Bagi yang suka mengamati dunia Statutisasi Marketing dan Marketingisasi Status...halah opo iku... pasti sudah familiar atau paling tidak pernah mendengar dengan sesosok mahluk yang namanya 'Inbound Marketing'. Bukan dari golongan manusia, bukan juga lelembut namun sosok ini sukses mencuri perhatian para marketers diseluruh dunia dengan menjelma sebagai Strategy Marketing paling seksi di 5 tahun belakangan ini.
Kalau dulu marketers dan segala aktivitas kampanyenya adalah sesuatu yang bikin alergi customers karena sifatnya yang sangat menganggu dan bikin iritasi, sekarang marketers dan materi kampanyenya malah diburu karena menjadi hiburan tersendiri buat customers.
Dan dulu... liat iklan 30 detikan pas nonton TV atau iklan pop up di internet yang cuma 30 detik cenderung kita hindari dengan cepet-cepet ganti channel or close pop-upnya. Sekarang malah diburu, dicari didownload malah. Iklan yang 30 detik dihindari, tapi yang durasinya 10 menit malah dicari sampai jadi trending topic worldwide. Aneehh? Mungkin tapi inilah kenyataannya.
Sudah lihat iklan LINE versi AADC reunian khan? Iklan dalam bentuk mini movie nya yang berdurasi 10 menit atau 20x lebih panjang dari iklan TV biasa sudah diview 3,8 juta di YouTube saja. Belum kehitung yg di socmed atau media lain.
Sebenarnya selain LINE ada juga yang juga jago bikin campaign ciamik seperti ini, Unilever contohnya. Sudah menjadi tradisi Unilever membuat iklan-iklan seperti ini, tak jauh dari spirit global campaignnya. Tengok saja website nya www.clear.co.id atau yang lebih mirip websitenya MTV ketimbang website jualan.
Di Indonesia fenomena seperti ini memang masih langka. Namun di luar negeri strategi marketing seperti ini adalah sudah menjadi hal lumrah dan biasa. Hal ini dipicu persaingan campaign antar Brand yang luar biasa panasnya. Dunia marketing sudah menjadi Baratayudha nya para Ads Creator yang sekarang lebih mirip seniman ketimbang marketers. Coba saja tengok ADWEEK dimana hampir tiap hari kita temui campaign marketing yang bikin kesengsem customers dan diview sampain belasan juta kali bahkan.
Dari seabrek promo kreatif tadi, tetep saja yang paling fenomenal adalah rangkaian promo milik Apple. Sang pemilik rekor dunia 'iklan' dengan durasi terlama. Baru-baru ini saja pas launch iPhone 6 September kemarin, event presentasi produk ini di live stream ratusan juta orang, itupun gara-gara servernya megap-megap. Kalau saja servernya sehat walafiat yang view streaming bisa lebih banyak lagi. Tak cukup disitu, event ini juga diliput dan dirivew juga jutaan media diseluruh dunia dan broadcast dan ilan gratis setiap harinya.
Ini video Tim Cook presentasi jualan barangnya loh...1000% jualan...ndak ada beda sama iklan jualan di TV or di YouTube. Tapi tetap aja presentasi ini ditunggu dan dinanti milyaran orang didunia. Tercatat video iklan launch product berdurasi 2 jam 3 menitan ini juga masih diview 900 ribuan lebih di YouTube. Itu yang dari channelnya Apple, belum dari channel yang lain. Ueeedaan tenan strategi marketingnya.
Terlepas dari semua fenomena penampakan marketing diatas, ada pergeseran fundamental yang patut dicermati. Terutama pergeseran strategi marketing dari konvensional ke modern, dari Outbound ke Inbound.
Marketers sudah menjelma menjadi para storyteller yang handal.
Teknik marketing konvensional yamg lebih memprioritaskan ke teknik bagaimana cara berburu dan membidik customer agar bisa dibombardir dengan ocehan-ocehan promo marketingnya. Ujung-ujungnya tentu saja membuat customer merasa tidak nyaman.
Beda nama tentu saja beda gaya. Kalau teknik hunting ala Outbound Marketing dimana maketersnya yang harus uber-uber customers yang di TO sama dia, Inbound Marketing lebih memprioritaskan ke teknik memancingnya.
Marketers cukup melempar umpan ke tengah kolam dengan kail yang sudah diberi umpan, kemudian tinggal duduk manis sambil dengerin MP3 nya Cita Citata, sambil menikmati sepiring singkong rebus plus secangkir kopi panas, dan membiarkan ikan-ikan di empang berbondong-bondong mengerubungi umpannya.
