Sepertinya Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) belum banyak berubah profesionalitas penanganan kasus masih jauh yang diharapkan. Seperti penanganan kasus surat palsu MK.
Andi Nurpati sering disebut sebagai pihak yang berperan penting dalam kasus surat palsu MK. Karena tanpa perannya, surat palsu MK tak mungkin ada. Namun mengapa penyidik belum juga berani menetapkan Andi sebagai tersangka?
Sejauh ini, Polri baru menetapkan 2 tersangka. Masyhuri Hasan dan Zainal Arifin Hoesein. Dua-duanya dijerat pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Menurut Polri, Masyhuri terbukti memalsukan tandatangan dan nomor surat, sementara Zainal membuat konsep isi surat.
Padahal berdasarkan sejumlah keterangan, Andi Nurpati adalah pihak yang aktif memintanya agar surat palsu itu dikirimkan ke KPU. "Andi Nurpati yang ingin surat itu segera dikirim, padahal kita tahu itu baru draft," kata pengacara Masyhuri, Edwin Partogi .
Indikasi keterlibatan Andi Nurpati, menurut Ketua Mafia Panja Pemilu, Chairuman Harahap, dapat dijabarkan dengan dua petunjuk. Pertama, Andi Nurpati sangat aktif meminta Masyhuri agar mengirimkan surat palsu MK.
"Ingat hasil surat palsu itu, oleh Masyhuri diterangkan yang meminta faks adalah Ibu Andi Nurpati agar langsung dikirim ke kantor Andi Nurpati," imbuhnya.
Kedua, saat pleno KPU tanggal 21 Agustus, Andi Nurpati menggunakan surat no 112 tertanggal 14 Agustus 2009. Padahal MK telah mengirimkan surat tanggal 17 Agustus 2009.
"Tapi mengapa, Andi malah memakai surat tanggal 14? Artinya dia tahu ada surat palsu dan ada surat asli. Tapi tetap memaksakan menggunakan surat palsu? Berarti dia menyembunyikan surat asli," papar Chairuman.
Muncul dugaan polisi takut mengusut Andi karena jabatannya sebagai Ketua DPP Partai Demokrat (PD). Kapolri dianggap telah menerapkan standar ganda dalam penanganan kasus ini.
"Bukti jelas, keterangan saksi-saksi sangat terang benderang. Tapi mengapa hanya Zainal dan Masyhuri yang jadi tersangka? Kalau itu yang terjadi tentu yang dipertunjukan polisi bahwa hukum ini berlaku tergantung pada siapa pelakunya. Kalau Masyhuri bukan siapa-siapa bukan pejabat, ngga punya link kekuasaan sehingga bisa diperlakukan apa saja sementara Andi Nurpati bebas begitu saja," tegas Edwin.
Senada dengan Masyhuri, Zainal juga merasa ada logika hukum yang diabaikan dalam kasus ini. Kapolri dianggap tunduk pada kekuasaan dan cenderung tebang pilih.