Keenam: Memotivasi Diri
Mourinho menjuluki dirinya The Special One.  Terdengar arogan, tetapi kata Sir Alex, tidak ada yang salah dengan Mourinho.  DIa hanya perlu membuktikan dirinya.  Di awal kepelatihnnya Sir Alex  'membesarkan dirinya' dengan menantang 'Liverpool' [saat itu klub terbesar], bahwa ia akan mengalahkan Liverpool.   Sir Alex; sangat membenci Liverpool dengan kasih; yakkni mengasihi dirinya untuk dapat berprestasi.Â
Carilah/bergaullah dengan orang hebat di sekitar kita, lalu jadikan lawan dan bencilah dengan kasih!, yakni dengan mengatakan kita akan mengalahkannya. Jika tidak mampu mengalahkannya; setidaknya kita akan memperbaiki diri/level/kualitas. Â
Namun dalam beberapa hal tampaknya sulit dijalankan. Â Dorongan pimpinan untuk memacu adrenalin karyawan berprestasi, biasanya terhambat, karena karyawan merasa tidak mendapat benefit dari dorongan itu. Â Ada juga pemimpin yang 'menjelekkan' kualitas karyawannya dengan membandingkan pada perusahaan tertentu. Â Maksudnya memotivasi, justru yang terjadi pada karyawan hal yang sebaliknya.
Ketujuh: Dapat keliru
Baik Mourinho maupun Sir Alex pernah membuat kekeliruan fatal membiarkan pemain hebatnya hengkang, seperti M Salah, De Bruyne dan Pogba. 'Malangnya' lagi, pemain tersebut pindah ke klub rival dan menjadi pemain kunci. Â Jadi bisa juga, pemimpin keliru menilai potensi karyawan, dan membiarkannya dibajak pesaing. Â Untuk hal ini, tugas pemimpinlah mencermati kemampuan karyawan dan mengoptimalkannya. Â Tentunya tidak mudah, karena pada saat tertentu, persepsi yang dilihat pemimpin dapat berbeda
Kedelapan: Industri yang berubah
Tiba-tiba industri sepakbola berubah cepat. Â Harga pemain melonjak tajam, mengejutkan termasuk bagi pelakunya. Â Aliran dana/modal lebih mengglobal, dan tiba-tiba dengan dukungan finansial maka terjadi perubahan peta kekuatan. Â MU kemungkinan akan kalah dengan City pada tahun ke depan; dimana zaman old-nya City hanyalah sekedar 'tetangga berisik'. Â
Sebuah bisnis, jika tidak hati-hati dapat di'mimicking' oleh pesaing dan menjadi awal kehancuran. Â Harus dipastikan, ada 'continuous-competitive advantage' sehingga perusahaan tidak bisa dihapus dari 'peta'. Â Jadi jangan bangga sebagai yang tua atau yang 'pertama' tetapi tetap responsif terhadap perubahan yang ada
Masih banyak pelajaran manajemen yang dapat dipetik dari olahraga sepakbola. Â Sebagai bisnis dengan produk hiburan bernilai trilyunan rupiah, sepakbola perlu memberi 'imajinasi' kepuasan bagi penggemar secara kontinyu. Â
Hal ini memaksa manajer untuk terus berkreasi, dan menjaga konsistensi layanan produk.  Mungkin, tidak ada salahnya  'birokrat' berasal dari manajer sepakbola, sebagai bagian reformasi; yang dapat mengimajinasikan sebuah keberhasilan global.  Selamat menikmati [tulisan ini telah terbit dalam versi cetak pada harian Investor Daily 19.07.19 ha;
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H