Yang namanya memancing, mau itu pemancing pro ala 'Mancing Mania Mantabb' atau pemancing dadakan di kolam pemancingan, kuncinya cuma satu, SABAR.
Bukan hanya SABAR MENUNGGU umpannya disambar, tapi juga SABAR MENDENGAR 'suara hati' Sang Ikan. Pemancing harus peka dalam menangkap umpan apakah yang lagi digemari dan lagi happening diantara para ikan.
Orang kadang salah kaprah mengartikan kata SABAR dalam dunia marketing. Padahal dua tipe sabar diatas tipikalnya beda seratus delapan puluh koma satu sembilan puluh sembilan derajad... alias beda bingitz.
Kalau SABAR MENUNGGU itu secara hirarki atau tingkatan sebenarnya ada dibawah SABAR MENDENGAR. Ketika kita salah memposisikan tingkat kesabaran ini saja, level ke'masteran' kita dalam memancing sudah jelas sangat dipertanyakan.
Kalau pemancing amatiran pasti berpikiran tipikal hampir sama. Yang penting modal pancing sama cacing sudah merasa pede untuk memancing dimana saja. Tinggal lempar kail yg udah dikasih cacing ke tengah, selesai urusan, tidur-tiduran SABAR MENUNGGU umpan disambar. Lho gitu doang??...Lhah biasanya juga begitu.
Beda halnya sama pemancing PRO. Mau berangkat mancing ia harus tahu dulu karakter tempat yang disambanginya. Mancing di empang, disungai, dilaut sudah jelas beda perlengkapan dan umpan yang dibawa. Mau mancing bahkan harus buka Google dulu buat browsing ciri dan karakter tempat juga ikan di lokasi yang mau dituju. Tak jarang bawa catatan juga buat mencatat berapa lama respon ikan pada aneka umpan yang ia uji cobakan. Hedeeehhh... ini mau mancing apa mau jadi petugas BPS bagian perempangan ya??
Sampe-sampe temperatur air juga diukur dan dicatat. Tak jarang masih harus bawa SONAR juga buat mengetahui populasi dan densitas ikan agar bisa tau kesudut mana ia harus melempar kailnya.
Lebayyy bin huawalay..bisa jadi. Tapi inilah beda yg pro sama amatir, beda tingkat kesabarannya dalam memperhatikan hal-hal kecil dan detail.
Seni SABAR MENDENGAR memang jauh lebih rumit dan kompleks daripada SABAR MENUNGGU. Tapi hasilnya jelas akan sangat berbeda jika menguasainya.
Kalo kita lebih sabar mendengar kemauan Sang Ikan bukan tidak mungkin waktu yang kita gunakan untuk menunggu umpan disambar juga lebih singkat.
Eh...nyebut ikan koq pake sebutan 'Sang Ikan' segala. Kenapa ndak langsung kita sebut si ikan atau ikan saja.
Sebutan Sang Ikan akan selalu mengingatkan kita kalau ikan juga butuh 'di-ikankan' seperti halnya manusia yang butuh dimanusiakan. Kita juga harus mengerti kalau ikan juga butuh dipahami eksistensi 'keikanan'nya.
Bahkan ADA Band pun sampai buat lagu khusu untuk Sang Ikan ini... "Karena Sang Ikan ingin di mengertii..." Maksaaa.... dikit. :D
Karena ikan adalah raja, paling tidak mereka adalah raja diempangnya yang ingin juga diakui, diapresiasi dan dihormati.
Ingat piramida Maslow, kalau DIAKUI, DIAPRESIASI dan DIHORMATI itu juga bagian dari kebutuhan dasar manusia.
Kalau mau menaklukkan raja ya ambil dan taklukkan hatinya lebih dulu. Minimal mengertilah mereka.
Karena .. beda empang, beda ikan, beda pula tipikal dan karakternya.
Kalo ikan tinggal diempang yang lama ndak keurus kita lempar apa aja ke kolam pasti disambar. Jangankan cacing atau remahan roti dan pelet ikan, 'bom alami' ayam yang nyemplung ke empang juga diembat juga.
Beda lagi ikan yang bernaung dikolam yang terawat dan terkondisikan. Kalo makanannya ndak SESUAI SELERA Sang Ikan pasti ndak akan disentuh. Jangankan disentuh dilirik aja tidak.
Kesalahan fatal tipikal marketers memang #gagalpaham karakter dan keinginan customers. Beranggapan satu umpan jika cocok pada satu empang, sudah pasti akan cocok juga untuk empang yang lain.
Mestinya kita belajar banyak dari sejarah Dr. Howard Moskowitz yang menjadi pahlawan karena keberhasilannya menemukan racikan Spaghetti Sauce yang sempurna. Dan bagaimana ia membantu Pepsi menemukan formula Pepsi. Namun bukan satu formula Pepsi yang sempurna bagi semua orang, tapi ramuan Pepsi-Pepsi yang spesifik yang sempurna untuk segmen-segmen yang spesifik.
“There is no perfect Pepsi. There are Perfect Pepsi’s” – The Ketchup Conundrum.
Konsep SEGMENTASI di marketing modern sudah jauh bergeser dibandingkan dengan marketing konvensional. Segmentasi sudah bukan hanya SEGMENTASI vertikal yang identik kelas dari customers. Ada segmen bawah, menengah bawah, menengah, menengah atas, atas, atas bangeett dll.
Tulisan Gladwell di bukunya 'What The Dog Saw' jelas-jelas membuka mata kita bahwa ternyata ada yang namannya SEGMENTASI HORISONTAL. Artinya meskipun sama-sama kelas menengahnya mereka juga ingin dipahami selera masing-masing. Kenapa?? Sekali lagi … “Karena Sang Ikan ingin dimengerti...”
Sama-sama lagu pop nya masing-masing punya selera yang beda-beda. Ada yang suka pop murni, yang mellow, Brit Pop, little Jazz, little Melayu... sampai yang berbau K-Pop alias Koplo-Pop... He he.. Eh ndak ada ding genre itu...Itu genrenya dangdut pantura..wkwkwk
Sama-sama pecinta Pop ada yang suka NOAH, Geisha, Repvblik, Yovie Nuno, Cherrybelle, Coboy Junior, Citra Scholastika sampai Cita Citata.. penyanyi Jazz yang banting setir ke Dangdut dan boom...melesat luar biasa. Itu dangdut apa POP ya…ambigu.
Artinya… masing-masing punya Tribes nya sendiri-sendiri. Dari 'sekte' penting sampai yang gak penting semua ada jamaahnya. Dan mereka punya panutan masing-masing yang mereka puja.
Hal yang mungkin kita pikir konyol dan tidak masuk akal pun bisa jadi memiliki jamaah yang luar biasa besarnya. Sebagai marketer kita wajib memahami mereka apa adanya dulu, gak perlu punya niatanmacem-macem. Yang penting connect..yang penting ENGAGE dulu. Urusan nge DRIVE dan konversi-konversian urusan belakangan. Jangan baru kenal tiba-tiba langsung pengen ngatur sana ngatur sini. Marketers KOLOTers itu namanya he he...
Sekali lagi, tugas terpenting dari seorang Inbound Marketer alias 'tukang pancing' adalah cukup MENDENGAR dan MEMAHAMI.
Jangan terlalu memaksakan personal likeness and BIAS kita saat mau mancing.
Kalau kita mancing ikan ya kasih umpan makanan ikan. Jangan mencak-mencak kalau ikannya ternyata ndak mau Pizza, Burger or Spagetti kesukaan kita. Dasar ikan ndeso, ikan udik, masa makanan mahal ndak mau..
Ini yang mancing pasti sedang kesurupan Jin Penunggu Empang. He he...
So… jadilah Inbound Marketers yang total, dengan SKILL LISTENING yang prima. Kemampuan marketers dalam mendengarkan akan menentukan arah pergerakan strateginya kedepannya.
Satu lagi, salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemampuan kita dalam mendengarkan adalah WISDOM.
“It’s impossible to make the deaf listen the Symphony.
Because We need WISDOM to LISTEN WISDOM.”
Thanks and Have A SUPERB WEEKENDS
Regards,
SAIFUL ISLAM
Dapatkan paket ‘INBOUND MARKETERS FOR BEGINNER’, Kumpulan mini book pilihan tentang Inbound Marketing dan prakteknya dari Hubspot Team ‘World Best Inbound Marketers’ - MIT.
Membahas apa itu Inbound Marketing, Strateginya dan Aplikasi nya baik buat Start Up sampai Big Company. B2C sampai B2B.
syaif.is@gmail.com
6282143180007
PIN: 7f8DE32A
Dare 2 Share, Happy 2 Share
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H