Tirta kaget dan menatap Ken Angrok, "Bener juga..." pikirnya.
"Iya mas, dia orangnya curang! Ya sudah sekalian mampir ke rumahku Mas," kata Tirta.
Mereka berdua berjalan menyeberangi lapangan, di sebelah sana terlihat parkir sebuah motor, "Itu motormu?" kata Ken Angrok.
"Iya," jawab anak itu singkat.
"Kamu kelas berapa to?" kata Ken Angrok lagi.
"Aku kelas tiga SMP Mas."
"Wah! kalo gitu ga usah panggil aku mas, aku juga kelas 3," kata Ken Angrok.
"Oh iya?," kata Tirta sambil memandang Ken Arok dari atas hingga bawah, "Tak pikir kamu sudah SMA!" lanjutnya.
"Aku masih SMP, tapi aku putus sekolah, ngga nerusin." kata Ken Angrok.
"Oh ya?" kata Tirta heran. Sebetulnya Tirta ingin tahu lebih jauh lagi namun mereka sudah sampai di tempat motornya terparkir. Ken Angrok lalu meminta kuncinya dan memboncengkan Tirta. Dari belakang Tirta harus terus memberi aba-aba lewat mana sehingga tidak ada kesempatan mengobrol. Hal ini membuat tirta sadar jika Ken Angrok pasti bukanlah orang Kapundungan.
Tirta menyuruh Ken Angrok berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar bewarna putih. "Ini rumahku..., sebentar saya buka pagarnya dulu." kata Tirta turun dari boncengan. "Sepertinya Tirta anak orang kaya," pikir Ken Angrok. Pagar besi itu cukup tinggi sehingga rumah besar itu tidak begitu terlihat dari luar. Ketika pintunya dibuka Tirta, tampak dua mobil terparkir di dalam.