Mohon tunggu...
Agus Salam Nasution
Agus Salam Nasution Mohon Tunggu... Pegiat Demokrasi -

Bacalah dengan Nama Tuhanmu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oligarki Partai Politik dan Upaya Demokratisasi

22 April 2018   20:50 Diperbarui: 22 April 2018   21:07 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik menyebutkan bahwa kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota, namun bila kita lihat kenyataan yang terjadi justru banyak partai politik (parpol) yang hanya dikuasai oleh beberapa orang elit pimpinannya saja, keputusan-keputusan penting di parpol hanya ditentukan oleh segelintir elit pimpinan yang wajib diikuti dan dilaksanakan oleh para anggotanya. 

Jika ada anggota yang berani mengambil tindakan/sikap/pendapat yang tidak sesuai dengan keputusan pimpinan partai, maka pimpinan parpol tidak segan-segan memberi sanksi kepada anggotanya yang berbeda  tersebut. Hal seperti ini tentunya sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Ketika kekuasaan dalam parpol hanya dipegang oleh sekelompok elit, maka sesungguhnya parpol tersebut bukan sedang menjunjung tinggi asas demokrasi akan tetapi yang mereka jalankan adalah oligarki. Padahala parpol sebagai pilar utama demokrasi sudah seharusnya menjadi pihak yang paling menjungjungtinggi demokrasi itu sendiri. 

Ironis sekali memang penegakan demokrasi dalam internal parpol di negeri ini karena Praturan Perundang-undangan kita yang berhubungan dengan demokrasi, juga masih memberi celah  untuk menerapkan praktek-praktek oligarki kekuasaan di internal parpol.

Dalam penentuan calon kepala daerah misalnya, yang berhak menetapkan bakal calon kepala daerah justru pengurus parpol tingkat pusat bukan pengurus parpol tingkat daerah, padahal yang akan melaksanakan pilkada adalah orang daerah bukan orang pusat bahkan bupati/walikota dan gubernur yang mau dipilih juga untuk menjadi pemimpin rakyat di daerah bukan pemimpin di pusat. Bukankah sesungguhnya pengurus parpol tingkat daerahlah yang lebih tahu keinginan (aspirasi) masyarakat di daerahnya, tapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya dimana "Jakarta"lah yang menentukan  siapa yang akan menjadi pemimpin masyarakat di daerah.

Ironis sekali, sehingga kita lihat tidak jarang terjadi bahwa keputusan yang diambil elit partai di tingkat pusat tidak sama dengan apa yang diinginkan oleh pengurus parpol di daerah. Benar-benar suatu praktek pengangkangan terhadap nilai dan prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dan dicontohkan oleh parpol. Selain dalam penentuan calon kepala daerah, tidak jarang juga terjadi bahwa pengurus parpol tingkat pusat dengan mudahnya mengganti pengurus partai ditingkat daerah hanya karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan prinsip politik antara pengurus daerah dengan pengurus pusat.

Praktek-praktek oligarki parpol juga sering terjadi dalam pengambilan-pengambilan keputusan penting di parlemen. Anggota-anggota parpol yang duduk di lembaga legislatif lebih sering satu suara dalam pengambilan keputusan. Padahal seperti dikatakan oleh Iwan Fals, wakil  rakyat bukanlah paduan suara yang taunya hanya nyanyian lagu setuju.  

img-20180420-100037-118-5adc9347f13344161d4172a2.jpg
img-20180420-100037-118-5adc9347f13344161d4172a2.jpg
Amat jarang kita lihat ada anggota DPR yang berani mengambil sikap/keputusan di luar apa yang menjadi keputusan fraksinya. Penomena seperti itu tentunya semakin memperkuat dugaan bahwa anggota-anggota DPR kita memang dikendalikan oleh segelintir elit pengurus parpolnya masing-masing.

Banyak hal yang dapat dijadikan indikator untuk menguatkan asumsi bahwa pengelolaan parpol di negeri ini belum dilakukan secara demokratis. Pengelolaan yang tidak demokratis ini tentunya sangat memperihatinkan bagi kelangsungan kehidupan politik elektoral di Indonesia. Parpol yang seharusnya menjadi aktor utama demokrasi justru dikelola dengan cara-cara yang tidak demokratis. Jikalau kondisil ini terus dibiarkan maka akan sangat tidak baik bagi keberlangsungan kepemimpinan nasional di masa mendatang.

Menurut Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto (Mendorong Demokratisasi Internal Partai Politik: Kemitraan, cet. I, 2013), setidak-tidaknya terdapat dua alasan utama mengapa parpol perlu melakukan demokratisasi internal. "Yang pertama merupakan alasan filosofis dan normatif. Dalam hal ini pengelolaan parpol secara demokratis adalah suatu keharusan  tidak hanya karena parpol merupakan badan publik, tapi juga karena undang-undang menugaskan parpol sebagai peserta Pemilihan Umum dan yang mengusulkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, dan juga Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 

Parpol juga merupakan jembatan antara rakyat dengan negara melalui pelaksanaan fungsi representasi politik, yaitu menampung, memadukan dan memperjuangkan aspirasi berbagai unsur masyarakat menjadi kebijakan publik baik melalui lembaga legislatif maupun eksekutif." Oleh karena Parpol merupakan badan publik, maka seharusnya parpol harus bertanggungjawab kepada publik melalui kelembagaan negara yang ada, karena muara dari apa yang dilakukan oleh Parpol sangat bersentuhan dengan kepentingan seluruh warga negara, oleh sebab itulah maka negara berwenang mengatur agar parpol dikelola berdasarkan prinsip-prinsip dan metode demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun