yang perlu ditampilkan, apa yang akan dikorbankan, bagaimana melakukannya. Bertentangan dengan nilai yang diyakini pun, ya ingat lagi yang penting apa. Iya, rating. Wajar hingga akhirnya Yeo Reum mengungkapkan bahwa orang dengan mental seperti Kang Chae Ri memang pantas menjadi produser.

sumber gambar Pixabay
sumber gambar Pixabay
  • Perkara Sepele yang Viral Bisa Jadi Masalah Juga

Benar kata pepatah, semakin tinggi pohonnya maka semakin kencang juga anginnya. Makin tenar program makin heboh juga apapun yang berkaitan dengan program itu. Apapun yang tampak di layar, menjadi tontonan, berarti adalah konsumsi publik. Setelah menjadi miliki masyarakat, akan ada rentetan hal yang muncul mengikutinya. Siap tidak siap, hal sepele yang terus diungkit bisa viral lalu menjadi masalah juga.

Selain itu, kru tayangan tidak bisa mengontrol penonton mau berpendapat dan berbicara apa. Contohnya jadi talent, tamp[il di TV ya resikonya batas privasi jadi semakin sempit. Resiko menyebalkannya, mereka yang hanya melihat beberapa puluh menit tayangan itu jadi merasa punya hak untuk menghakimi hidup talent tersebut. Tanpa saringan, tanpa dipikirkan dulu.Mengesalkan, tapi kru punya kendali untuk menampilkan acara seperti apa. 

  • Proses Editing

Alur kerja produksi itu kalau dipersingkat menjadi perencanaan, alur cerita, perlengkapan, dst. Lalu laksanakan syuting. Terakhir editing, proses akhir untuk menentukan program seperti yang akan ditayangkan. Mana yang ditampilkan, mana yang dibuang, mana yang perlu diedit. Disini, kru bisa saja mengubah cerita yang direncanakan, yang sebenarnya terjadi, jadi apa dipilih untuk diperlihatkan. Itulah proses kunci yang nantinya bisa membentuk perspektif penonton. Ini tanggung jawab besar media.

Ada adegan dimana Yeo Reum mengalami kejadian sangat memalukan dan menyedihkan. Situasi dimana ingin hilang atau minimal diedit. Sayangnya, hidup sebenarnya tidak bisa diedit, harus dijalani, dihadapi, maju terus. Lagipula, edit tayangan itu bukan perkara mudah. Untuk tayangan 1 atau 2 jam perlu proses editing berhari-hari. 

sumber gambar Pixabay
sumber gambar Pixabay
  • Menurunkan Kualitas Hubungan Sosial

Disini digambarkan bagaimana dilemanya Yeo Reum antara urusan pekerjaan dan hubungannya dengan Jae Hoon, apalagi mereka sama-sama terlibat dalam program realitas kencan dimana para peserta berpasangan. Penonton percaya dengan pasangan di televisi tersebut, mereka menjadi merasa punya hak untuk memasang-masangkan peserta itu tersebut. Banyak hal yang kemudian menjadi konsumsi publik dan bisa menghebohkan. 

Diperlihatkan juga bagaimana hubungan sosial pertemanan perlu ada adaptasi karena kesibukan kerja. Sibuk itu memang berlaku untuk semua pekerjaan, tetapi bekerja di media itu tidak memiliki jam kerja seperti pekerja kantoran pada umumnya. Kantor TV akan selalu buka, tidak punya jam tutup. Maka akan selalu ada pekerja didalamnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun