Al-Qur'an sendiri menjelaskan tentang etika dengan berdasarkan tiga terma kunci utama yang merupakan pandangan dunia al-Qur'an. Ketiga terma kunci tersebut adalah iman, Islam, dan taqwa yang jika direnungkan akan memperlihatkan arti yang identik. Istilahiman berasal dari akar kata ( ) yang artinya "keamanan", "bebas dari bahaya, "damai", Islam yang akar katanya ( )yang artinya "aman dan integral", "terlindungi dari disintegrasi dan kehancuran". Dan taqwa yang sangat mendasar bagi Al-Qur'an disamping kedua istilah di atas, yang memiliki akar kata () juga berarti "melindungi dari bahaya", "menjaga kemusnahan, kesia-siaan, atau disintegrasi". Sehingga pembahasan etika yang terdapat dalam Al-Qur'an mengandung cakrawala yang luas karena menyangkut nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan manusia baik secara individu, masyarakat dan Negara secara umum demi mencapai kebahagian baik di dunia dan di akhirat.
Menurut Madjid Fakhri, sistem etika Islam dapat dikelompokkan menjadi empat tipe. Pertama, moral skripturalis. Kedua, etika teleologis. Ketiga, teori-teori etika filsafat. Keempat, etika religius. Dari keempat tipologi etika Islam tersebut, etika religius akan menjadi pilihan sebagai landasan teori yaitu nilai-nilai etika yang didasarkan pada konsep Al-Qur'an tentang nilai-nilai etika dalam Islam..
Etika religius adalah etika yang dikembangkan dari akar konsepsi-konsepsi Al-Qur'an tentang manusia dan kedudukannya di muka bumi, dan cenderung melepaskan dari kepelikan dialektika dan memusatkan pada usaha untuk mengeluarkan spirit moralitas Islam secara utuh. Bahan-bahan etika religius adalah pandangan-pandangan dunia Al-Qur'an, konsep-konsep teologis, kategori-kategori filsafat dan dalam beberapa hal sufisme. Karena itu sistem etika religius muncul dalam berbagai bentuk yang kompleks sekaligus memiliki karakteristik yang paling Islami. Diantara eksponennya adalah Hasan Al-Basri, Al-Mawardi, Al-Raghib Al-Isfahani, Al-Ghazali, dan Fakhruddin Ar-Razi. Al-Ghazali yang sistem etikanya mencakup moralitas filosofis, teologis, dan sufi, adalah contoh yang paling representatif dari etika religius.
Sementara kajian epistemologi terhadap nilai-nilai suatu perbuatan, oleh F. Huorani dikelompokkan  menjadi empat aliran, yaitu:Pertama, Obyektifisme; "right" memiliki arti yang obyektif, yaitu suatu perbuatan itu disebut benar apabila terdapat kualitas benar pada perbuatan itu. Aliran ini biasanya dimiliki oleh aliran mu'tazilah dan filsuf muslim. Kedua, Subyektivism; "right" tidak memiliki arti yang obyektif, tetapi sesuai dengan kehendak dan perintah dan ketetapan Allah swt. Tipe ini disebut secara spesifik oleh George F. Huorani dengan theistic subjectivisme atau divine subjectivisme. Terma ini disepadankan oleh George F. Huorani dengan sebutan ethical voluntarism.
Ketiga, Rationalism; 'right" itu dapat diketahui dengan akal semata atau akal bebas. Artinya, akal manusia dinilai mampu membuat keputusan etika yang benar berdasarkan data pengalaman tanpa menunjuk kepada wahyu. Aliran ini dengan pendayaannya terhadap akal disepadankan oleh George F. Huorani dengan kelompok intuitionist. Aliran ini dibagi 2 yaitu: pertama, "right" selalu dapat diketahui oleh akal secara bebas. Kedua, "right" dalam beberapa kasus dapat diketahui oleh akal semata, pada kasus lain diketahui oleh wahyu, sunnah, ijma', dan qiyas, atau dapat diketahui oleh akal dan wahyu dan seterusnya. Aliran ini secara spesifik disebut denganpartial rationalism.
Keempat, Traditionalism; "right" tidak akan pernah dapat diketahui dengan akal semata tetapi hanya dapat diketahui dengan wahyu dan sumber-sumber lain yang merujuk kepada wahyu. Menurut George F. Huorani, aliran ini bukan tidak sama sekali tidak memanfaatkan kemampuan akal, tetapi kemampuan akal dipergunakan pada saat menafsirkan Al-Qur'an dan sunnah, menetapkan ijma'atau menarik qiyas. Aliran seperti ini biasanya dianut oleh para fuqoha dan mutakallimun.
Al-Qur'an menjelaskan tentang etika dengan berdasarkan tiga terma kunci utama yang merupakan pandangan dunia Al-Qur'an. Ketiga terma kunci tersebut adalah iman, Islam, dan taqwa yang jika direnungkan akan memperlihatkan arti yang identik. Istilah imanberasal dari akar kata ( ) yang artinya "keamanan", "bebas dari bahaya, "damai", Islam yang akar katanya ( )yang artinya "amandan integral", "terlindungi dari disintegrasi dan kehancuran". Dan taqwa yang sangat mendasar bagi Al-Qur'an disamping kedua istilah di atas, yang memiliki akar kata () juga berarti "melindungi dari bahaya", "menjaga kemusnahan, kesia-siaan, atau disintegrasi". Sehingga pembahasan etika yang terdapat dalam Al-Qur'an mengandung cakrawala yang luas karena menyangkut nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan manusia baik secara individu, masyarakat dan Negara secara umum demi mencapai kebahagian baik di dunia dan di akhirat.
Saiffudin Achmad
Mahasiswa Magister Ilmu Agama Islam, Konsentrasi Ekonomi Islam UII
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H