Berpisah Dengan Ibu
Ken Endok telah kembali tinggal di Pangkur. Hari-harinya kembali seperti biasa, mengelola lagi Warung Makannya yang sempat terhenti saat melahirkan Ken Angrok. Jabang Bayi laki-laki itu pun kini telah berumur 3 bulan. Raut wajahnya semakin jelas mirip dengan Bramantyo. Orang-orang kadang menaruh curiga, anak itu sama sekali tak mirip dengan Gajah Para. Kulitnya yang putih bersih dan wajahnya yang tampan seperti keturunan seorang ningrat.
Awalnya gunjingan para tetangga tidak dipedulikan Ken Endok. Namun, semakin besar bayi itu seperti mengkonfirmasi kecurigaan orang-orang sekitar. Rambutnya lurus tidak seperti rambut Gajah Para yang ikal atau rambut Ken Endok yang bergelombang. Kulitnya terlalu putih jika dibandingkan dengan Gajah Para atau Ken Endok.
Kemiripan wajah bayi Ken Angrok dengan Bramantyo juga sangat mengganggu emosi Ken Endok. Terkadang muncul rasa benci yang sangat ketika memandangi anaknya itu. Ingatan saat dia tergoda dan jatuh dalam pelukan Bramantyo selalu hadir saat menatap wajah Ken Angrok.
Kondisi bercampurnya rasa benci dan kasih sayang seorang ibu membuat Ken Endok berencana untuk menitipkan anak itu pada orang lain. Dia juga ingin menghentikan gunjingan orang dengan menjauhkan Ken Angrok dari lingkungan di sekitarnya. Bagaimana jika para tetangga mempertanyakan keberadaan Ken Angrok? Ken Endok akan beralasan bahwa puteranya itu sementara ini diangkat anak oleh bulik (tante) dari ibunya. Statusnya yang janda pada usia muda dan kesibukannya mengelola Warung Makan tentu akan bisa diterima oleh orang-orang disekitarnya. Orang pasti berpikir hal yang wajar jika Ken Endok masih membutuhkan pedamping dengan kehidupannya yang sebatang kara.
Setelah lama menimbang dan berpikir kepada siapa anak itu akan dititipkan, Ken Endok menjatuhkan pilihannya pada Bango Samparan yang tinggal di Karuman.
Bango Samparan masih ada hubungan keluarga dengan Ken Endok dari jalur ibunya. Istri Bango Samparan, Genuk Buntu, adalah teman SMA Ken Endok. Suami Istri itu baru saja kembali ke Samparan dari perantaunya di Jakarta. Setelah Bango Samparan menikah dengan Genuk Buntu, mereka berdua langsung merantau ke Jakarta. Ken Endok juga tahu bahwa pasangan itu belum dikarunia seorang anak walaupun telah lama menikah.
Desa Karuman terletak agak lebih dekat dengan Kota Kabupaten Tumapel. Jarak dari Pangkur ke Karuman juga tidaklah terlalu jauh, paling lama hanya butuh 1,5 jam. Jarak yang tidak terlalu jauh itu akan memudahkan Ken Endok untuk segera datang menjenguk Ken Angrok jika dia rindu atau ada masalah dengan anaknya itu.
Tekad Ken Endok sudah bulat, dengan ditemani dua orang pembantunya dia berangkat ke Karuman dengan membawa serta Ken Angrok. Selama dalam perjalanan, Ken Endok menggendong sendiri dan memeluk erat anaknya dengan hangat. Nalurinya sebagai ibu seolah tak ingin melepaskannya.
Pembicaraan dengan Genuk Buntu dan Bango Samparan melalui telepon mengenai maksud dan tujuannya telah jelas. Respon pasangan suami-istri itu juga sangat gembira menerima rencana Ken Endok. Setelah sekian tahun lamanya menikah, mereka akhirnya akan memiliki seorang bayi yang sangat didambakan.
Perjanjian lisan antara Ken Endok dan keluarga Bango Samparan cukup sederhana. Dua Pembantu Ken Endok akan merekam peristiwa penyerahan ini dengan video dan bersedia menjadi saksi. Ken Angrok tidak boleh tahu siapa orang tua kandungnya hingga selesai pendidikan di tingkat SMA atau jika Ken Endok meninggal dunia pada masa perjanjian itu. Selama masa itu pula, seluruh biaya hidup Ken Angrok ditanggung Ken Endok. Keluarga Bango Samparan juga memperbolehkan Ken Endok untuk menjenguk anaknya kapan saja dia inginkan. Mereka bertiga sepakat, Ken Endok sementara itu akan dipanggil 'Bulik' oleh Ken Angrok.