Analisis dampak kasus pada Pencurian Data Bank Syariah Indonesia
Ruang siber dan keamanan nasional adalah dua konsep yang erat kaitannya dalam konteks dunia digital. Ruang Siber mengacu pada lingkungan virtual yang mencakup semua infrastruktur dan aktivitas di internet, sementara Keamanan Nasional adalah upaya negara untuk melindungi kepentingan dan integritasnya dalam berbagai aspek, termasuk di dunia maya.
Ancaman dalam ruang Siber dan keamanan nasional memiliki beberapa bentuk yaitu pertama adanya serangan siber dapat mencakup peretasan, perusakan data, pencurian data, atau jenis serangan siber lainnya yang bertujuan untuk merusak infrastruktur penting atau mendapatkan akses ke informasi rahasia.
Kedua, spionase siber yaitu dapat digunakan oleh negara dan kelompok non-negara untuk mencuri data penting, rahasia bisnis, atau informasi militer, yang dapat membahayakan keamanan nasional.
Ketiga, propaganda dan pengaruh asing adalah aktor negara atau non-negara dapat menyebarkan propaganda, mempengaruhi opini publik, dan mengganggu urusan dalam negeri negara lain melalui media sosial dan platform online.
Keempat, ancaman teroris adalah kelompok teroris dapat menggunakan internet untuk rekrut anggota, mendukung aktivitas mereka, atau merencanakan serangan. Pemerintah harus melawan upaya-upaya ini karena ini menimbulkan ancaman keamanan nasional.
Terakhir, pencurian kekuatan ekonomi yaitu serangan siber dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan seperti pencurian kekayaan intelektual, penipuan keuangan, atau sabotase infrastruktur vital.
Berbagai negara telah mengalami serangan siber termasuk negara Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan dalam mengelola keamanan nasionalnya di era cyberspace ini.
Serangan siber yang terkoordinasi akan menimbulkan banyak kerugian. Dimana hal ini dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur kritis, tercurinya informasi penting serta mengancam pada stabilitias ekonomi juga politik.
Salahsatu kasus yang terjadi di Indonesia adalah layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang mengalami gangguan 8 Mei 2023. Data pribadi nasabah BSI, seperti nama, alamat, nomor telepon, dan nomor rekening bank dicuri oleh serangan siber yaitu kelompok peretas.
Serangan yang terjadi pada Bank Syariah Indonesia diduga dilakukan oleh kelompok peretas yang berbasis di seluruh dunia yang menggunakan teknik ransomware.Â
Ransomware adalah malware yang mengenkripsi data korban dan menuntut uang sebagai imbalan agar data tersebut dikembalikan. BSI telah melakukan penyelidikan dan melaporkan kasus ini kepada polisi.
Bank menjadi salahsatu lembaga penghubung yang penting dalam keberlangsungan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat didalamnya. Dengan dunia digital yang semakin canggih, Bank Syariah Indonesia juga sudah menerapkan penggunaan e-banking.
Penggunaan e-banking juga dapat berdampak pada perlindungan data pelanggan. Penggunaan e-banking secara signifikan meningkatkan jumlah kejahatan cyber.
Dalam fitur web bank jika sistem keamanan lemah hal ini dapat digunakan oleh individu yang tidak berwenang untuk melakukan pelanggaran hukum yang dapat merugikan pelanggan.
Semua negara termasuk Indonesia didalamnya yang menggunakan aktivitas internet akan mendapatkan dampak dari berkembangnya kejahatan di dunia maya ini. Tercuri data pribadi nasabah pada Bank Syariah Indonesia menunjukkan bahwa masih adanya sistem keamanan yang lemah.
Diungkapkan juga oleh Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo bahwa gangguan yang terjadi di Bank Syariah Indonesia dikarenakan sistem keamanan IT yang masih lemah pada Bank tersebut sehingga diperlukan adanya penigkatan dalam sistem keamanan IT pada Bank ini.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk. BSI melakukan press release menyampaikan permohonan maaf atas gangguan yang dialami oleh nasabah dalam mengakses layanan BSI dan memberikan penegasan akan berkomitmen untuk dapat lebih menjaga keamanan dan serta data yang dimiliki para nasabah.
Pada tanggal 09 Mei 2023, BSI berhasil melakukan normalisasi layanan pada sistem jaringan ATM serta kantor cabang. Sehingga, pada hari tersebut juga nasabah dapat melakukan transaksi di sistem jaringan cabang juga ATM Bank Syariah Indonesia yang ada di seluruh Indonesia.
Direktur utama BSI Hery Gunardi juga menegaskan komitmen BSI untuk dapat memperkuat pertahanan serta keamanan cyber, terutama demi kepentingan nasabahnya.Â
Pihaknya juga mengingatkan nasabah untuk dapat menjaga kewaspadaan dan tetap berhati-hati dalam berbagai bentuk modus penipuan juga kejahatan digital yang mengatasnamakan Bank Syariah Indonesia.
Kajian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa kerugian rata-rata tahunan yang disebabkan oleh serangan siber pada sektor jasa perbankan diperkirakan mencapai 100 miliar dolar AS, atau setara Rp. 1.420 trilliun, pada semester pertama tahun 2020 hingga 2021.Â
Menurut Teguh Supangkat, Deputi Ketua Departemen Keuangan IMF, kerugian riil yang disebabkan oleh serangan siber pada bank-bank umum mencapai Rp. 246,5 miliar.
Kasus pencurian data BSI sangat mengganggu pelanggan BSI, bank BSI, dan pemerintah Indonesia. Dimanan akan memberikan dampak seperti mengalami kerugian uang, gangguan layanan, dan kekhawatiran tentang keamanan data pribadi mereka.
Kerugian finansial: Jika data pribadi nasabah BSI dicuri, mereka dapat mengalami kerugian finansial. Penipuan, seperti penipuan dengan kartu kredit atau rekening bank, pemerasan, seperti pemerasan untuk mendapatkan uang atau informasi, dan kejahatan lain, seperti pencurian identitas atau penyalahgunaan data pribadi, termasuk dalam kategori ini.
Layanan perbankan juga dapat mengganggu pelanggan BSI. Gangguan ini dapat berupa kesulitan mendapatkan akses ke layanan perbankan seperti ATM, internet banking, dan perbankan mobile serta kendala dalam melakukan transaksi perbankan.
Kekhawatiran akan keamanan data pribadi dimana kasus pencurian data BSI ini menimbulkan kekhawatiran bagi nasabah BSI tentang keamanan data pribadi mereka, yang dapat menyebabkan mereka berhenti menggunakan layanan perbankan online.
Bank BSI sendiri juga mengalami kerugian finansial, reputasi negatif, dan penurunan kepercayaan konsumen. Kerugian finansial yaitu Bank BSI harus mengeluarkan biaya untuk menangani kasus pencurian data, yang dapat mencakup biaya investigasi, pemulihan data yang dicuri, dan kompensasi kepada nasabah.Â
Kemudian citra yang tercoreng yaitu pencurian data dapat merusak citra Bank BSI sebagai bank yang aman dan terpercaya. Sampai kepada menurunnya kepercayaan nasabah kepada Bank BSI.
Menurunnya kepercayaan publik terhadap keamanan cyberspace berdampak pada pemerintah Indonesia. Kasus pencurian data BSI menunjukkan betapa rentannya Indonesia terhadap cybercrime. Hal ini berpotensi menimbulkan keresahan sosial dan mengancam stabilitas keamanan nasional.
Sumber : PRESS RELEASE Dirut BSI : Kami Mohon Maaf dan Sedang Berusaha Pulihkan Layanan. https://ir.bankbsi.co.id/newsroom/dc70693fac_d7743dac9a.pdf
Adi Ahdiat. 2023. Ancaman Kejahatan Siber terhadap Nasabah BSI (2022). https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/10/bsi-temukan-ribuan-ancaman-siber-pada-2022-data-nasabah-diklaim-aman
 Rully R. Ramli, Ambaranie Nadia Kemala Movanita. 2021."Imbas Kejahatan Cyber, Bank-bank Dunia Merugi Rp 1.420 Triliun Per Tahun". https://money.kompas.com/read/2021/10/26/173828526/imbas-kejahatan-cyber-bank-bank-dunia-merugi-rp-1420-triliun-per-tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H