Saya tidak bisa menghindar, saya harus masuk dulu untuk basa-basi. Kurang enak kalau langsung kabur.
Dewi, istri Alif, mempersilahkan saya duduk. Anaknya yang tadi membukakan pintu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Ini Dik, kemarin malem saya ketemu Alif di jalan. Dia titip ini, katanya ga sempat dikasih karena harus berangkat jam 5 pagi dari rumah bosnya."
"Apa? Mas Beni ketemu Mas Alif semalem?" kata istrinya seperti kaget dan tidak percaya. Saya menduga jangan-jangan ada masalah di keluarga ini.
"Iya Dik, motornya rusak kata dia. Jadi bareng saya dari perempatan yang dekat kantor Alif itu." kata saya meyakinkan dan ingin segera pamitan agar tidak terlibat jika ada masalah antara Alif dan Istrinya ini.
"Mas Beni nggak tahu ya?," kata Dewi dengan wajah semakin heran. Jangan-jangan Alif sudah kabur dari rumah dan nggak pulang-pulang pikir saya melihat ekspresi Dewi.
"Heeemm, ada apa ya Dik? Semalem Alif ndak cerita apa-apa tuh? Kita ngobrol dan bercanda seperti biasa di jalan."
"Mas..., Mas Alif sudah meninggal dunia seminggu yang lalu..." kata Dewi sambil menahan tangis dan menatap saya.
"Apa?! Yang bener Dik?!" kata saya kaget dan terperanjat.
"Mungkin saya terlewat mengabari Mas Beni karena panik dan sedih, Mas Alif kecelakaan di perempatan dekat kantornya itu. Ditabrak angkot yang menerobos lampu merah."
"Astagfirullahal adzim!! La ila ha ilallah," kata saya semakin kaget.