Mohon tunggu...
Sahyoni
Sahyoni Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pemerhati Sosial

Rakyat Badarai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tari Gandai dan Makna Filosofis dalam Kehidupan Suku Pekal

25 Januari 2025   20:44 Diperbarui: 25 Januari 2025   20:44 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari Gandai (sumber: Bengkulutoday)

Pada masa itu, belum banyak hiburan seperti TV, apalagi YouTube, TikTok, Instagram, atau WhatsApp. Kehadiran Gandai benar-benar menjadi momen yang dinanti. Ketika suara sunai (seruling) Nek Karedot (alm) terdengar, penulis langsung mengenakan pakaian terbaik dan mengajak teman-teman untuk segera pergi ke acara. Sampai saat ini, setiap kali mendengar suara seruling berpadu dengan edap (gendang kecil) dan lantunan pantun dari Ebe Inot, seorang tukang pambak senior, saya merasakan euforia yang luar biasa---bahkan lebih dari menghadiri konser musik.

Potret identitas sosial masyarakat

Yang ketiga, gandai adalah potret nyata identitas dan budaya masyarakat pekal desa Talang Baru. Karena ketika acara bagandai ada transfer kebudayaan dan tradisi yang sebenarnya yang ingin diwariskan kepada generasi muda dan orang-orang yang datang menonton secara tidak langsung. Gandai mengajarkan dengan jelas "hitam diatas putih" antara peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Anak gandai tidak pernah ada yang laki-laki, tetua warga desa memegang teguh prinsip bahwa gerakan yang gemulai, kecantikan, bergincu (mengenakan lipstick)   atau babedok (menggunakan make up) hanya milik perempuan. Tidak ada tawar menawar, mau sebagus apapun gerakan laki-laki dalam bagandai tetap tidak ada ruang untuk mereka jadi anak gandai. Dahulu, anak gandai wajib mengenakan kebaya dan baju lengan penajang yang menutup aurat. Akan menjadi sangat tabu jika ada anak gandai menggunakan celana apalagi jenis jeans ketat seperti saat ini. Emak-emak pun yang mau ikut bagandai wajib mengenakan kain Panjang atau yang biasa disebut kain jarik yang dililitkan dipinggang yang panjangnya samapi mata kaki. Di awal-awal kehidupan moderen mulai masuk, sekitar tahun 1997-an kalau tidak silap, pernah kejadian salah satu tokoh masyarakat marah karena ada anak gadis yang menari dengan menggunakan celana jeans. Beliau (sudah almarhum) menyuruh gadis tersebut memakai kain Panjang menutupi pinggang. Begitu peduli masyarakat pada saat itu, kalau sekarang sudah banyak yang "cuek bebek" saja melihat hal-hal yang seperti ini.

Selanjutnya, tukang antar makanan dan minuman khususnya acara baimbang, harus berpasang-pasangan dengan atribut kopiah, baju putih lengan panjang, sepatu hitam dan celana berwarna gelap dan rapi. Sedangkan perempuan menggunakan kebaya, rapi dan berjilbab, bagi yang tidak mau berjilbab rambut mesti tidak boleh tergerai. Hal ini dilakukan dengan maksud; orang-orang akan mengetahui bahwa mereka petugas resmi yang ditunjuk tuan rumah sebagai seksi konsumsi. Jika seandainya ada tamu yang minta tambahan kopi mereka bisa memanggil petugas tersebut. Ada hal yang unik dan selalu dinanti oleh orang banyak adalah pemilihan pasangan itu sendiri. Petugas ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu yang utama adalah tidak ada kedekatan hubungan kekeluargaan yang biasa disebut kalawai (abang/adik/saudara laki-laki) dan manai (abang/adik/saudara perempuan). Biasanya mereka yang terpilih menjadi partner ini, kebanyakan mereka yang lagi tahap pedekate, atau mereka yang dianggap cocok. Sehingga mereka akan "dipantau" oleh mata emak-emak yang penasaran dan juga muda-mudi.

Meja penonton ditutupi dengan kain panjang yang diatasnya diletakan bunga-bungaan dan asbak rokok. Tidak semua penonton mendapat meja, ini hanya bagian depan saja dan itupun pada umumnya diisi oleh petinggi desa seperti kepala desa, kepala kaum, ketua pemuda atau tamu dari luar daerah. Kain panjang menegasikan simbol kesederhanaan, persamaan dan kasih sayang. Yang terpenting bukan masalah taplak meja, tetapi bagaimana tari gandai bisa membawa kebahagian bagi yang menonton dan hiburan tidak perlu mahal. Kain panjang dimiliki oleh setiap rumah di Talang Baru, sehingga tidak ada jurang antara yang kaya dengan miskin ketika melihat hiburan tari gandai. Kain panjang juga merupakan simbol kasih sayang, konon katanya sebagai "tanda jadi" ketika  jatuh cinta orang-orang dulu adalah kain panjang. Ketika perempuan sudah menerima kain panjang dari sang cowok, maka pada saat itu sang perempuan dianggap menerima cintanya.

Kebersamaan dan kesantunan berbahasa

Keempat, gandai mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan kesantunan berbahasa. Tari dilaksanakan secara berkelompok, jika satu saja melakukan gerakan yang salah akan berpengaruh kepada kawan-kawan yang lain. Begitu juga dalam kehidupan masyarakat, jika ada satu orang yang membuat kekacauan maka akan berimbas kepada orang banyak tidak hanya pihak keluarga tetapi juga tetangga yang lain. Bahasa dalam pantun yang dilantunkan oleh tukang pambak penuh makna kiasan. Sehingga untuk memahaminya dibutuhkan kecerdasan bahasa yang sangat tinggi dan olah pikir yang bagus untuk mencerna diksi yang diucapkan seseorang.

Sekarang tari gandai mulai "kesepian"  jarang dipentaskan ketika ada acara baimbang, kalah tenar dengan orgen tunggal yang artisnya membuat biji mata kaum adam melotot terus. Kalaupun ditampilkan "ruh" gandai telah hilang, anak gadis dengan pakaian kekinian yang serba ketat menarikannya. Bahkan beberapa ada yang tertawa terbahak-bahak ketika sedang menari, sehingga makna gandai yang dulu "special" berubah biasa-biasa saja dan hambar rasa penghormatan kepada tradisi. Saya khawatir suatu saat nanti gandai menjadi "anak tiri" di tengah masyarakat Talang Baru itu sendiri, sementara musik keyboard seperti orgen tunggal menjadi "anak kandung". Semoga generasi muda suku Pekal khususnya muda mudi desa Talang Baru "turun gunung" melestarikan tari gandai dan peduli dengan pegang pakai (adat istiadat).           

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun