Lelaki itu biasa menyusuri pagi,
Ketika kabut mulai tersabikkan, pelukan dingin dirasakan
Lewat jalan jalan sunyi, lelaki itu memotong hari
Melepas kenangan, meraup masa depan
Membiarkan berterbangan, mengakumulasikan harapan
Tentang hidup dan kehidupan; Tentang cinta dan permekarannya
Tentang pertemuan untuk sebuah bayangan
Begitu setiap hari, lelaki itu setia pada irama
Tak dirasakannya cuaca, tak diteteskannya airmata
Harapan selalu melaparkan, namun itu tanda adanya kehidupan
Serpihan duka, selalu saja ditutupnya dengan senyuman
Lelaki itu percaya hidup selalu bergiliran:
Antara harapan dan kesenangan
Bahwa satu hari dia akan ditemukan
Pada berbagai malam yang dikatupkan
Kadang rembulan, kadang gemintang, kadang kesendirian, bergantian
Lelaki itu melihat siluet wajah yang sangat samar
Kadang mengenali, kadang terlupakan
Selalu ia cari, namun kadang terabaikan
Wajah itu datang dan pergi dan datang lagi
Wajah itu menghampiri, dan pergi lagi
Dan pergi lagi
: dan satu hari nanti dia tak ditemukan!
Pada sebait doa yang dihamparkan
Akan jalan kenangan, Â airmata tak diteteskan, Â malam yang penuh keheningan
Sebongkah senyuman selalu ia sisipkan, dengan lirih berkata:
Seluruh hidupku berbahagia, maka sisa hidupku demikian adanya
Aku akan menemukannya
Pada satu kisah yang dicatat malaikat,
sebuah cincin ilang telah tersemat
Wanita itu mencubit pipi, bukan mimpi
Di sebelahnya tergeletak ilalang lainnya
Di terobos angin pagi, airmata dipipinya terpendarkan
: siapa yang menemukan kesendirianku
pengembara yang tertunduk memungut rindu?
Di pipinya sungai pengharapan tak tertahankan
Temukanlah Yaa Tuhanku!
08-10-2020 [after subuh]
*****************************************************************************
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H