Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ken Angrok - 13

31 Juli 2023   08:31 Diperbarui: 3 Agustus 2023   07:16 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengajar Di Luar Sekolah

Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan bergulir, dan tahun demi tahun berganti. Ken Angrok kini telah duduk di kelas 3 SMP. Dia adalah lulusan terbaik dari SD-nya dulu, nilai akademisnya bahkan jauh di atas teman-temannya. Karena itulah, dia diterima dengan mudah di SMP Favorit di Kabupaten Tumapel. Jarak dari rumahnya memang lumayan jauh, namun Ken Endok telah memberinya hadiah sebuah sepeda motor saat dia naik kelas 2 SMP dengan nilai akademis tertinggi di sekolahnya itu. Secara usia dan aturan di sekolah, sebetulnya Ken Angrok belum waktunya untuk mengendarai sepeda motor. Namun bukan Ken Angrok orangnya jika tidak bisa mengatasi pembatasan ini. Dia selalu lolos jika ada Razia Polisi dan meyembunyikan motornya di tempat aman saat ke sekolah.

Ken Endok atau yang di kenal Ken Angrok sebagai Bulik Ken, memberi sepeda motor tidak hanya untuk kepentingan sekolah. Ken Endok berharap anaknya itu bisa datang mengunjunginya kapan saja. Walaupun sampai dengan saat ini, Ken Angrok tidak tahu bahwa Bulik Ken adalah ibu kandungnya.

Harapan Ken Endok memang terpenuhi, Ken Angrok kini bisa dikatakan lebih sering berkunjung ke Pangkur ke rumah Ken Endok. Ken Angrok sendiri tidak bisa memahami mengapa dia merasa selalu ada dorongan yang kuat untuk bertemu Bulik Ken. Bahkan, dia juga merasa lebih tenang dan damai jika dekat-dekat dengan Bulik Ken saat ada masalah yang dia alami. Ken Angrok lebih suka curhat pada Bulik Ken daripada ke Ibu atau Bapaknya.

Ken Angrok tidak tahu menahu hubungan sebenarnya antara kedua orang tuanya dengan Bulik Ken kecuali sekedar 'sodara jauh' yang selama ini selalu dikatakan oleh mereka bertiga. Ken Angrok juga tidak ingin pusing memikirkan itu, yang dia tahu dan pahami bahwa mereka bertiga, Ibu, Bapak, dan Bulik Ken adalah orang-orang yang sangat perhatian dan sayang padanya. Bisa dikatakan, mereka bertiga itu adalah orang tua yang bersedia mati untuk membela Ken Angrok, apa pun kelakuan Ken Angrok selama ini!

Hari ini, usai pulang sekolah, Ken Angrok tampak berbaring di sofa panjang di ruang tengah rumah Bulik Ken. Dia ingin curhat pada Bulik Ken tentang pekerjaan Orang Tuanya. Teknologi informasi sudah sangat pesat, segala informasi di dunia ini ada dalam genggaman Ken Angrok. Bulik Ken selalu membelikan HP keluaran terbaru untuknya. Bisa dikatakan, gadget miliknya itu selalu yang paling keren di sekolahan. Sudah bukan rahasia umum, walaupun sekolah setingkat SMP melarang siswanya membawa HP, namun hampir seluruh temanya pasti memiliki. Berbagai cara dilakukan anak-anak untuk menyembuyikan saat masuk sekolah. Namun sebelum masuk atau setelah pulang sekolah, anak-anak seakan berlomba memamerkan HP yang mereka miliki.

"Kamu sudah makan Ang Rock?" kata Bulik Ken menyapa Ken Angrok.

Ken Angrok langsung terbagun melihat Bulik Ken yang datang menghampiri. Bulik Ken baru datang dari Warung Makannya yang ada di Campara. "Sudah Bulik, tadi saya makan di warung dulu sebelum masuk." kata Ken Angrok sambil berdiri dan mencium tangan Bulik Ken. Sebelum pulang sekolah tadi, Ken Angrok memang sudah WA ke Bulik Ken kalau mau ke rumah di Pangkur.

"Oh ya sudah, kamu mbok mandi-mandi dulu sana terus ganti baju dulu."

"Iya Bulik, tadi masih aga males."

"Oh iya Ken, ini Bulik mau pergi lagi dulu sebentar ya, Bulik ada janji sama yang mau pesan makanan buat kawinan hari minggu nanti. Kamu butuh opo to? Mau nunggu Bulik dulu apa mau pulang?'

"Ndak Bulik, ndak butuh apa-apa, lagi mau main ke sini aja. Iya aku mandi terus tak tidur-tiduran dulu sambil munggu Bulik. Aku sudah bilang Ibu kok kalo langsung ke sini."

"Yo wis, Bulik pergi dulu ya, biar cepet selesai terus pulang."

"Iya Bulik."

Ken Angrok beranjak ke kamar mandi. Sejak dia sering ke rumah ini, Ken Endok sudah mempersiapkan kamar sendiri buatnya. Bahkan lengkap dengan segala isinya termasuk pakaian untuk pergi, pakaian rumah, bahkan seragam sekolah sudah ada semua. Rumah Ken Endok memang seperti rumah kedua bagi Ken Angrok. Hanya saja kalo di rumah ini, Ken Angrok jadi seperti tuan muda. Segalanya dilayani pembantu-pembantu Bulik. Kalo di rumahnya sendiri di Karuman, Ken Angrok lebih banyak mengerjakan sendiri kebutuhan-kebutuhannya karena memang tidak ada pembantu di sana.

Selesai mandi dan berganti pakaian, Ken Angrok kembali duduk di sofa ruang tengah tadi. Di meja sudah sudah tersedia segelas kopi susu hangat. Pasti Bulik Ken yang suruh pembantunya menyiapkan ini, pikir Ken Ant Rock. Sayangnya, di rumah ini dia belum berani merokok, jadi kopi susu hangat itu kurang menarik perhatian untuk langsung dinikmati Ken Angrok. Dia memilih tiduran lagi. Hatinya bimbang, apakah curhat tentang pekerjaan Bapak tidak akan mempengaruhi hubungan antara orang tuanya dan Bulik Ken?

Ken Angrok ingat benar saat Bulik Ken marah besar pada Bapak dan Ibu saat mengetahui kalau dia dibiarkan minum bir saat kelas 1 SMP dulu. Bulik Ken dan kedua orang tuanya itu seperti berada pada sisi yang berbeda walaupun semuanya menyayanginya. Ken Angrok terus menimbang-nimbang baik buruknya jika dia bercerita soal Bapaknya yang ternyata kadang jual-beli narkoba dan berjudi.

Ken Angrok ingat betul, Bapak mulai mengajarkan sisi kehidupan lain ketika dia mulai memasuki bangku SMP. Waktu itu Ken Angrok mulai dilibatkan untuk memilih dan memilah paket kiriman 'daun obat' yang akan dijual lagi. Bapaknya mengajarkan cara memilih 'daun obat' yang baik, yang harganya bisa mahal dan 'daun obat' yang berkualitas kelas 2 yang harganya jauh lebih murah. Bapaknya terus mengajarkan berulang kali sehingga Ken Angrok cukup melihat sepintas saja sudah tahu kualitas dari 'daun obat' itu. Belakangan, ketika dia sudah kelas 3 dan berkat HP yang dibelikan Bulik Ken, dia tahu bahwa 'daun obat' itu adalah daun ganja! Daun yang sangat dilarang untuk diperjual-belikan. Jika ketahuan, hukuman berat akan menimpa pelakunya.

Tidak hanya 'daun obat', dia kadang juga dilibatkan untuk memasukan serbuk putih ke dalam plastik-plastik kecil setelah ditimbang dulu beratnya. Waktu itu Bapak menyebutnya 'puyer' obat flu. Dia juga baru tahu kalau ternyata itu serbuk kokain! Dulu pernah terpikir olehnya jika Bapak dan Ibunya akan buka usaha toko obat sebab sering sekali menerima kiriman obat yang cukup banyak dengan berbagai bentuk dan warna. Dia juga dilibatkan dalam mengemas per sepuluh butir untuk dimasukan ke dalam plastik kecil. Ken Angrok sekarang juga sudah tahu, semua obat-obat itu adalah obat terlarang!

Sampai saat ini pun kadang dia masih disuruh membantu jika ada kiriman barang-barang itu. Namun Bapak atau Ibunya tidak lagi menyebut bahwa itu obat Flu, Obat Mag, atau Obat Batuk. Mereka diam dan Ken Angrok tidak berani bertanya-tanya lagi. Orang tuanya juga diam saja saat Ken Angrok kadang juga mengkonsumsi obat-obatan itu. Ken Angrok sadar bahwa Bapak atau Ibunya bisa saja sewaktu-waktu ditangkap penegak hukum. Inilah yang menyebabkan dia ingin curhat pada Bulik Ken sebetulnya. Namun disisi lain, hatinya berkata bahwa jika Bulik Ken tahu hal ini pasti akan marah besar dan bisa merusak hubungan.

Tidak hanya barang-barang terlarang, Bapaknya juga mengajarkan cara bermain berbagai kartu. Hampir setiap hari Ken Angrok harus meluangkan waktu beberapa jam untuk bermain kartu. Ken Angrok mengakui jika Bapaknya adalah benar-benar pemain kartu yang hebat. Dia mengajarkan cara bermain bersih dan bermain curang. Ilmu bermain kartu itu pun juga dikuasai dengan baik oleh Ken Angrok sehingga dia hampir tidak pernah kalah jika bertaruh dengan teman-temannya atau dengan geng dari sekolah lain. Bahkan hampir menjadi kebiasaan Ken Angrok, jika uangnya sudah mulai menipis, maka dia cukup mampir ketempat-tempat perjudian gelap.

Dalam soal berjudi, Ken Angrok berbeda dengan Bapaknya. Ken Angrok dengan cerdas bisa menahan diri untuk tidak terus bermain jika sudah mendapat kemenangan. Dia juga mengukur jumlah kemenangan yang aman dan tidak terlalu merugikan Bandar sehingga dia tidak akan dimusuhi ketika ingin menyudahi permainan. Sementara itu, Bapaknya lebih sering terjebak oleh permainan Bandar walaupun dia adalah pemain yang hebat. Bapak sering pulang dengan tangan kosong alias habis semua uangnya jika bermain di tempat judi gelap. Bapaknya lebih cocok untuk bermain sendiri dengan beberapa orang yang tidak terikat oleh bandar.

Ken Angrok yang masih duduk di bangku SMP kelas 3 itu seolah-seolah disiapkan oleh alam semesata untuk menghadapi masa depan. Dari ayahnya dia banyak belajar tentang dunia narkotika dan perjudian. Dari Ibunya dia banyak belajar strategi menghadapi berbagai karakter manusia. Ibunya sangat piawai dalam mengalihakan perhatian orang untuk mengambil keuntungan. Ibunya juga mengajarkan bahwa kadang-kadang kita perlu menjadi orang yang terlihat bodoh dalam suatu situasi. Pada intinya, Ibu mengajarkan kita harus mengambil peran yang tepat dengan kondisi dan situasi saat kita ada di sana.

Dalam soal berkelahi, Ken Angrok sudah dari SD dipaksa ayahnya ikut Pencak Silat dan Karate. Hingga saat ini pun dia masih rajin berlatih bela diri, bahkan dia sudah dipercaya gurunya untuk melatih Pencak Silat anak-anak usia SD. Sementara itu, Bulik Ken banyak mengajarkan tentang norma dan adab. Bulik Ken selalu menekankan agar jangan pernah sekali pun berkhianat pada orang yang tulus dan jujur mencitai diri kita. Sekali saja kita lakukan pengkhianatan walaupun terpaksa, kita akan menyesal seumur hidup.

Tiba-tiba kata Bulik Ken itu muncul dipikiran Ken Angrok, bahkan dia mengulanginya berkali-kali, "jangan pernah sekali pun berkhianat pada orang yang tulus dan jujur mencitai diri kita." Bapak dan Ibu adalah orang yang sangat mencitainya, pikir Ken Angrok.

"Ken.., kamu lagi ngobrol sama siapa?" tiba-tiba Bulik Ken muncul dari depan.

"Eh..., Bulik sudah selesai?" jawab Ken Angrok sambil bangun melihat ke Arah Buliknya.

"Lho tak pikir kamu lagi ngobrol," kata Ken Endok sambil duduk di sofa sebelah Ken Angrok.

"Ndak kok Bulik, tadi cuma niru-niru orang di yuotube..."

"Ooh..., masih seneng lihat youtube kamu? Bapak sama Ibumu gimana? Sehat-sehat ajakan?"

"Iya Bulik, Bapak sama Ibu sehat."

"Lhah itu kok kopi susumu masih utuh? Kurang manis apa gimana?"

"Nggak Bulik, tadi tu masih panas, terus aku ketiduran..." Ken Angrok menjawab sekenanya.

"Mau dibikinin lagi? Biar Sri bikin lagi..."

"Nggak usah Bulik ini aja," kata Ken Angrok sambil meminum kopi susunya. Ken Angrok melihat Ken Endok sedang memncari-cari sesuatu di tasnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil.

"Ini, Bulik belikan jam tangan biar kamu tahu waktu kalo main," kata Ken Endok sambil memberikan kotak itu pada Ken Angrok.

"Oh iya makasih Bulik." Ken Angrok menerima kotak itu lalu membukanya. Sebuah jam tangan model sport yang selama ini dia idam-idamkan. Mereknya pun tidak sembarangan, "TAG Heuer". "Wah inikan mahal Bulik..." kata Ken Angrok berbinar-binar matanya.

"Ya mumpung Bulik masih bisa belikan, waktu itukan kamu bilang pengin punya jam tangan."

"Iya Bulik, matur suwun."

"Eh..., Ken, Kamu mau bantuin Bulik nggak?"

"Bantuin apa Bulik?"

"Bulik rencananya mau buka warung lagi di Tumapel, nanti kamu yang ngurusi sambil sekolah. Kamu juga bisa tinggal di situ jadi nggak jauh sekolahnya."

"Oh iya mau aja sih, tapi apa Bapak sama Ibu boleh saya tinggal di sendiri?"

"Biar nanti Bulik yang ngomong sama Bapak Ibumu, nanti Bulik ajari gimana cara mengelola warungnya. Tapi nanti nunggu kamu lulus SMP dulu."

"Iya Bulik..., mau.... mau saya."

"Yo wis, Bulik mau mandi dulu ya, kamu pulang nanti aja habis makan malam."

"Nggih Bulik..."

Ken Angrok sangat senang mendengar tawaran Bulik Ken. Dia akan sedikit terbebas dari beban memikirkan Bapak dan Ibunya yang masih terlibat dengan barang-barang terlarang.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun