Mohon tunggu...
Said Muhamad Raya Radjasa
Said Muhamad Raya Radjasa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya seorang mahasiswa di UIN Raden Mas Said Surakarta, saya memiliki hobi bermain futsal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

29 Oktober 2024   23:33 Diperbarui: 29 Oktober 2024   23:33 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Said Muhamad Raya Radjasa

Nim: 222111219

Kelas: 5F HES

Judul Artikel : EKSISTENSI KONSEP BIROKRASI MAX WEBER DALAM REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011 .

Penulis : Ali Abdul Wakhid 

Pemikiran Max Weber

Artikel ini membahas konsep birokrasi Max Weber dan relevansinya dalam konteks reformasi birokrasi di Indonesia. Beberapa pokok pemikiran Max Weber yang dijelaskan dalam artikel tersebut mencakup:

  1. Tipe Ideal Birokrasi: Weber menggambarkan birokrasi sebagai sistem dengan aturan-aturan rasional, terstruktur dalam hierarki, dan memiliki pembagian tugas yang jelas. Setiap pejabat memiliki kontrak tugas yang harus dijalankan, serta dipilih berdasarkan kualifikasi profesional.

  2. Otoritas Legal Rasional: Weber menekankan pentingnya otoritas legal rasional, di mana kekuasaan didasarkan pada hukum dan peraturan, bukan pada ikatan pribadi. Ini bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang stabil namun fleksibel terhadap perubahan.

  3. Struktur Hierarki dan Sistem Pengawasan: Dalam sistem birokrasi Weber, struktur hierarki yang jelas memudahkan kontrol dan komplain, dan setiap pejabat bekerja di bawah pengawasan disiplin.

  4. Pembagian Tugas Berdasarkan Keahlian: Weber menekankan spesialisasi dalam manajemen, di mana tugas dibagi berdasarkan keahlian khusus, dan manajemen dilakukan dengan dokumen tertulis.

  5. Prinsip Impersonalitas: Hubungan kerja dalam birokrasi harus bersifat impersonal untuk menghindari konflik kepentingan dan penggunaan kekuasaan secara pribadi.

  6. Karir Berdasarkan Senioritas dan Meritokrasi: Weber mengusulkan promosi berdasarkan senioritas dan prestasi yang objektif, sebagai upaya membangun jalur karir yang terstruktur dalam birokrasi.

  7. Legitimasi Otoritas: Weber menguraikan tiga tipe otoritas—tradisional, kharismatik, dan legal rasional—yang dapat menjadi landasan legitimasi kekuasaan dalam organisasi pemerintahan.

Pendapat Pemikiran Max Weber di Masa Sekarang

Pemikiran Max Weber tentang birokrasi, dengan prinsip hierarki, aturan yang jelas, dan seleksi berbasis kompetensi, tetap relevan sebagai landasan bagi transparansi dan akuntabilitas dalam organisasi modern. Namun, konsep ini menghadapi tantangan di masa sekarang, terutama dalam kebutuhan akan fleksibilitas dan adaptasi yang lebih besar di tengah perubahan cepat. Struktur birokrasi yang kaku sering kali tidak sesuai dengan organisasi yang membutuhkan respons cepat dan kolaborasi lintas fungsi, seperti di sektor swasta atau perusahaan teknologi. Selain itu, perkembangan teknologi informasi dan otomatisasi mengurangi ketergantungan pada struktur hierarkis dan mendorong model organisasi yang lebih datar dan kolaboratif. 

Pemikiran Max Weber Dalam Menganalisis Perkembangan Hukum di Indonesia

Pemikiran Max Weber tentang birokrasi dan otoritas legal rasional dapat menjadi kerangka penting dalam menganalisis perkembangan hukum di Indonesia. Konsep Weber yang menekankan pada legitimasi hukum sebagai dasar otoritas formal mendukung upaya membangun sistem hukum yang transparan, konsisten, dan berdasarkan aturan yang jelas. Dalam konteks Indonesia, prinsip otoritas legal rasional Weber menggarisbawahi pentingnya hukum yang bebas dari pengaruh pribadi atau kekuasaan tradisional, sehingga lembaga hukum dan birokrasi dapat berfungsi secara objektif dan adil. Namun, tantangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme menunjukkan adanya kesenjangan antara ideal birokrasi Weber dan realitas di Indonesia, yang perlu diatasi melalui penegakan hukum yang lebih tegas serta pembenahan sistemik di institusi hukum. 

Judul Artikel: HUBUNGAN HUKUM DAN MORALITAS MENURUT H.L.A HART, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.3 Juli-September 2013 

Penulis : Petrus CKL. Bello 

Pemikiran HLA Hart

Pokok-pokok pemikiran H.L.A. Hart yang disampaikan dalam artikel ini meliputi:

  1. Pandangan tentang Hukum dan Perintah: Hart mengkritik pandangan John Austin yang menyamakan hukum dengan perintah yang didukung sanksi. Hart berpendapat bahwa hukum adalah sistem aturan yang lebih kompleks, tidak sekadar perintah dari pihak berwenang.

  2. Hukum sebagai Aturan Primer dan Sekunder: Hart membagi hukum menjadi aturan primer (yang menuntut kewajiban pada warga negara) dan aturan sekunder (yang mendasari aturan primer). Aturan sekunder ini meliputi aturan pengakuan, aturan perubahan, dan aturan pemutusan, yang bersama-sama membentuk sistem hukum modern.

  3. Hubungan Hukum dan Moralitas: Hart mengakui adanya hubungan antara hukum dan moralitas, tetapi menolak pandangan bahwa keduanya memiliki hubungan yang mutlak. Ia menekankan bahwa definisi hukum tidak harus mencakup moralitas agar hukum tetap bisa dikritik secara moral.

  4. Pemisahan Hukum dan Moralitas: Menurut Hart, pemisahan antara hukum dan moralitas diperlukan untuk menghindari konservatisme (ketidakmampuan mengkritik hukum yang dianggap identik dengan moralitas) dan anarkisme (penolakan hukum yang bertentangan dengan moralitas pribadi).

  5. Pentingnya Kritik terhadap Hukum: Hart berpendapat bahwa hukum tetap bisa dikritik meskipun tidak harus didasarkan pada moralitas. Pemisahan ini, menurut Hart, memungkinkan hukum terbuka terhadap evaluasi moral tanpa harus identik dengan moralitas.

Pendapat Pemikiran HLA Hart di Masa Sekarang

Pemikiran H.L.A. Hart tetap relevan di masa sekarang, terutama dalam memahami hubungan kompleks antara hukum dan moralitas dalam sistem hukum modern. Hart menegaskan bahwa meskipun hukum dan moralitas memiliki kaitan, keduanya sebaiknya dipisahkan agar hukum dapat dinilai secara objektif dan tetap terbuka terhadap kritik moral. Pendekatan Hart ini membantu menjaga hukum dari sifat konservatif yang cenderung membatasi perubahan, sekaligus menghindari anarkisme di mana hukum ditolak hanya karena bertentangan dengan pandangan moral individu. Di tengah meningkatnya tuntutan keadilan sosial dan moralitas dalam penerapan hukum saat ini, pandangan Hart tetap menjadi landasan bagi positivisme hukum dengan menekankan pentingnya struktur hukum yang objektif namun tetap responsif terhadap isu moral. 

Pemikiran HLA Hart Dalam Menganalisis Perkembangan Hukum di Indonesia

Pemikiran H.L.A. Hart dapat menjadi dasar penting dalam menganalisis perkembangan hukum di Indonesia, khususnya dalam hal memisahkan hukum dari moralitas namun tetap mengakui interaksi keduanya. Di Indonesia, hukum sering kali dipengaruhi oleh moralitas publik, terutama dalam isu-isu yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial dan agama. Hart menekankan pentingnya aturan primer dan sekunder, seperti aturan pengakuan, yang bisa membantu menetapkan validitas hukum secara formal dan mencegah tumpang tindih antara hukum positif dan norma sosial. Dengan pendekatan Hart, hukum di Indonesia dapat tetap objektif, berlandaskan aturan yang jelas, dan terbuka terhadap kritik moral tanpa harus selalu sejalan dengan moralitas, sehingga memungkinkan perubahan yang lebih adil dan rasional dalam sistem hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun