"Tulislah sesuatu yang harus dibaca banyak orang, bukan yang ingin dibaca orang banyak."
Judul novel ini memang “Selamat Tinggal” yang merupakan kalimat yang siap dilontarkan untuk meninggalkan sesuatu. Namun, dalam novel ini juga menceritakan mengenai perjuangan Sintong dalam menyelesaikan skripsi, perjuangannya untuk bisa keluar dari dunia pembajakan, hingga usahanya untuk membawa kembali nama penulis yang telah lama hilang.
Judul yang menarik dan gampang diingat ini, membuat pembaca semakin penasaran dengan isi bukunya dan termotivasi untuk membaca hingga akhir. Siapa sangka, isu yang diangkat dalam buku ini adalah isu pembajakan yang disebut berkali-kali dalam buku menjadi tamparan bagi produsen dan penikmat karya bajakan. Penyampainnya melalui sindiran, seperti pernyataan dimana pembajak yang selalu benar atas pekerjaannya dan posisi penulis yang selalu disalahkan. Atau para mahasiswa yang terpaksa mengakses konten bajakan karena uang sakunya yang yang terlalu sedikit, hingga sisi malang dari penulis yang haknya dirampas karena pembajakan.
Novel "Selamat Tinggal" mempersembahkan cerita yang sederhana dan mudah dimengerti, dengan alur yang terasa ringan. Penggambaran latar tempat, waktu, dan suasana hidup sehari-hari memberikan nuansa yang sangat akrab. Mulai dari toko buku bajakan yang lazim dijumpai, mahasiswa yang terus-menerus terlibat dalam penyelesaian skripsi, hingga kisah cinta pertama di masa SMA, semuanya dirangkai dengan gaya penceritaan yang memudahkan pembaca untuk terlibat dalam alur cerita.
Meskipun cerita ini bersifat ringan, pesan-pesan yang disampaikan tetap tajam dan serius. Isu-isu terkait maraknya pembajakan dikemas dengan baik melalui alur cerita dan sindiran yang terulang. Pembaca diyakinkan bisa dengan mudah meresapi makna yang ingin disampaikan oleh penulis.
Namun demikian, menurut saya, bagian cerita yang berkisah tentang Sintong memulai skripsinya dan mencari narasumber terasa berjalan terlalu lama. Waktu yang dihabiskan untuk kisah Sintong bersama Jess juga mungkin kurang memikat perhatian. Ending dari novel ini tidak sepenuhnya memuaskan, berbeda dengan karya-karya Tere Liye lainnya yang selalu menciptakan kekaguman bagi pembaca.
Meski begitu, buku ini tetap mendapat nilai 10/10 dari saya sebagai pembaca. Novel dengan cerita yang ringan namun sarat pesan merupakan alasan utama untuk merekomendasikannya. Cocok untuk semua kalangan, dari pelajar, pekerja kantoran, hingga orang tua. Pesan tentang merugikannya pembajakan dan pentingnya mendukung orisinilitas karya dapat diterima oleh semua pembaca. Semangat untuk memberantas pembajakan harus terus dijaga agar para seniman dapat hidup layak dengan karya luar biasa mereka.
Mari hentikan pembajakan dengan mendukung keaslian karya. Selamat tinggal, pembajakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H