Mohon tunggu...
Saka Agung Nugraha
Saka Agung Nugraha Mohon Tunggu... -

.::Faster Than You Know::.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengungkap Misteri Mati Suri

21 Maret 2010   10:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:17 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengalaman mati suri (Near Death Experience) seringkali terjadi pada beberapa orang yang sedang sekarat. Apa yang sebenarnya terjadi pada saat mati suri? Atau hanya ada perubahan-perubahan kimia dalam otak dan organ indera sebelum kematian?

Rata-rata mati suri memiliki ciri-ciri umum tertentu, tapi ada juga yang memiliki pola berbeda. Seperti dikutip dari Howstuffworks, Jumat (19/3/2010) ada beberapa ciri umum ketika seseorang mati suri, yaitu:


  1. Perasaan ketenangan, perasaan ini kemungkinan meliputi kedamaian, penerimaan kematian, emosional dan kenyamaan fisik.
  2. Intensitas murni cahaya terang yang tidak menyakitkan, intensitas cahaya ini terkadang memenuhi ruangan tapi ada juga seseorang hanya melihat cahaya yang berasal dari surga atau Tuhan.
  3. Pengalaman keluar dari tubuh (out-of-body experience/OBE), orang merasa telah meninggalkan tubuhnya dan bisa melihat dokter yang bekerja padanya.
  4. Memasuki alam atau dimensi lain, hal ini biasanya tergantung dari keyakinan dan pengalamannya.
  5. Berjalan di terowongan, banyak orang yang mati suri menemukan dirinya berada di terowongan dengan cahaya di ujung dan bertemu dengan makhluk roh lainnya.
  6. Dapat komunikasi dengan roh, sebelum mati suri berakhir banyak orang yang melaporkan dapat berkomunikasi dengan roh lain dan diperintahkan untuk kembali ke tubuhnya.

Teori yang menjelaskan tentang mati suri dibagi menjadi dua kategori dasar yaitu penjelasan ilmiah (medis, fisiologis dan psikologis) serta penjelasan supernatural (spiritual dan agama).

Secara supernatural seseorang yang mati suri sebenarnya mengalami dan mengingat hal-hal yang terjadi dengan kesadaran tapi tanpa disertai tubuhnya.

Ketika seseorang mendekati kematian, maka jiwanya meninggalkan tubuh dan mulai merasakan hal-hal yang biasanya tidak bisa dirasakan. Jiwa berjalan melalui perbatasan antara hidup di dunia dan hidup di akhirat, biasanya diwakili oleh terowongan dengan cahaya di ujung.

Secara ilmiah proses mati suri sangat kompleks, subjektif dan emosional. Mekanisme di balik beberapa pengalaman ini adalah cara otak memproses informasi sensorik.

Apa yang seseorang lihat di sekelilingnya hanyalah jumlah dari semua informasi sensorik yang diterima otak pada saat tertentu. Jika seseorang membayangkan sesuatu saat inderanya tidak berfungsi dengan baik, maka otak akan menerima informasi yang salah.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh obat-obatan atau beberapa bentuk trauma yang menyebabkan otak orang tersebut menutup. Beberapa ahli berteori bahwa gangguan saraf atau kelebihan beban informasi yang dikirim ke korteks visual otak, menciptakan gambaran cahaya terang yang berangsur-angsur menjadi lebih besar. Otak dapat menafsirkan hal ini sebagai bergerak di terowongan gelap.

Selama mengalami mati suri, tubuh rawan mengalami kerusakan karena otak menafsirkan informasi yang salah. Kombinasi antara efek trauma dan kekurangan oksigen di dalam otak memunculkan pengalaman melayang ke angkasa dan menatap tubuh Anda sendiri. Sensasi damai yang dirasakan dipicu oleh meningkatnya kadar endorfin yang diproduksi oleh otak selama trauma.

Salah input sensoris yang diterima, ditambah dengan kekurangan oksigen dan endrofin akan menciptakan sebuah pengalaman surealisme meskipun realistis. Selain itu neurotransmitter di otak yang menutup akan menciptakan ilusi yang indah bagi semua orang yang dekat dengan kematian.

Mati Mendadak, Pria Amerika Bisa Hidup Lagi

Arizona, Chris Brooks, pria berusia 22 tahun baru saja meninggal dunia akibat serangan jantung. Namun ajaibnya, 20 menit kemudian ia bangun lagi dari kematiannya. Padahal menurut teori, 3 menit saja jantung berhenti, kematian tidak bisa dicegah.

Chris adalah seorang mahasiswa yang baru lulus dan bekerja sebagai seorang kontraktor di Arizona. Saat itu Chris dan rekannya sedang liburan dan mengunjungi sebuah tempat bowling. Karena terlalu kecapaian, Chris yang diketahui punya penyakit jantung pun segera dibawa pulang oleh teman-temannya.

Dalam perjalanan pulang, Chris sempat mengirim pesan singkat pada kekasihnya. Isinya yaitu, 'Saya mau mati', dan 15 menit setelah mengirim pesan itu, Chris benar-benar mati, tidak bernafas lagi.

Chris ternyata mengalami serangan jantung dan dalam seketika jantungnya berhenti berdetak. Ketika sampai di rumah, ayahnya langsung memberinya nafas buatan dan menelepon 911. Saat itu sedang jam 3 pagi dan semua orang di rumah menjadi sangat panik.

Namun pihak 911 langsung memberi instruksi untuk melakukan teknik CPR. Ayah Chris pun langsung mengikuti instruksi petugas 911 itu dan ajaibnya Chris hidup kembali dan bisa bernafas. Ia bahkan tidak mengalami kerusakan otak, padahal ia sudah tidak bernafas hampir 20 menit. Menurut American Heart Association, setiap menitnya jantung berhenti, kemampuan bertahan hidup akan berkurang hingga 10 persen.

Para dokter di University of Pennsylvania's Center for Resuscitation Science mengatakan bahwa kejadian yang dialami Chris adalah sebuah keajaiban. Dengan teknik CPR yang diinstruksikan oleh petugas 911, Chris bisa diselamatkan.

"Ketika seseorang mengalami serangan jantung, yang paling penting dilakukan adalah membiarkan darah tetap mengalir di tubuh, caranya yaitu dengan menekan dada," ujar Dr. Ben Bobrow dari The Arizona Department of Health, seperti dikutip CNN, Kamis (15/10/2009).

"Tanpa suplai darah ke otak dan jantung, seseorang akan mati. Dan hal ini bisa terjadi dimana saja, di rumah, jalan, stasiun, kantor atau dimanapun. Butuh waktu jika harus memanggil petugas paramedis. Oleh karena itu, setiap orang seharusnya tahu cara CPR yang benar," ujar Dr. Lance Becker dari The Center for Resuscitation Science at the University of Pennsylvania.

Serangan jantung terjadi ketika pembuluh darah arteri yang menyalurkan oksigen ke otot jantung terhalang. Serangan jantung umumnya menyebabkan nyeri dada tidak lebih dari 15 menit. Namun, serangan jantung tidak memiliki gejala atau tanda. Serangan itu bisa dipicu oleh kegiatan yang melelahkan dan bisa hilang dengan istirahat.

Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah teknik penyelamatan hidup yang berguna dalam berbagai kasus gawat, baik serangan jantung maupun hampir tenggelam, dimana seseorang berhenti bernapas atau detak jantung berhenti. Teknik ini merupakan kombinasi antara nafas buatan dan menekan dada.

Namun kini peneliti menyarankan agar para penyelamat cukup melakukan teknik CPR dengan menekan dada saja. Studi terkini menyebutkan bahwa dengan menekan dada setiap 100 kali per menitnya akan menaikkan peluang detak jantung hidup lagi hingga 3 kali lebih besar dibanding dengan teknik CPR yang lama (kombinasi nafas bantuan dan tekanan dada).

"Ketika detak jantung berhenti, sebenarnya darah masih punya suplai oksigen ke otak untuk sekitar 2 menit. Itu adalah sebuah proses dan artinya ada kemungkinan untuk menghidupkan kembali detak jantung dalam beberapa menit. Bahkan jika dilatih, seseorang bisa menahan nafas hingga 7 menit. Waktu menjadi sangat penting ketika Anda menolong orang pingsan atau tidak bernapas," tutur Becker.

Pengakuan Sang Dokter Mengintip Dunia Kematian

New York, Pengalaman mendekati kematian atau 'Near Death Experience' banyak diceritakan pasien pada dokter. Namun banyak dokter yang tidak percaya dan menganggapnya sebagai halusinasi atau efek rasa sakit. Tapi kini, pengalaman itu benar-benar dialami sang dokter.

Banyak orang yang mendeskripsikan 'Near Death Experience' sebagai keadaan antara hidup dan mati, dimana ada cahaya terang benderang, bertemu dengan sang Pencipta tapi diminta untuk kembali lagi ke dunia.

Mary Jo Rapini adalah psikolog klinis yang mengalami hal tersebut. Didampingi oleh Dr Jeffrey Long yang pernah melakukan studi terhadap 1.300 kasus 'Near Death Experience', Rapini menceritakan kisahnya.

"Saya banyak menangani pasien kanker dan mereka selalu bercerita tentang pengalamannya mendekati kematian. Tapi saya selalu menganggap cerita tersebut sebagai efek reaksi medis atau halusinasi," kata Rapini seperti dikutip dari MSN, Selasa (26/1/2010).

Hingga pada April 2003, kejadian itu ia alami sendiri. Menurut Rapini, saat itu ia mengalami pembengkakan pembuluh darah dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Keadaannya sangat parah sampai harus berada di ruang gawat darurat selama 3 hari.

"Semua dokter langsung panik dan mengelilingi saya. Mereka memasukkan berbagai macam alat medis di tubuh saya dan menelepon suami saya," tutur Rapini.

"Hingga tiba-tiba, saya melihat sebuah cahaya yang sangat terang. Cahaya ini berbeda dari cahaya biasanya dan terus berkembang membesar. Lalu saya bertanya-tanya, cahaya apa itu? Saya pun memasuki cahaya itu," jelasnya.

Rapini pun masuk ke dalam terowongan cahaya itu. Menurutnya, di sana ia melihat ruangan yang sangat indah dan bertemu dengan Tuhan. Ia berkata saya tidak bisa tinggal dan harus kembali lagi ke dunia. Rapini kemudian protes.

"Kenapa saya tidak bisa tinggal disini? Padahal saya sudah menjadi istri dan ibu yang baik. Saya juga sudah merawat pasien kanker tiap harinya," ujarnya.

Menurut penuturan Rapini, sang Pencipta memintanya kembali ke dunia untuk melakukan hal yang lebih baik dari itu.

Pengalaman Near Death Experience yang diceritakan Rapini ternyata sama dengan pengalaman-pengalaman lainnya yang pernah dianalisa Dr Jeffrey Long.

"Ternyata hampir semua orang yang pernah mendekati kematian punya cerita yang sama, baik mereka pernah dengar sebelumnya atau tidak pernah," kata Dr Long.

Dalam buku karangannya yang berjudul 'Evidence of the Afterlife: Science of Near-Death Experiences', Dr Long menyebutkan beberapa tanda mendekati kematian, diantaranya bertemu dengan orang-orang yang lebih dulu meninggal dunia, ingatan-ingatan yang bertambah jelas, dan lainnya.

Menurut Long yang merupakan dokter onkolog radiasi dan juga menangani pasien kanker, sama seperti Rapini buku yang berhasil ia buat semakin memicunya untuk menjadi dokter yang lebih baik.

"Pengalaman-pengalaman itu mengubah pandangan saya sebagai dokter. Saya lebih percaya diri dalam menangani pasien, terutama pasien kanker. Saya menemukan bahwa kematian bukanlah akhir dari kehidupan, karena ada kehidupan lain setelahnya," jelas Long.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun