Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi 74 Tahun Indonesia: Kita Harus Pancasilais? Negara Sudah Pancasilais Belum?

27 Agustus 2019   10:53 Diperbarui: 27 Agustus 2019   11:09 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://news.detik.com

            

74 Tahun sudah Pancasila hidup sebagai Dasar Negara. Sejak 1 Juni 1945 melalui Sidang BPUPKI, gagasan Soekarno secara aklamasi diterima oleh para peserta sidang. Hingga saat ini sudah terhitung beberapa kali negara mencoba untuk menegaskan kembali Pancasila  sebagai dasar negara. 

Ya, memang begitu penting adanya sebuah dasar negara, tak lain dan tak bukan ditujukan sejatinya adalah untuk membentuk adanya sebuah "patokan" bagaimana harusnya sebuah negara dijalankan. 

Sikap politik, bentuk sistem ekonomi, dan hubungan negara sebagai pemegang kekuasaan dengan rakyatnya ataupun pengakuan hak-hak rakyat negara tersebut secara mendasar berpatokan pada ideologi negara.

Kita ketahui, gejolak politik di Indonesia saat ini membentuk bagaimana sebagian orang mencoba untuk menafsirkan Pancasila sehingga menimbulkan adanya sebuah saling tuduh dan saling klaim pihak mana yang paling Pancasilais dan pihak mana yang tidak Pancasilais. 

Apakah pihak yang mengeklaim sebagai kelompok yang Pancasilais adalah memang betul Pancasilais atau sebaliknya. Memang Pancasila mengandung nilai-nilai yang memang hidup dalam jiwanya masyarakat Indonesia. Sehingga Pancasila bukanlah buatan Soekarno ataupun buatan BPUPKI, Founding Father hanyalah sebagai perumus nilai tersebut dan menamainya sebagai Pancasila.

Namun Pancasila sebagai sebuah Ideologi negara yang nilainya bersumber dari nilai masyarakat Indonesia, apakah dalam perkembangannya manusia Indonesia hingga saat ini yang mana pengaruh dari perkembangan dunia yang makin hari makin meneguhkan kapitalisme sebagai sistem utama jalannya dunia setelah perang ideologi diakhiri dengan hancurnya blok timur (pecahnya Uni Soviet hingga hancurnya tembok Berlin) mempengaruhi bagaimana masyarakat Indonesia memahami Pancasila sehingga untuk menemukan Pancasila, kita tidak bisa secara penuh melihat kenyataan secara umum masyarakat di Indonesia saat ini. 

Ya, mungkin hal tersebut memang berpengaruh, oleh karena itu, bagaimana beberapa rezim kepemimpinan di Indonesia mencoba untuk meneguhkan Pancasila (kembali) sebagai ideologi negara.

Era Orde Lama memiliki istilah Manipol USDEK atau Manifesto Politik Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia yang lahir setelah Soekarno mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 yang menandakan masuknya Indonesia pada era Demokrasi Terpimpin. 

Era Orde Baru memiliki P-4 atau Pedoman Penghayatan Pengamalan nilai-nilai Pancasila. Tindakan Indoktrinasi tersebut bubar pasca kedua rezim tersebut turun. Dari kedua metode indoktrinasi dari dua rezim kepemimpinan tersebut memiliki penentangnya masing-masing. 

Dikarenakan dianggap sebagai suatu tindakan yang anti-demokrasi dan hanya sebuah tindakan yang bertujuan untuk meneguhkan kekuasaan. 

Era Orde Baru, pasca pelaksanaan P-4, negara menetapkan bahwa Pancasila sebagai asas tunggal bagi semua bentuk Partai Politik bahkan Organisasi Mahasiswa, tentu hal tersebut menimbulkan adanya penolakan bahkan dalam tubuh organisasi-organisasi mahasiswa muncul adanya perpecahan-perpecahan.

Indoktrinasi-indoktrinasi yang dilakukan oleh pemerintahan masa lalu berakibat pada penafsiran Pancasila yang diartikan sebagai sebuah ideologi yang menaruh kewajiban-kewajiban kepada individu-individu rakyatnya. 

Sehingga menjadi sebuah kewajaran saat ini tak sedikit dari kita saling klaim bahwa dirinya adalah Pancasilais serta saling tuduh kelompok yang tidak Pancasilais.

 Konflik akar rumput seperti ini mengaburkan bahwa sebenarnya negaralah pun memliki kewajiban terhadap kesejahteraan, keselamatan rakyatnya dengan berdasarkan atas Pancasila itu sendiri. Lalu apakah Negara sudah Pancasilais ?

Pancasila itu berbicara nasionalisme dan internasionalisme, pengakuan hak warga negara dan keadilan sosial, demokrasi, musyawarah/mufakat serta ketuhanan. 

Dalam hal ini sebagai ideologi/dasar negara saya memfokuskan pada  bagaimana hubungan negara dengan rakyatnya yang mana berlatarbelakang dari berbagai macam kepentingan serta bagaimana negara hadir dalam segala sendi kehidupan warga negaranya demi mewujudkan keselamatan dan kesejahteraan umum.  

Masih dalam ingatan masyarakat Indonesia pada menjelang akhir tahun 2019, muncul polemik Perda Syariah. Perda-perda tersebut muncul di daerah-daerah yang mayoritas adalah pemeluk agama Islam, walaupun tidak seluruh wilayah daerah mayoritas agama Islam mengeluarkan demikian. 

Namun cukup menarik perhatian secara nasional. Timbulah pro-kontra di tengah masyarakat. Perda syariah tersebut mengatur terkait tata berperilaku ditengah masyarakat yang mana harus sesuai dengan Syariat Islam. Sudah barang tentu menimbulkan Polemik di tengah masyarakat.

Kita ketahui dalam masyarakat Indonesia terdapat berbagai macam pemeluk agama bahkan kepercayaan lokal. Hal ini tak dapat dipungkiri harus adanya sebuah keharmonisan yang terjalin dengan baik dikarenakan Indonesia merupakan bukan sebuah negara yang berdasarkan agama. 

Dan Indonesia adalah untuk Indonesia bukan untuk dominasi suatu golongan berdasar apapun. Negara dalam hal ini harus menjamin serta melindungi kepentingan-kepentingan rakyat tak terkecuali terkait pelaksanaan keagamaan.

Sebagai pemegang kekuasaan, negara haruslah netral. Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dan DPRD merupakan satu rangkaian dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan menjadi suatu bentuk pemerintahan sendiri yang tak terikat dengan konstitusi UUD NRI Tahun 1945.

 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini Perda syariah bisa dibilang hanya melihat dari pada kepentingan mayoritas saja yang mana merupakan suatu bentuk dari ketidakhadiran negara dalam melindungi kepentingan masyarakat minoritas. 

Menurut Jurgen Habermas (F. Budi Hardiman, 2009, 126) pengagas Demokrasi Deliberatif, dalam masyarakat yang pluralis diperlukan adanya sebuah prosedur komunikasi guna legitimasi hukum di dalam sebuah pertukaran yang dinamis antara sistem politik dengan ruang publik di masyarakat. 

Sehingga dalam sebuah pembentukan kebijakan publik ataupun peraturan perundang-undangan, dinamika dalam ruang sidang para wakil rakyat dapat diakses oleh publik dan publik dapat memberikan perannya berupa sumbasih ide dalam perumusannya tanpa mengenal latarbelakang dari si individu ataupun kelompok yang ada di masyarakat.

 Hal ini menghilangkan adanya elitisme dan meminimalisir adanya dominasi kepentingan mayoritas rumusan kebijakan publik.

Sosio-demokrasi sebagaimana dijelaskan oleh Soekarno (Pidato Soekarno 1 Juni 1945) sebagai nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan Demokrasi Politik dan Keadilan Sosial, demokrasi dengan kesejahteraan. 

Selain berbicara demokrasi sebagai suatu sistem juga berbicara didalamnya kesejahteraan rakyat serta mengkikis elitisme sebagai suatu dampak buruk pelaksanaan demokrasi politik. 

Sehingga suatu tindakan yang tidak Pancasilais, memang, ketika suatu ketentuan Peraturan perundang-undangan saat ini dalam proses pembentukannya menjauhkan diri dari realitas masyarakat, yaitu masyarakat Indonesia yang Pluralis. Lalu apabila demikian apakah negara sudah Pancasilais ?       

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun