Kesultanan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-13 di pesisir utara Sumatra, merupakan kerajaan Islam pertama di kawasan Nusantara. Sebagai pusat ekspansi Islam, Samudra Pasai memiliki peran krusial dalam mengembangkan identitas keagamaan di wilayah tersebut. Salah satu warisan pentingnya adalah penerapan nilai-nilai kemalikussalehan, yaitu konsep yang meliputi kesalehan baik secara individu maupun sosial dalam konteks Islam di Nusantara.
Konsep ini berlandaskan pada lima pilar inti: iman, ilmu, kemanusiaan, keadilan, dan keseimbangan, yang berfungsi sebagai pedoman fundamental dalam menciptakan masyarakat yang religius dan harmonis. Jejak kemalikussalehan dapat dilacak melalui berbagai peristiwa sejarah serta penerapannya yang terus berlangsung hingga saat ini. Salah satu contohnya adalah pendekatan berbasis pesantren dalam mendidik masyarakat.
Di era modern ini, nilai kemalikussalehan tetap menjadi pedoman moral yang relevan bagi masyarakat Indonesia. Tantangan globalisasi dan perubahan sosial mendorong kita untuk mewujudkan kembali nilai-nilai ini, terutama dalam menjaga keharmonisan di tengah keragaman bangsa. Semangat inklusif yang diusung oleh Islam Nusantara menawarkan pelajaran berharga bagi dunia: bahwa agama dan budaya dapat bersinergi untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Jejak Sejarah Kesultanan Samudra PasaiÂ
Kesultanan Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara, berdiri sekitar tahun 1267 Masehi di wilayah Aceh Utara, dekat pelabuhan penting di Selat Malaka. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malikussaleh, tokoh berpengaruh yang berhasil menyatukan beberapa kerajaan kecil di wilayah Peureulak menjadi sebuah kesultanan yang kuat secara ekonomi, politik, dan religius.
Kesultanan Samudra Pasai memiliki asal usul yang berasal dari perpaduan budaya setempat dan dampak perdagangan global. Sejak zaman pra-Islam, kawasan ini telah menjadi pusat perniagaan berkat posisinya yang strategis di rute maritim yang menghubungkan Timur Tengah, India, dan Cina. Para pedagang Muslim dari Gujarat, Persia, dan Arab berperan dalam memperkenalkan Islam melalui kegiatan perdagangan. Agama Islam kemudian diadopsi oleh para penguasa setempat, yang menjadi landasan bagi terbentuknya kerajaan tersebut.
Nama "Samudra Pasai" berasal dari gabungan dua wilayah, yaitu Samudra dan Pasai. Samudra adalah pelabuhan besar yang menjadi pusat perdagangan, sementara Pasai merujuk pada kawasan di dekatnya yang memiliki kekayaan alam, terutama lada.
Pengimplementasian Nilai Kemalikussalehan di Era Modern
Konsep kemalikussalehan tetap relevan dan dapat dilihat dalam implementasi kebijakan ekonomi berbasis syariah di Indonesia modern, khususnya dalam pengelolaan zakat dan wakaf produktif. Salah satu contoh penerapan modern yang mencerminkan nilai ini adalah program Bank Wakaf Mikro (BWM) yang diluncurkan pada tahun 2017.
BWM adalah program pemberdayaan ekonomi berbasis wakaf yang dirancang untuk mendukung pengusaha kecil di sekitar pesantren. Dana wakaf yang dikelola secara produktif digunakan untuk memberikan pinjaman mikro tanpa bunga kepada pelaku usaha kecil, dengan tujuan memberdayakan ekonomi masyarakat miskin. Program ini tidak hanya mencerminkan nilai solidaritas, tetapi juga membangun ekosistem ekonomi berbasis moral dan spiritual yang berkelanjutan.
Kemalikussalehan juga terlihat dalam gerakan koperasi syariah, seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Koperasi ini menggabungkan fungsi sosial (baitul maal) untuk pengelolaan zakat, infak, dan sedekah dengan fungsi ekonomi (baitul tamwil) untuk pembiayaan usaha kecil berbasis syariah. Model ini telah terbukti efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di pedesaan.
Namun, penerapan nilai kemalikussalehan dalam ekonomi tidak lepas dari tantangan, seperti rendahnya literasi keuangan syariah di masyarakat dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana sosial. Oleh karena itu, pendidikan dan pengawasan yang lebih baik diperlukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai ini dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan.
Di tengah tantangan ekonomi global, konsep kemalikussalehan menawarkan solusi yang tidak hanya mengedepankan efisiensi, tetapi juga keberkahan dan keadilan. Dengan mengintegrasikan nilai spiritual dalam pengelolaan ekonomi, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi model ekonomi berbasis nilai yang berdaya saing dan inklusif.
Kesimpulan
Sebagai mahasiswa, kita dapat melihat kemalikussalehan sebagai suatu warisan berharga yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan modern. Nilai-nilai inti seperti iman, ilmu, kemanusiaan, keadilan, dan keseimbangan memberi kita dasar moral untuk berpikir kritis serta bertindak dengan empati. Dalam peran kita sebagai agen perubahan, kemalikussalehan dapat berfungsi sebagai panduan untuk mengintegrasikan spiritualitas dan kontribusi nyata dalam masyarakat.
Kemalikussalehan mengajarkan kita tentang pentingnya keseimbangan antara pencapaian akademis, pengabdian kepada masyarakat, dan integritas moral. Di tengah tantangan era globalisasi, nilai-nilai ini mengingatkan kita untuk tidak hanya menjadi individu yang kompeten, tetapi juga peduli terhadap isu-isu sosial seperti ketimpangan ekonomi dan kesenjangan pendidikan. Dari sudut pandang mahasiswa, kemalikussalehan mengingatkan kita bahwa kesuksesan sejati tidak hanya terletak pada pencapaian pribadi, melainkan juga pada kontribusi untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis.
Dengan semangat ini, kita sebagai generasi muda memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan meneruskan nilai-nilai tersebut, sekaligus menjadikannya sumber inspirasi untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI