Mohon tunggu...
saiffudin achmad
saiffudin achmad Mohon Tunggu... Aktris - Mahasiswa S2 MIAI UII

Mahasiswa pasasarjana MIAI UII

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Problematika Pariwisata Halal

16 Juli 2019   20:28 Diperbarui: 16 Juli 2019   20:34 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di Indonesia wisata syariah masih sangat di butuhkan standarisasi dari pemerintah, karena di setiap daerah mempunyai karakteristik sendiri, dan apakah setiap destiasi wisata bisa di brandingkan dengan pariwisata syariah atau cukup dengan standar priwisata ramah muslim, yang oleh setiap pemerintah sedang melakukan pengembangan terhadap destinasi pariwisata tersebut.

Wisata Syariah atau Halal Tourism adalah salah satu sistem pariwisata yang diperuntukkan bagi wisatawan Muslim maupun non-muslim yang pelaksanaannya mematuhi aturan syariah. Pada awal tahun 2014 disahkan Peraturan Menteri (Permen) Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI No.2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah.

Banyak masyarakat yang masih mengira bahwa wisata syariah sama dengan wisata religi, padahal wisata syariah berbeda dengan wisata religi. Wisata religi atau rohani seperti ziarah ke makam para Nabi dan juga umroh. Sedangkan, wisata syariah tidak hanya mengedepankan obyek tujuan wisatawan, tetapi tempat wisata syariah tersebut harus dibuat standarisasinya sesuai dengan kaidah islam. Misalnya, tersedianya akses untuk beribadah seperti tempat sholat, tempat bersuci dan tempat makan yang menyediakan makanan halal bersertifikasi . Serta para pengunjung dilarang membawa minuman beralkohol.

Menetapkan batas muhrim yang jelas dan tidak ada suasana hiburan maksiat.

Wisata syariah sangat mengedepankan produk-produk halal dan aman dikonsumsi wisatawan muslim yang di tandai dengan sertifikasi nasional. Namun, bukan berarti wisatawan yang beragama selin islam tidak bisa menikmati wisata syariah.

Bagi yang nonmuslim, wisata syariah/wisata halal, dengan produk halal ini adalah jaminan sehat pada stiap produknya. Pada prinsipnya, implementasi kaidah syariah berarti menyingkirkan hal-hal yang membahayakan bagi kemanusiaan dan lingkungannya yang terdapat dalam produk maupun jasa yang diberikan, dan tentu memberikan kebaikan.

Dengan nilai-nilai keislaman yang ada pada pariwisata syariah, bukan hanya bermanfaat bagi industri pariwisata tapi juga bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan keimanan, menjadi manusia yang lebih baik dan mencegah terjadinya hal yang bersifat mudharat bagi masyarakat, dan pada penduduk sekitar tempat wisata juga ebih di untungkan dengan perekonomian yang meningkat.

Dan bagi kebanyakan negara dengan penduduk mayoritas muslim, tempat-tempat wisata berlabel halal justru jarang ditemui. Mungkin karena penduduk Indonesia sebagian besar adalah muslim, maka bagi wisatawan muslim, bepergian kemanapun di tanah air nampaknya masih terasa mudah. Jika memang tidak ada fasilitas untuk beribadah, maupun tidak ada label halal di restoran, wisatawan Indonesia masih bisa bertanya dengan bahasa dan maksud yang jelas.

Dan permasalahnya adalah, bagaimana dengan wisatawan muslim mancanegara yang banyak berkunjung ke Indonesia?

Wisata halal adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturan-aturan Islam. Salah satu contoh dari bentuk pelayanan ini misalnya hotel yang tidak menyediakan makanan ataupun minuman yang mengandung alkohol dan memiliki kolam renang serta fasilitas spa yang terpisah untuk pria dan wanita.

Selain hotel, transportasi dalam industri pariwisata halal juga memakai konsep Islami. Penyedia jasa transportasi wajib memberikan kemudahan bagi wisatawan muslim dalam pelaksanaan ibadah selama perjalanan. Kemudahan ini bisa berupa penyediaan tempat sholat di dalam pesawat, pemberitahuan berupa pengumuman maupun adzan jika telah memasuki waktu sholat selain tentunya tidak adanya makanan atau minuman yang mengandung alkohol dan adanya hiburan Islami selama perjalanan.

Dikutip dari laman resmi Kemendagri, Farida Ningsih dari Cheria Travel menuturkan, Indonesia yang saat ini seperti merasa tidak merasa perlu mencantumkan label halal di restoran. Hal yang justru sangat kontras dengan di luar negeri, yang kini sudah banyak restoran yang mengenakan label halal.

Bagi negara dengan mayoritas penduduk non-muslim, label halal di tempat wisata maupun di restoran penting untuk membantu kenyamanan wisatawan muslim. Label semacam ini penting mengingat jumlah wisatawan muslim termasuk yang paling tinggi. Ketersediaan tempat untuk ibadah juga diperhitungkan, dengan pembangunan masjid, maupun perilisan peta wisata halal. Perhatian khusus ini sangat membantu dan tentunya memberi kenyamanan bagi wisatawan muslim.

Jika wisatawan disediakan wisata halal dan merasakan kenyamanan selama perjalanan, tentu ini akan menambah jumlah wisatawan yang datang ke negara tersebut. Berbagai negara pun kini memberikan perhatian khusus untuk segmentasi ini, seperti menambah label halal atau menyebutkan nama penyembelih hewan di restoran, seperti Jepang, Korea, Thailand, dan juga China. Negara tetangga kita Malaysia, justru telah lama serius di bidang ini, sehingga wisatawan muslim mancanegara tidak ragu untuk berkunjung ke sana.

Pengembangan wisata syariah khususnya di Indonesia perlu didorong oleh political will dari pemangku kebijakan baik di level pemerintah pusat maupun daerah. Sebab, segala sumber daya sebenarnya sudah tersedia. Konsep pengembangan pariwisata syariah yang selama ini dikenal oleh masyarakat yang agamis dan sarat dengan tradisi merekaa ini , merupakan modal dasar yang bagus.

Selain itu, hal tersebut sesuai dengan kondisi realitas masyarakat indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. pariwisata syariah akan menunjang perkembangan berwisata Indonesia yang tidak hanya berorientasi pada komersialisasi dan keuntungan yang berorientasi dari segi  materi saja. tetapi juga kemaslahatan ummat.

Selain itu. harus mengutamakan keadilan dan pemerataan kehidupan yang seimbang dan harmonis bagi pelaku pemusatan terutama masyarakat. Dengan segaia keanekaragaman obyek dan daya tarik wisata yang memiliki peluang untuk terus dikembangkan sebagai destinasi pariwisata dengan diversifikasi daya tarik wisata yang khas dan berbeda di setiap daerah.

Karennya. masalah pengembangan pariwisata syariah merupakan sebuah keharusan dalam upaya melestarikan kekhasan sosial budaya masyarakat dan pada akhimya dapat memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan kedamaian dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewugudkan hal ini. dibutuhkan komitmen dan kerjasama antar stakehokier pariwisata sekaligus political will terkait pengembangan pariwisata syariah.

Selain permasalahan tersebut di atas, dunia wisata juga tidak lepas dengan kata persaingan. masing-masing tempat wisata memberikan keunggulan yang mereka miliki dan tentunya dengan pelayanan yang baik pula. Tempat wisata di beberapa daerah pesisir Indonesia saat ini kian batambah terutama pariwisata bahari yang sangat diminati para wisatawan, karena letak geografisnya.

Untuk menghadapi persaingan dan menciptakan bisnis yang sehat. maka dikenal masalah etika bisnis. Etika bisnis digunakan untuk mengendalikan persaingan bisnis agar tidak menjauhi nonna-norma yang ada. Persaingan bisnis akan dinilai etis apabila memenuhi semua norma dan nilai yang ada. Etika bisnis juga dapat digunakan oleh para pelaku bisnis dalam melaksanakan bisnisnya sehingga tidak mengganggu kegiatan bisnis pelaku usaha lain.

Pandangan etika kontemporer berbeda dengan sistem etika islam dalam beberapa hal. Terdapat enam sistem etika Islam yang menjadi perhatian pemikiran yaitu kepentingan pribadi (relativisme), perhitungan untung dan rugi (utilitarisme), kewajiban [universalisme], hak, kepentingan individu. dan keadilan. Hal tersebut juga menjadi dasar pemikiran etika bisnis islam. Dalam konteks inilah kemudian etika bisnis Islam muncul kembali ke permukaan.

Indonesia juga di kenal dengan tempat wisata yang memanjakan mata, tak mengherankan jika banyak tempat menjadi destinasi terbaik untuk berlibur baik untuk wisawan domestic maupun wisatawan luar negeri, dan terkhusus untuk destinasi  wisata syariah (halal) atau wisata ramah muslim Wisatawan mancanegara pun tidak memungkiri pesona Indonesia.

Tidak saja alamnya, juga kuliner yang berbagai aneka ragam. Meski terkenal dengan surge nya wisata akan tetapi masih ada kendala utama untuk menggaet wisatawan muslim luar negeri ke Tanah Air.

Pada satu kesempatan Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut persoalan sertifikasi halal menjadi masalah yang harus diatasi, di mana hal tersebut dipicu oleh masih banyaknya tempat makan yang belum memiliki sertifikasi halal, bisa di karenakan mahalnya untuk membuat sertifikasi halal ataupun kendala lain nya

Perihal sertifikasi halal jadi salah satu lemahnya kunjungan wisatawan Muslim ke Indonesia, terutama bagi mereka yang ingin menikmati wisata halal. Padahal mereka butuh yang namanya sertifikasi halal. Hal ini tentu saja jadi pekerjaan rumah bagi kita untuk terus mensosialisasikannya

Secara sederhananya di pakai rumus 4P. Kita produk yang bagus, kita punya price yang bagus, tapi kita tidak pandai di sektor promotion. Kita tidak pandai mempromosikan, termasuk wisata halal, dan Kemenpar sudah menetapkan lebih dari10 destinasi halal.

Hingga saat ini pemerintah terus mengembangkan wisata halal. Tercatat ada tiga provinsi yang menjadi rujukan  dikembangkan dan menjadi prioritas contoh untuk destinasi wisata halal indonesia, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh.

Dari tiga provinsi yang telah dikembangkan itu, yang modalnya terbaik dan hasilnya sudah terlihat adalah NTB, Lombok. dengan growth-nya 50% dan occupany total sudah mencapai 80% di sana dan sekarang menjadi primer destinasi untuk wisata halal

Berdasarkan riset Global Muslim Travel Index (GMTI) Mastercard-CrescentRating 2019, Indonesia naik satu peringkat menempati posisi pertama sebagai tujuan wisata utama untuk pasar wisata muslim, bersama dengan negeri tetangga  Malaysia dan yang nilainya mencapai USD 220 miliar pada 2020.Hasil studi itu menunjukkan kesuksesan Indonesia yang telah berhasil meningkatkan posisinya selama beberapa  tahun berturut-turut.

Saiffudin Achmad

Mahasiswa program pascasarjana Ilmu Agama Islam Konsentrasi ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun