Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang mendukung perekonomian di Indonesia, terbukti dengan meningkatnya kontribusi UMKM terhadap PDB yang setiap tahunnya selalu meningkat.Â
Selain itu UMKM juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia, dari data Kementrian Koperasi dan UMKM menyebutkan, jumlah sektor UMKM di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97 persen atau senilai Rp. 8,6 Triliun.Â
Ada beberapa alasan mengapa UMKM sangat membantu dalam mendukung perekonomian di Indonesia, yang pertama jumlah pelaku UMKM jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan karyawan yang bekerja di perkantoran, yang kedua kreatifitas yang dihadirkan UMKM berpotensi menghadirkan lapangan pekerjaan baru, yang ketiga sektor UMKM ini tidak menuntuk jenjang pendidikan yang tinggi sehingga masyarakat yang berpendidikan rendah pun bisa menjadi pelaku UMKM, yang keempat ketika terjadi krisis tahun 1998 UMKM masih bertahan meskipun inflasi pada saat itu sangat tinggi, dan masih banyak bukti lainnya yang membuktikan UMKM ini sangat mendukung perkenomian di Indonesia.
Kebangkitan sektor UMKM ini sangat mempengaruhi percepatan pemulihan ekonomi di Indonesia yang dua tahun terakhir ini perekonomian indonesia mengalami keterpurukan. Untuk itu pemerintah melalui Menko Bidang Perekonomia memberikan dukungan anggaran sebesat Rp. 95,87 Triliun untuk percepatan pertumbuhan sektor UMKM.Â
Selain itu pemerintah juga menaikan plafon KUR dari Rp. 253 Triliun menjadi Rp. 285 Triliun. Menurut Menko Bidang Perkonomian Aerlangga Hartanto bantuan berbagai program tersebut diharapkan mampun meringankan dampak pandemi terhadap keberlangsungan UMKM.Â
Karena dari data Badan Pusat Statistik tahun 2020, sekitar 69,02 persen UMKM mengalami kesulitan dari segi permodalan akibat pandemi covid-19, harapanya dengan adanya bantuan permodalan tersebut pertumbuhan sektor ini bisa lebih cepat sehingga bisa membantu pertumbuhan perkenomian dan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi.
Peran UMKM terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja memang tidak lagi diragukan, namun jika dilihat dari sektor penerimaan pajak UMKM belum mencerminkan kontribusi yang dominan sebagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja, terbukti pada tahun 2014 penerimaah pajak dari sektor UMKM (PPh Final 1%) hanya sekitar Rp. 2 Triliuan, padahal kontribusi sektor UMKM terhadap PDB ditahun yang sama sebesar Rp. 3.000 Triliun. Yang seharusnya penerimaan pajaknya sekitan Rp. 30 Triliun.Â
Untuk menggali potensi penerimaan pajak UMKM Kementrian Keuangan melakukan berbagai upaya dan terobosan dengan menciptakan ekosistem perpajakan yang ramah terutama bagi pelaku UMKM.Â
Salah satu caranya dengan menerapkan tarif yang mudah dan ringan bagi UMKM salah satu caranya yaitu dengan menerapkan pajak final 1 persen yang diatur dalam peraturan pemerintah No. 46 tahun 2013.Â
Tidak sampai disitu pada tahun 2018 pemerintah memberikan insentif spesial bagi pelaku UMKM dengan menurunkan tarif pajak final 1 persen menjadi 0,5 persen dengan harapan kontribusi pelaku UMKM terhadadap penerimaan pajak meningkat dari segi kuantitas atau jumlah wajib pajaknya.Â
Selain memberikan insentif tarif rendah kemenkeu juga memberikan kemudahan dalam proses penyetoran dan pelaporannya sehingga pelaku UMKM tidak kesulitan dalam melakukan kewajiban perpajakannya.
Belum berhenti sampai disitu, pada tahun 2022 ini melalui ketentuan baru Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pelaku UMKM yang memiliki peredaran usaha dibawah Rp. 500 juta selama satu tahun tidak akan dikenakan pajak PPh final, menurut Mentri Keuangan Sri Mulyani besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi UMKM orang pribadi sebesar Rp. 500 juta pertahun.Â
Yang selama ini UMKM tidak ada batas PTKP sehingga pelaku UMKM yang berpenghasilan berapapun akan dikenakan PPh Final 0,5 persen. Kini, pengenaan pajak UMKM dimulai dari omset Rp. 500 juta, selebihnya baru akan dikenakan pajak final dengan tarif 0,5 persen. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa UU HPP berpihak kepada UMKM sehingga pelaku UMKM tidak keberatan dengan pengenaan pajak yang ada di indonesia sehingga pelaku UMKM yang selama ini belum melakukan kewajiban perpajakannya turut berpartisipasi menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga tingkat kepatuhan penerimaan pajak dari sektor UMKM ini akan meningkat.Â
Terbukti dengan adanya peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 2018 meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM yang pada tahun 2016 jumlah wajib pajak UMKM ini yang melaksanakan kewajiban perpajakannya sebanyak 1,45 juta menjadi 2,31 juta pada tahun 2019. Harapannya dengan adanya UU HPP ini kepatuhan wajib pakak UMKM akan meningkat. Karena bagaimanapun kepatuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan akan sangat berpengaruh terhadap akses bagi UMKM tersebut, terutama dalam hal perbankan dan penerimaan program-program yang diberikan pemerintah.
Saksono Budi, S.E., M.M.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H