Mohon tunggu...
Saifu Ainurrofiq
Saifu Ainurrofiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang

menulis adalah ekspresi dari alat pembebasan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

VR dalam Dunia Medis: Potensi Besar di Tengah Tantangan Teknis

3 September 2024   22:45 Diperbarui: 5 September 2024   12:45 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi VR dalam dunia medis dengan teknologi informasi. (Sumber: Freepik.com)

VR dalam Dunia Medis: Potensi Besar di Tengah Tantangan Teknis

Realitas virtual (VR) telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir, dengan aplikasi yang berkembang pesat dalam berbagai bidang, termasuk game, pendidikan, dan, yang terbaru, bidang medis. Penerapan VR dalam pencitraan medis menawarkan potensi besar untuk merevolusi cara kita menganalisis dan memahami data medis, khususnya dalam hal anotasi gambar medis. Namun, meskipun ada banyak optimisme, tantangan teknis yang signifikan tetap ada. 

Dalam artikel berjudul "A Survey on VR-Based Annotation of Medical Images," Mika Anttonen dan Dongwann Kang (2024) mengeksplorasi berbagai hambatan yang dihadapi dalam pengembangan perangkat lunak anotasi berbasis VR, dan bagaimana hambatan-hambatan ini mempengaruhi efektivitas dan adopsi teknologi ini di lingkungan medis.

Salah satu poin utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah kebutuhan akan sumber daya komputer yang besar untuk menjalankan perangkat lunak anotasi dalam VR. Teknologi VR membutuhkan perangkat keras yang kuat, terutama untuk menangani visualisasi gambar medis 3D dengan jutaan voxel.

Sebagai contoh, penelitian ini menemukan bahwa framerate yang tidak stabil dapat menyebabkan ketidaknyamanan fisik bagi pengguna, seperti gejala mabuk perjalanan, yang pada akhirnya dapat menghambat adopsi teknologi ini. Selain itu, artikel ini menunjukkan bahwa meskipun beberapa perangkat lunak seperti DIVA Cloud telah mulai menawarkan alat anotasi dalam VR, banyak dari alat ini masih sangat terbatas dibandingkan dengan versi desktop yang lebih matang. 

Dengan latar belakang ini, artikel Anttonen dan Kang memberikan pandangan mendalam tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh pengembang perangkat lunak dalam upaya mereka untuk membawa teknologi VR ke garis depan pencitraan medis.

***

Penggunaan VR dalam pencitraan medis membuka peluang baru untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam proses anotasi gambar medis. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Anttonen dan Kang (2024), penerapan teknologi ini masih dihadapkan pada sejumlah tantangan teknis yang signifikan. 

Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah kebutuhan akan perangkat keras yang sangat kuat. VR memerlukan kemampuan komputasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perangkat lunak desktop tradisional. Contohnya, dalam penelitian ini ditemukan bahwa DIVA Cloud, salah satu perangkat lunak VR untuk anotasi gambar medis, mengalami penurunan framerate hingga di bawah 60 frame per detik pada beberapa gambar, jauh di bawah standar minimum 90 frame per detik yang direkomendasikan untuk VR (Anttonen & Kang, 2024).

Lebih jauh, tantangan dalam mengembangkan perangkat lunak anotasi berbasis VR juga mencakup kesulitan dalam menangani kompleksitas gambar 3D. Marching cubes, algoritma yang digunakan untuk menciptakan model 3D dari gambar medis, menghasilkan jutaan kubus yang memerlukan memori besar dan kinerja grafis yang tinggi.

Bahkan dengan perangkat keras yang cukup kuat, rendering gambar dengan kualitas tinggi tetap menjadi tantangan, yang pada akhirnya mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas pengguna. Anttonen dan Kang juga mencatat bahwa hanya sedikit perangkat lunak VR yang saat ini mampu mengelola standar format file medis seperti DICOM dan NIfTI secara efektif, yang penting untuk memastikan interoperabilitas dan keakuratan data dalam konteks medis.

Namun, di balik tantangan-tantangan ini, ada potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa VR bisa sangat bermanfaat dalam pendidikan medis dan perencanaan bedah, di mana pengguna dapat memvisualisasikan anatomi manusia dengan cara yang lebih intuitif dan mendalam. 

Sebuah studi yang dikutip dalam artikel menunjukkan bahwa pengguna pemula dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi mereka dalam menganalisis gambar medis ketika menggunakan VR dibandingkan dengan layar 2D tradisional (Timonen et al., 2022). Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengembangan yang tepat, VR dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk pelatihan dan analisis dalam lingkungan medis.

Untuk mengatasi tantangan ini, Anttonen dan Kang menyarankan pendekatan yang lebih terfokus pada peningkatan efisiensi perangkat lunak dan optimalisasi kinerja perangkat keras. Misalnya, dengan mengembangkan algoritma yang lebih efisien dan mengurangi kompleksitas grafis yang tidak diperlukan, pengembang dapat membantu mencapai framerate yang stabil tanpa mengorbankan kualitas gambar. Selain itu, memastikan bahwa perangkat lunak VR kompatibel dengan standar medis yang ada akan menjadi langkah penting untuk mendorong adopsi teknologi ini dalam praktik medis sehari-hari.

***

Penelitian yang dilakukan oleh Anttonen dan Kang (2024) menyoroti bahwa meskipun realitas virtual (VR) memiliki potensi besar untuk merevolusi pencitraan medis, masih banyak tantangan yang perlu diatasi, terutama terkait dengan kebutuhan perangkat keras yang tinggi dan keterbatasan alat anotasi yang tersedia saat ini. Namun, jika tantangan ini dapat diatasi, VR bisa menjadi alat yang sangat berharga dalam pendidikan medis, perencanaan bedah, dan analisis gambar medis. 

Untuk mencapai ini, pengembang harus fokus pada peningkatan efisiensi perangkat lunak dan memastikan kompatibilitas dengan standar medis yang ada. Dengan demikian, VR dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih efektif dan efisien, meningkatkan hasil medis, dan pada akhirnya, memberikan manfaat yang lebih besar bagi pasien dan tenaga medis.

Referensi:

Anttonen, M., & Kang, D. (2024). A survey on VR-based annotation of medical images. Journal of Information Processing Systems, 20(4), 418-431. https://doi.org/10.3745/JIPS.02.0216  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun