Tak Bisa Berkata-kata
Siang itu sekitar pukul 14.00 Ken Endok masih duduk di ruang tamu Paviliun Bramantyo. Pesanan Bramantyo sudah dia selesaikan dari tadi namun Ndoronya itu belum datang. Sambil menunggu itu, fikiran dia pun melayang-layang. Membayangkan Bramantyo yang seolah tak tersentuh oleh wong-cilik itu ternyata sangat ramah. Penampilan Bramantyo yang hanya berlilit handuk tadi pagi seolah tidak bisa hilang dari kepalanya. Dadanya kadang berdesir, membayangkan betapa rasanya ada dalam pelukan tubuh kekar dan tampan itu. Apalagi jika mengingat kondisi Gajah Para suaminya, dua bulan menikah dengannya belum bisa merasakan hubungan badan yang sebenarnya. Berkali-kali dia harus kecewa ketika hasratnya mulai menggebu. "Ah..., saya kok jadi mikir yang enggak-enggak, saru!" bisik hati Ken Endok saat terbayang dirinya dipeluk Bramantyo. Namun, semakin keras dia mencoba menolak membayangkan itu, semakin jelas pula bayangan adegan-adegan yang membuat dadanya berdesir-desir.
Ken Endok tersentak kaget saat pintu depan tiba-tiba terbuka dan Bramantyo muncul sambil tersenyum, "Wah sory..., kamu nunggu lama ya? tadi saya keliling kebon aga jauh soalnya," kata Bramantyo sambil menatap Ken Endok.
"Nggih... Nggih Ndoro, ndak apa-apa," jawab Ken Endok masih terkejut. Dia aga tersipu takut Bramantyo tahu apa yang sedang dipikirkannya.
"Sudah siap pesananku? Aku tak mandi dulu terus kamu siapin makannya di sini saja," kata Bramantyo sambil melangkah nasuk menuju kamarnya.
"Nggih Ndoro," sahut Ken Endok sambil berdiri dan berjalan menuju ke dapur di belakang Bramantyo.
Di dapur Ken Endok mempersiapkan hidangan, menatanya di sebuah nampan. "Harus beberapa kali membawa hidangan ini ke depan," pikirnya. Lalu dia membawa nampan yang berisi sebagain hidangan dan peralatan makan. Dia berjalan kembali melalui lorong depan kamar Bramantyo. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan matanya menatap kagum Bramantyo yang keluar kamar hanya dengan lilitan handuk lagi. Diapun cepat-cepat menunduk saat Bramantyo berjalan ke arahnya menuju kamar mandi. Dia harus memiringkan badan karena lorong itu memang agak sempit untuk berpapasan dua orang. Tapat di depan Ken Endok, Bramantyo berhenti. Aroma wangi tubuh Bramantyo kembali menyerang penciuman Ken Endok. Ken Endok masih tertunduk saat Bramantyo tiba-tiba menjulurkan tangan dan mengambil tempe dalam piring di atas nampan. Bramantyo masih tepat berada di depan Ken Endok saat mulai menggigit tempe itu dan berkata, "Heeemmmm, mantab banget ini Ken..." Tanpa menunggu jawaban Ken Endok, Bramantyo melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi sambil melahap tempe gorengnya melewati Ken Endok yang masih terdiam.
Dada Ken Endok masih berdesir-berdesir saat menurunkan makanan dan menatanya di atas meja tamu. Kemudian dia kembali ke dapur dan mengambil lagi hidangan yang belum terangkat. Dia harus bolak-balik untuk memindahkan makanan dari dapur dan menata di meja tamu. Ketika semuanya telah selesai, Ken Endok kembali ke dapur untuk menyimpan nampan yang dia gunakan. Saat itulah, Bramantyo keluar dari kamar mandi dan berjalan ke lorong. Sekali lagi Ken Endok harus menyaksikan tubuh tegap itu hanya berlilitkan handuk, dia berhenti dan menunduk menunggu Bramantyo lewat terlebih dulu. "Sudah siap semua Ken?" Bramantyo berkata saat mereka sudah dekat.
"Nggih Ndoro..., sudah saya siapkan di depan," jawab Ken Endok masih sambil menunduk. Bramantyo terus melangkah melewati Ken Endok dan berbelok masuk kamar. Aroma wangi sabun dan tubuh segar sehabis diguyur membuat Ken Endok menahan nafasnya. Dadanya berdegup kencang dan berdesir-desir. Di dapur Ken Endok meletakkan nampan, dia menjadi seperti orang bingung dan salah tingkah sendiri. Dia tak mampu menjawab mengapa tiba-tiba hasratnya bergejolak namun tidak tahu harus berbuat apa. Perasaannya berkecamuk dan bercampur aduk sampai dia tersadar ketika mendengar namanya di panggil Bramantyo, "Nggih Ndoro, saya ke depan," jawabnya buru-buru menuju ruang tamu.
"Ya Ndoro...," kata Ken Endok saat sampai di ruang tamu. Dia baru menyadari ternyata tadi di dapur melamun cukup lama ketika melihat Bramantyo sudah hampir selesai makan.
"Lagi ngerjain apa to di dapur? Ko ndak ke sini nemanin saya makan? Situ duduk dulu..." jawab Bramantyo.