Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ken Angrok - 18

6 Agustus 2023   05:52 Diperbarui: 7 Agustus 2023   07:19 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sahabat Baru

Di dalam sebuah kamar penginapan sederhana, Ken Angrok mulai menelusuri berita-berita dengan HP barunya. Dia ingin memperjelas duduk perkara sebenarnya. Namun Ken Angrok masih sulit menemukan hubungan-hubungan antar kejadian. Dugaan polisi menurutnya kemungkinan tidak benar, para penculiknya tidak sedikit pun mulukai dan bahkan membebaskannya dengan memberi bekal yang cukup. Jika para penculik itu bagian dari mafia narokoba, lalu mengapa melakukan itu? Dia benar-banar tidak bisa menebak siapa penculiknya itu dan apa maksudnya? Dia hanya tahu para penculik itu menyebut "Bos Bram", siapa dia?

Ken Angrok juga mendapat informasi baru dari media online mainstream, ada keterangan Polisi yang menyebutkan bahwa anak tersangka bandar narkoba, yang diculik oleh beberapa orang tak dikenal, adalah pengguna aktif narkoba sehingga perlu dikirim ke panti rehabilitasi. Informasi inilah yang membuat Ken Angrok memahami mengapa para penculiknya melarang menghubungi siapa pun atau kembali ke Tumapel dalam waktu dekat. Alat-alat komunikasi teman-teman dan orang yang dikenal pasti akan disadap, pikir Ken Angrok. Dia juga terpikir tentang Bulik Ken yang pasti sangat kebingungan dengan kejadian ini. "Apa boleh buat, sementara aku harus hidup sendiri agar orang lain tidak terlibat dan terseret dengan masalahku ini," pikirnya.

Dia membuka amplop cekelat yang diberi para penculik di dalam tasnya, lalu menghitung uang yang tersisa, tinggal 7 jutaan. "Uang segini akan mampu menopang hidupku sampai berapa lama?" pikirnya. Ken Angrok mulai menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan segera saat ini. Pertama, dia harus mencari kamar kos untuk berhemat. Kedua, dia harus mencari pekerjaan atau tempat perjudian jika ada di daerah Kapundungan ini. Dia akan fokus pada dua hal itu dulu untuk bisa bertahan hidup sebatang kara.

***

Lewat tengah hari, Ken Angrok yang masih merenung sambil tiduran merasakan perutnya mulai lapar dan juga tenggorakannya kering. "Aku harus keluar mencari makanan dan minuman dulu," pikirnya. Dia pun bangun lalu keluar penginapan. Kem Angrok berjalan perlahan sambil mempelajari situasi dan kondisi kota kecil ini. Kota yang tidak terlalu ramai pikirnya. Ken Angrok berjalan ke arah terminal di mana tadi dia turun. Sepertinya hanya di area terminal itulah keramain kota ini.

Ketika dia menyebrang jalan kecil yang tembus ke sebuah lapangan, matanya melihat ada sekelompok anak seperti sedang berkelahi dilapangan itu. Ken Angrok pun langsung berbelok memasuki jalan kecil itu ingin melihat apa yang terjadi. Benar saja, dia melihat sekitar 5 orang anak sedang mengeroyok seseorang yang dengan susah payah membela diri. "Woooi....! Brenti kalian!" reflek Ken Arok berteriak mencoba mencegah agar anak yang dikeroyok tadi tidak terluka parah.

Seorang anak yang memiliki badan paling tinggi dan besar, sepantaran Ken Angrok, tiba-tiba berbalik dan melihat tajam Ken Angrok. Sementara 4 orang yang lain, terus mengeroyok anak yang mulai kelelahan. "Ojok melok-melok kon! Udu ursanmu! (jangan ikut-ikut kamu! bukan urusanmu!)" kata anak yang berbalik tadi sambil menunjuk Ken Angrok.

Ken Angrok tidak peduli, dia terus maju mendekat ingin memisahkan perkerlahian itu. Hal ini membuat seorang anak yang berbadan paling besar itu langsung maju menyerang Ken Angrok. Dalam hal bela diri, kemampuan Ken Angrok sudah sangat mempuni. Serangan anak itu hanya sia-sia mengenai udara di kanan kiri tubuh Ken Angrok. Hanya dalam hitungan detik, anak itu langsung roboh tersugkur di tanah dihajar tinju Ken Angrok. "Woi! Brenti! Atau kalian aku buat seperti dia!" teriak Ken Angrok.

Empat orang anak yang tadi masih mengeroyok tiba-tiba berhenti, kaget melihat temannya tersungkur di tanah dan kesulitan untuk bangun. Kesempatan itu digunakan oleh anak yang dikeroyok tadi untuk memukul balik dari belakang. Kontan 4 anak itu kebingungan antara menolong temannya atau kembali mengeroyok. Rupanya mereka memilih untuk kabur melihat kenyataan temannya yang paling diandalkan tersungkur tidak bisa bangun. Anak yang dikeroyok tadi mencoba mengejar namun tangannya ditangkap Ken Angrok.

Melihat Ken Angrok menghentikan anak yang dikeroyok tadi, dua pengoroyok menghampiri temannya yang terjatuh. Mereka membantu membangunkan dan mengajaknya buru-buru pergi. "Awas kon sesuk ya! (awas kamu besok ya!)" teriak anak yang tangannya masih dipegangi Ken Angrok.

Ken Angrok menarik tangan anak itu ke pinggir lapangan lalu menyuruhnya duduk dulu di bawah pohon yang cukup rindang. Ken Angrok baru membuka suara ketika melihat anak itu terlihat mulai tenang dan bisa mengatur nafas, "Ada apa kamu kok sampai dikeroyok seperti tadi?"

"Pedet itu curang! Dia menantangku satu lawan satu, tapi tiba-tiba muncul teman-temannya langsung mengeroyok."

"Siapa Pedet?" tanya Ken Angrok.

"Yang tadi sampean pukul sampai jatuh!"

"Kalian dari satu sekolah yang sama?"

"Nggak mas, sampean lihat seragamnya bedakan?"

Ken Arok baru sadar kalo mereka berkelahi masih mengenakan seragam sekolah. "Kamu siapa dan rumahmu di mana?" tanya Ken Angrok sambil melihat kondisi anak itu yang terlihat memar-memar di beberapa bagian mukanya.

"Eh...," anak itu rupanya baru sadar bahwa dia telah ditolong, "Aku Tirta mas, suwun ya mas tadi sudah nolongin. Sampean sopo mas?" sambil mengulurkan tangan ke arah Ken Angrok.

"Aku Ken...," Ken Angrok menghentikan menyebut nama belakangnya, "Aku Ken Suryo!" kata Ken Angrok menyadari hampir saja dia membuka identitas aslinya. "Ayo kamu tak antar pulang saja, di mana rumahmu?"

"Ga usah mas, suwun sudah merepotkan," kata Tirta.

"Bukan apa-apa Tirta, nanti kalo Pedet itu tiba-tiba mbalik bawa temen lebih banyak gimana?"

Tirta kaget dan menatap Ken Angrok, "Bener juga..." pikirnya.

"Iya mas, dia orangnya curang! Ya sudah sekalian mampir ke rumahku Mas," kata Tirta.

Mereka berdua berjalan menyeberangi lapangan, di sebelah sana terlihat parkir sebuah motor, "Itu motormu?" kata Ken Angrok.

"Iya," jawab anak itu singkat.

"Kamu kelas berapa to?" kata Ken Angrok lagi.

"Aku kelas tiga SMP Mas."

"Wah! kalo gitu ga usah panggil aku mas, aku juga kelas 3," kata Ken Angrok.

"Oh iya?," kata Tirta sambil memandang Ken Arok dari atas hingga bawah, "Tak pikir kamu sudah SMA!" lanjutnya.

"Aku masih SMP, tapi aku putus sekolah, ngga nerusin." kata Ken Angrok.

"Oh ya?" kata Tirta heran. Sebetulnya Tirta ingin tahu lebih jauh lagi namun mereka sudah sampai di tempat motornya terparkir. Ken Angrok lalu meminta kuncinya dan memboncengkan Tirta. Dari belakang Tirta harus terus memberi aba-aba lewat mana sehingga tidak ada kesempatan mengobrol. Hal ini membuat tirta sadar jika Ken Angrok pasti bukanlah orang Kapundungan.

Tirta menyuruh Ken Angrok berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar bewarna putih. "Ini rumahku..., sebentar saya buka pagarnya dulu." kata Tirta turun dari boncengan. "Sepertinya Tirta anak orang kaya," pikir Ken Angrok. Pagar besi itu cukup tinggi sehingga rumah besar itu tidak begitu terlihat dari luar. Ketika pintunya dibuka Tirta, tampak dua mobil terparkir di dalam.

Suara derit pagar yang terbuka rupanya membuat orang dari dalam rumah itu keluar, "Eh...Den Tirta sudah pulang," kata seorang laki-laki paruh baya berlari kecil mengambil alih pintu pagar dan agak kaget saat melihat muka Tirta yang memar-memar. "Ken, kamu turun saja sini, kasih motornya ke Pak Kardi biar dia yang urusin."

Ken Angrok menyerahkan motor pada laki-laki paruh baya yang tadi keluar dari rumah. Dia berjalan memasuki halaman rumah yang bak istana itu. Tirta mengajak Ken Angrok masuk ke teras rumah, "Mau duduk di sini atau di dalam saja Ken?" kata Tirta melihat Ken Angrok.

"Kayanya enak duduk di luar aja," sahut Ken Angrok.

"Ya sudah aku masuk dulu, aku mau cuci muka dan mencoba menyembunyikan memar-memar ini. Sebentar lagi ayah pulang bisa ngamuk-ngamuk," kata Tirta sambil membuka pintu depan dan melangkah masuk.

Ken Angrok duduk di kursi teras rumah itu, dari dalam terdengar teriakan Tirta, "Mboook..., bikinin es teh buat temenku di depan..," "Nggih Den..." terdengar juga suara seorang perempuan menjawab.

Ken Angrok mulai merasakan lagi perutnya yang lapar dan tenggorokan yang kering. Rupanya kejadian barusan membuat lapar dan hausnya hilang sejenak. Dia meraba-raba saku celananya lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Dari dalam rumah muncul seorang perempuan yang sudah cukup umur membawa nampan berisi 2 gelas es batu dan 2 botol teh. Perempuan itu menaruhnya di meja depan Ken Angrok. "Suwun..., repot-repot segala" kata Ken Angrok.

"Oh..., ndak Den, silahkan diminum, Den Tirta mandi dulu katanya."

"Nggih Mbok, suwun..."

Tanpa pikir panjang Ken Angrok menuang sebotol teh itu ke dalam gelasnya, lalu menenggak habis. Mengisi lagi dan meminumnya hingga tandas! Dia baru sadar, sejak dia terbangun tadi pagi di gubuk di tengah sawah, baru kali ini dia minum. Obat yang disuntikkan para penculik tadi malam, ternyata bisa membuatnya segar bugar hingga mampu bertahan sampai menjelang sore. Bahkan sempat berkelahi segala. Kini tinggal rasa lapar yang menunggu diperhatikan setelah dua gelas es teh membasahi tenggorokannya.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun