Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ken Angrok - 9

26 Juli 2023   21:47 Diperbarui: 28 Juli 2023   10:34 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpisah Dengan Ibu

Ken Endok telah kembali tinggal di Pangkur. Hari-harinya kembali seperti biasa, mengelola lagi Warung Makannya yang sempat terhenti saat melahirkan Ken Angrok. Jabang Bayi laki-laki itu pun kini telah berumur 3 bulan. Raut wajahnya semakin jelas mirip dengan Bramantyo. Orang-orang kadang menaruh curiga, anak itu sama sekali tak mirip dengan Gajah Para. Kulitnya yang putih bersih dan wajahnya yang tampan seperti keturunan seorang ningrat.

Awalnya gunjingan para tetangga tidak dipedulikan Ken Endok. Namun, semakin besar bayi itu seperti mengkonfirmasi kecurigaan orang-orang sekitar. Rambutnya lurus tidak seperti rambut Gajah Para yang ikal atau rambut Ken Endok yang bergelombang. Kulitnya terlalu putih jika dibandingkan dengan Gajah Para atau Ken Endok.

Kemiripan wajah bayi Ken Angrok dengan Bramantyo juga sangat mengganggu emosi Ken Endok. Terkadang muncul rasa benci yang sangat ketika memandangi anaknya itu. Ingatan saat dia tergoda dan jatuh dalam pelukan Bramantyo selalu hadir saat menatap wajah Ken Angrok.

Kondisi bercampurnya rasa benci dan kasih sayang seorang ibu membuat Ken Endok berencana untuk menitipkan anak itu pada orang lain. Dia juga ingin menghentikan gunjingan orang dengan menjauhkan Ken Angrok dari lingkungan di sekitarnya. Bagaimana jika para tetangga mempertanyakan keberadaan Ken Angrok? Ken Endok akan beralasan bahwa puteranya itu sementara ini diangkat anak oleh bulik (tante) dari ibunya. Statusnya yang janda pada usia muda dan kesibukannya mengelola Warung Makan tentu akan bisa diterima oleh orang-orang disekitarnya. Orang pasti berpikir hal yang wajar jika Ken Endok masih membutuhkan pedamping dengan kehidupannya yang sebatang kara.

Setelah lama menimbang dan berpikir kepada siapa anak itu akan dititipkan, Ken Endok menjatuhkan pilihannya pada Bango Samparan yang tinggal di Karuman.

Bango Samparan masih ada hubungan keluarga dengan Ken Endok dari jalur ibunya. Istri Bango Samparan, Genuk Buntu, adalah teman SMA Ken Endok. Suami Istri itu baru saja kembali ke Samparan dari perantaunya di Jakarta. Setelah Bango Samparan menikah dengan Genuk Buntu, mereka berdua langsung merantau ke Jakarta. Ken Endok juga tahu bahwa pasangan itu belum dikarunia seorang anak walaupun telah lama menikah.

Desa Karuman terletak agak lebih dekat dengan Kota Kabupaten Tumapel. Jarak dari Pangkur ke Karuman juga tidaklah terlalu jauh, paling lama hanya butuh 1,5 jam. Jarak yang tidak terlalu jauh itu akan memudahkan Ken Endok untuk segera datang menjenguk Ken Angrok jika dia rindu atau ada masalah dengan anaknya itu.

Tekad Ken Endok sudah bulat, dengan ditemani dua orang pembantunya dia berangkat ke Karuman dengan membawa serta Ken Angrok. Selama dalam perjalanan, Ken Endok menggendong sendiri dan memeluk erat anaknya dengan hangat. Nalurinya sebagai ibu seolah tak ingin melepaskannya.

Pembicaraan dengan Genuk Buntu dan Bango Samparan melalui telepon mengenai maksud dan tujuannya telah jelas. Respon pasangan suami-istri itu juga sangat gembira menerima rencana Ken Endok. Setelah sekian tahun lamanya menikah, mereka akhirnya akan memiliki seorang bayi yang sangat didambakan.

Perjanjian lisan antara Ken Endok dan keluarga Bango Samparan cukup sederhana. Dua Pembantu Ken Endok akan merekam peristiwa penyerahan ini dengan video dan bersedia menjadi saksi. Ken Angrok tidak boleh tahu siapa orang tua kandungnya hingga selesai pendidikan di tingkat SMA atau jika Ken Endok meninggal dunia pada masa perjanjian itu. Selama masa itu pula, seluruh biaya hidup Ken Angrok ditanggung Ken Endok. Keluarga Bango Samparan juga memperbolehkan Ken Endok untuk menjenguk anaknya kapan saja dia inginkan. Mereka bertiga sepakat, Ken Endok sementara itu akan dipanggil 'Bulik' oleh Ken Angrok.

Bayi gempal yang tampan itu seperti tertidur lelap, seolah tak peduli saat Ken Endok menciumi pipinya berulang kali saat diserahkan pada gendongan Genuk Buntu. Bahkan, ketika Ken Endok berpamitan untuk pulang, Ken Angrok tampak tetap tertidur tenang di gendongan Genuk Buntu.

"Ketika bangun nanti, engkau sudah tidak dalam pelukan ibumu Ang Rock..., Ibu sangat menyayangimu namun ibu tak sanggup melihat wajahmu. Ibu tidak ingin membencimu hanya karena engkau mewarisi wajah ayahmu," kata Ken Endok lirih menatap anaknya sambil melangkah pulang. Ken Endok berharap, seiring dengan berjalannya waktu dan pertumbuhan anaknya, sosok Bramantyo akan lenyap dari wajah Ken Angrok.

DIASUH PASANGAN KRIMINAL

Pasangan Bango Samparan dan Genuk Buntu adalah pasangan muda, menikah tidak lama setelah lulus SMA lalu merantau ke Jakarta. Tidak ada yang tahu pekerjaan mereka di Jakarta. Teman-teman dan orang-orang disekitarnya hanya tahu mereka ke Jakarta di ajak untuk membuka usaha oleh seseorang, kenalan dari saudara jauh Bango Samparan.

Ken Endok juga tidak tahu, pasangan Bango Samparan dan Genuk Buntu sebetulnya adalah pasangan yang sangat profesional di dunia hitam. Penipuan, Peredaran Narkoda, Perjudian dan Pencurian dengan kekerasan adalah bagian dari cara mereka bertahan hidup di Jakarta. Pasangan ini sangat piawai dalam aksi penipuan dan pengedaran narkoba karena dididik dengan baik oleh seorang pimpinan mafia yang merekrutnya tidak lama setelah menikah.

Mereka menjadi profesional dari pengalaman sendiri setahun setelah kelompoknya dibubarkan oleh penegak hukum di Jakarta. Penjara bagi mereka sudah seperti sebuah tempat peristirahatan sementara dari perjalanan melelahkan kehidupan di kota Metropolitan. Mereka berdua memutuskan kembali ke Kabupaten Tumapel Desa Karuman karena merasa ruang gerak mereka semakin sempit. Sudah terlalu banyak penipu beraksi di jakarta sehingga masyarakatnya banyak yang cenderung kebal dan imun dari tipu daya. Disamping itu, orang Jakarta sudah banyak yang faham hukum. Mereka pulang kampung bukan untuk beroperasi di kampung halaman, tapi mengincar kota-kota kecil di Jawa Timur sebagai sasaran operasi.

Walaupun telah malang melintang di dunia hitam dan akrab dengan kekerasan, pasangan itu sangat sayang dengan anak Ken Endok. Ken Angrok bagi mereka seperti sebuah danau yang menyejukan di tengah gurun sahara. Saking sayangnya, mereka seakan rela mati untuk memenuhi apa pun yang diminta Ken Angrok.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun