TAS mereka digeladah saat mendarat. Lalu, mereka dipaksa bayar uang "injak bumi" Rp400 ribu per kepala. Setelah itu, mereka ditampung di "safe house" sebelum diterbangkan ke Surabaya atau Jakarta. Begitulah "ritual" wajib para TKI ilegal saat kembali ke Tanah Air. Bagaimana mereka diperlakukan?
Untuk bisa kembali ke Tanah Air, adalah sebuah impian yang luar biasa. Diperlukan uang yang tidak sedikit untuk meraihnya. Paling minim, harus punya Rp10 juta dulu baru bisa pulang kampung. Kalau tidak? Jangan bermimpi. Karena mereka akan berhadapan dengan berbagai pihak. Mulai dari oknum aparat berbaju coklat, berbaju hijau sampai dengan LSM yang labelnya justru bertujuan untuk melindungi mereka, para TKI itu.
Biasanya, mereka diangkut dengan menggunakan boat pancung bermesin ganda. Dalam satu kapal fiber itu, menampung 40-50 orang. Lalu, bergerak di tengah malam, memanfaatkan jarak pandang yang terbatas. Sang tekong, nahkoda boat pancung, sangat paham dengan rute laut Batam-Johor Malaysia.
Boat pancung bermesin ganda itu pun dipacu kencang. Cepat-cepat segera meninggalkan perairan negeri jiran Malaysia. Karena itu artinya, mereka aman dari kejaran kapal-kapal patroli Polis Diraja Malaysia (PDRM). Lalu, memasuki OPL, mereka agak tenang. Karena itu adalah perairan internasional, tidak berlaku hukum Indonesia atau Malaysia.
Dan beberapa saat kemudian, boat pancung mereka masuk ke laut Indonesia. Di sini, tantangan muncul lagi. Yaitu, jangan sampai mereka bertemu dengan berbagai kapal patroli aparat Indonesia. Untungnya, jaringan mereka ini diback-up oleh sang oknum berseragam tersebut.
"Pemodalnya seorang wanita tua bernama N biasa dipanggil Bu N. Ada oknum TNI bernama J yang memiliki tiga boat pancung. Saat ini dia tengah membangun pancang dermaga dari beton di samping rumahnya yang langsung berhadapan dengan laut di pantai Nongsa Batam," ungkap seorang warga yang tinggal di sekitar lokasi pendaratan boat pengangkut TKI ilegal itu.
Kepada BATAMTODAY.COM, pria bertubuh subur itu menambahkan, selain nama tersebut di atas, masih ada nama A, pemilik lokasi samping rumah Pak A. Mereka bekerja sama dengan LSM bekedok anti trafficking," ungkapnya.
Biaya yang harus dibayar oleh para TKI ilegal saat menginjak bumi adalah Rp400 ribu. Sedangkan untuk anak-anak Rp150 ribu.
"Para TKI ilegal itu tidak berdaya untuk menolaknya. Selain itu, barang bawaan mereka pun digeledah satu persatu oleh oknum LSM tersebut. Kalau ada narkoba langsung mereka ambil dan panggil polisi," tambahnya.
Setelah itu, barulah para TKI ilegal itu diangkut dan dibawa ke suatu tempat penampungan sementara, safe house. Sebelum mereka dibawa ke Bandara Hang Nadim Batam. Biasanya tujuan mereka Jakarta atau Surbaya.
Aksi oknum LSM berkedok anti trafficking itu, tambahnya, sudah berlangsung tahunan. Mulanya para TKI ilegal itu dipungut uang sandar sebesar Rp100 ribu. Zaman sudah berubah sejak masa Melenium, kebutuhan keluarga bertambah. Uang sandar TKI ilegal kini naik empat kali lipat.
"Oknum TNI itu dan polisi yang back up mereka semua. Kalau tidak, mana mungkin masih berjalan sampai saat ini dengan aman. Contohnya, pas ditemukan narkoba yang dibawa TKI, para TKI lainnya tidak diamankan, tekong dan barang bukti bout pancung yang dijadikan untuk transportasi dari Malaysia tidak pernah ditangkap dan diamankan. Hanya narkoba dan kurir saja yang dibawa polisi. Apa namanya kalau tidak kerja sama," ujarnya.
Mulanya, para oknum LSM itu berkedok anti trafficking itu menentang aktivitas pengiriman TKI ilegal yang beropersi di pantai dan pelabuhan yang ada di Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Namun aksi itu hanya gertak sambal belaka. Untuk memperkenalkan diri dan mendapatkan keuntungan. "Menembak di atas kuda".
Mereka juga pernah bentrok dengan LSM Kat dan Ham. Namun karena Kat dan Ham tidak mendapat dukungan dari oknum aparat, sayap LSM berkedok anti trafficking tersebut melebarkan sayapnya. "Saat ini oknum LSM itu yang berkuasa. Mungkin karena oknum polisi sudah hutang budi," tegas sumber tadi.
Nasib TKI ilegal masih jadi sapi perah. Dikejar-kejar di Malaysia, diperas di negeri sendiri.
(Terbit di www.batamtoday.com, Rabu, 03-02-2016 | 08:00 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H